TEAM: 39: VOTING

1.6K 200 61
                                    

HAPPY READING

...

Hari ini, poster kampanye calon ketua OSIS yang didesain sempurna menghiasi papan informasi di tiap-tiap gedung SMA Bintang Favorit. Setiap orang sudah menentukan siapa yang akan mereka pilih sebagai ketua OSIS setelah menyaksikan visi dan misi yang disampaikan keduanya, pun dengan berbagai kinerja program yang sudah disusun.

Sebenarnya tanpa voting pun semua orang juga tau siapa yang akan jadi ketua OSIS. Jelas sekali, bukan? Tentang siapa yang sekarang menjadi idola para murid versus musuh para murid. Sebagus apa pun visi misi yang disampaikan Adly, tetap saja semua perhatian berpusat pada Aurelie—karena gadis itu pandai mengambil hati setiap orang.

Usai segala persiapan itu, Aurelie menghampiri Adly yang baru saja keluar dari ruang OSIS. Gadis itu menyejajarkan langkah dan menatap Adly.

"Apa maksud lo ngomong gitu ke Kak Adnan?" tanya Aurelie, terdengar seperti bisikan disela-sela para murid yang berlalu-lalang di koridor sekolah. "Kenapa lo harus bahas masalah itu lagi, Adly?"

Tanpa membalas tatapannya, Adly menghela napas pendek. "Tersinggung?"

"Lo bikin Kak Adnan curiga kalau gue nggak ikut partisipasi dalam pembuatan robot tahun kemarin. Kalau lo lupa, gue yang presentasi pas lombanya digelar."

"Presentasi dari hasil ide orang lain itu sama aja cuma numpang nama. Ibarat lo kerja kelompok, yang bikin materi gue dan lo cuma bagian presentasinya doang. Cuma karena lo jago public speaking aja makanya lo dapat panggung."

Aurelie terdiam dalam waktu yang cukup lama. Bagaimanapun juga, itu kenyataannya.

"At least gue ngebantuin lo."

Akhirnya, Adly balas menatap gadis itu dan menghentikan langkah. "Tapi gue nggak butuh bantuan."

Setelah itu Adly berlenggang tak acuh dan mulai naik ke lantai atas membiarkan Aurelie yang stagnan di sana. Mungkin sedang merutuki dirinya sendiri seperti ... bisa-bisanya mengatakan bantuan pada orang—yang merasa bisa segalanya sendirian.

Kesannya malah Aurelie yang mengemis pengakuan dari cowok itu.

Sementara itu, Airin yang sedang menyusuri selasar di tiap gedung mendongak sambil menyedot susu kotak, membaca setiap visi-misi Adly dan Aurelie dalam hati.

"Si Adly itu sadar nggak sih kalau dia dibenci banyak orang?" tanya Airin.

Jessy yang ada di samping menoleh. Mengerti maksud pertanyaan gadis itu. Kasarnya seperti; kalau tau dibenci kenapa masih PD mencalonkan diri sebagai ketua OSIS? Toh, tak ada yang akan memilihnya.

Airin hanya tak tau saja kalau itu memang tuntutan keluarga mereka. Bersaing, saling menjatuhkan, seakan itu adalah makanan dari dua keluarga yang selalu mengangkat kepala dengan angkuh seperti ini. Jadi kalaupun tak ada yang akan memilih Adly, lelaki itu akan tetap mengangkat kepalanya dalam kursi calon ketua OSIS karena memang itulah yang diperintahkan Reno.

"Voting ketua kelas aja dia kalah sama Aurel, gimana ketua OSIS coba?" Airin melanjutkan cibirannya sambil menyedot susu kotak. "Kecuali peringkat sekolah sih."

Memang kalau masalah voting, Aurelie juaranya. Tapi, perihal intelektual, bolehlah adu mekanik.

"Adly masih mending waktu itu dapat dua suara. Lah elu? Nggak ada yang milih," kilah Jessy sambil cekikikan, mengingatkan Airin pada pemilihan ketua kelas awal semester kemarin.

Airin memicing, "Seenggaknya gue udah berjuang dan berusaha."

Jessy tak menanggapi lagi. Malah mengalihkan topik setelah teringat sesuatu. "Oh iya, lu tetanggaan yah sama si cowok alay?"

Team ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang