TEAM: 74: RETURN

1.4K 233 101
                                    

HAPPY READING 

...

Rasanya seperti mimpi ... yang berkepanjangan. 

Eh?

Mimpi apa Airin semalam? 

Tak tau harus mempercayainya atau tidak ketika Airin membuka mata dan mendengar ketukan pintu kamarnya serta suara Jean membangunkan, "Airin? Kamu belum bangun? Ayo mandi trus sarapan, mataharinya udah muncul tuh."

Airin masih setengah sadar mendengarnya, tapi sebenarnya pikirannya sedang mengulang kejadian yang seperti mimpi ... ya, mungkin itu mimpi karena dia baru saja mendapat ciuman pertamanya dari Adly. 

"Ciuman pertama?" gumam Airin, lalu tersenyum dengan mata yang masih terkatup. 

Eh? 

Seketika kelopak matanya terbuka dengan lebar. "Hah? Ciuman pertama?"

Tubuhnya langsung bangkit. Menepuk-nepuk pipi agar segera sadar. 

Ntar, tadi malam itu gue mimpi nggak sih?

Buru-buru Airin menghampiri cermin, menabrak kursi yang ada di sana, setengah meringis dan melihat wajahnya memerah. 

"Gue ... semalam bilang suka juga sama Adly?" 

Nggak mungkin. Itu pasti mimpi.

Tangannya perlahan terangkat menyentuh bibir. 

"Tapi kayaknya nggak mimpi deh ...," Lalu, dia panik sendiri. "KYAAAA! Iya nggak mimpi! Bibir gue udah nggak suci lagi!"

"Airin? Kamu kenapa teriak-teriak?" tanya Arista, sambil membuka pintu kamar Airin dengan raut khawatir. 

Gadis itu langsung membalikkan tubuh, salah tingkah. "Ng—nggak kok." Lalu berlari menuju kamar mandi, meninggalkan Arista yang mengernyit heran.

Ya begitulah kejadian pagi ini yang lumayan aneh, bagi Airin. Pikirannya masih berkelana ke kejadian semalam di mana Adly menyatakan perasaannya dan mengecupnya begitu saja. 

Dia berharap itu mimpi. Serius. Airin blank dadakan sekarang. 

Duh, gimana dong kalau gue ketemu Adly ntar?! 

Coba katakan, apa ada jurus menghilang ala Naruto di dunia nyata ini? Karena Airin akan menggunakannya kalau dia bertemu Adly di sekolah.

"Airin? Kamu nggak sakit, nak?" tanya Arista. Masih bingung melihat muka Airin merah seperti kepiting rebus. 

Ya, tingkahnya juga aneh sih, seperti memikirkan sesuatu, linglung dan cengo sendiri pas sarapan. 

"Nggak kok," jawab Airin. Berusaha menetralkan wajah dan bersikap seperti biasa. Orang tuanya tak boleh tau soal ini!

"Rin, Papa sama Mama udah denger kabar soal Adly."

Tiba-tiba saja mendengar nama itu disebut jantung Airin berdegup keras. Seperti ada bom meledak di sana yang membuat Airin gagal fokus. Tapi, dia harus fokus karena Jean sedang bicara serius. 

Airin pun mengangkat kepala, melirik Arista dan Jean bergantian.

"Papa baru tau kalau ternyata ... Adly itu sering dapat perlakuan yang nggak bagus dari Papanya. Pasti, selama ini dia mikul beban yang berat."

Arista tampak sedih.

"Padahal Papa baru aja ketemu Reno berapa hari lalu."

"Huh?" tanya Airin. "Papa ketemu Om itu?"

Jean mengangguk. "Papa ngucapin terima kasih karena Adly udah jadi guru privat Airin selama ini dan Papa ngajakin mereka makan bareng nanti. Tapi ... katanya mereka sibuk nggak ada waktu buat makan malam bareng."

Team ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang