TEAM: 33: BEKAS LUKA

1.7K 215 94
                                    

HAPPY READING

...

Airin berjalan dengan wajah lesu selepas dapat banyak belanjaan hasil malak Arian dan Leon. Sekarang dipelukannya sudah ada banyak bando kucing, mahkota, scarf, boneka-boneka mini dan selimut mini untuk kucing tercintanya, Aishiteru. 

"Lah, elu jadi duyung? Berarti yang digendong Adly itu elu?"

Begitulah kira-kira keterkejutan Leon dan Arian ketika Airin berkata menjadi duyung dalam festival tadi. Bukan. Padahal bukan itu yang ingin Airin katakan. Sebenarnya Airin ingin mengungkapkan perasaan, tapi nyalinya ciut duluan. Sudah ciut, unmood pula karena dua sahabatnya tahu tentang kejadian memalukan di red carpet tadi.

Bodoh banget sih, Rin. Padahal cuma bilang suka ke Leon, apa susahnya? batin Airin.

Lamunannya buyar ketika melihat Bu Rahma sudah ada di dalam kelasnya. Sudah pukul tiga sore, acara di hari pertama sudah berakhir dan sekarang tinggal membersihkan kelas.

"Terima kasih banyak yah kalian udah berjuang keras hari ini di bazaar. Ibu apresiasi segala bentuk effort kalian sampai makanannya terjual habis," ucap Bu Rahma, disambut dengan tepuk tangan para murid. 

"Dan untuk hasil bazaar hari ini, kita sepakat untuk menyumbang dalam acara amal bulan depan, Bu," lanjut Aurelie, sebagai ketua kelas.

Bu Rahma mengangguk senang, "Terima kasih, yah. Kalian hebat banget hari ini." Lalu tersenyum. "Ya sudah, selesai beres-beres kalian bisa langsung kembali. Besok masih ada event selanjutnya, Ibu berharap penuh untuk partisipasi kalian lagi. Fighting!"

"FIGHTING!"

Airin hanya mendengar dengan wajah murung. Entah kenapa tiba-tiba dia jadi lemas seperti ini hanya karena gagal mengungkapkan perasaannya pada Leon. Bukan Airin banget kalau tidak beteriak semangat seperti ini 'kan? Berulangkali menyemangati dalam hati kalau masih ada kesempatan lain, tapi tetap saja tubuhnya menolak semangat. 

"Oh ya, ada infonya juga untuk cerdas cermat besok ...," Bu Rahma menjeda sejenak, melirik antara Aurelie dan Adly. "Kalian berdua nggak bisa ikut secara bersamaan."

"Kenapa, Bu?" tanya Aurelie.

"Karna kelas lain udah protes. Katanya nggak adil kalau lawannya kalian berdua. Kalian tau 'kan apa alasannya?"

Tentu saja karena mereka peringkat pertama dan kedua sekolah. Kalau sudah begitu, memangnya siapa yang mau berkompetisi dengan orang yang sudah dipastikan menang?

"Kalau nggak bisa ikut secara bersamaan, berarti hanya satu dari kita yang mundur yah, Bu?" tanya Aurelie lagi. Bu Rahma mengangguk.

"Aurel aja, Bu, yang ikut!" seru teman-teman lain, mulai merekomendasikan Aurelie.  Hampir semua ikut menyetujui. "Ya soalnya kalau Adly bakal sama aja ... dia 'kan si peringkat satu. Pasti yang lain masih protes."

Aurelie tersenyum mendengar rekomendasi teman-temannya itu.

"Saya tetap ikut," tegas Adly masih dengan wajah datar. 

Bu Rahma menarik napas pendek. Sudah menduga akan ada kejadian tak mengenakkan setelah memberi info pada dua anak ini. Bisakah salah satu dari mereka ini mengalah? Atau kalau bisa, mengalah saja dua-duanya. 

"Ibu bisa memilih siapa yang tanding besok. Kalau dari saya, saya juga siap. Dan untuk pasangan pengganti, saya akan menunjuk Jessy," usul Aurelie, tetap saja ada unsur tak mau mengalah di sini.

"Jessy masih termasuk peringkat atas sekolah," sahut Adly, pelan. "Kalau dalam satu kelompok masih terisi peringkat teratas sekolah, mereka bakal tetap protes." 

Team ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang