TEAM: 56: BERANI

1.5K 212 55
                                    

HAPPY READING 

...

Detik berjalan, Airin masih tak tahu apa yang terjadi. 

Hanya menutup mata dan menekuk wajah semakin dalam. Dan semakin terasa pula jarak yang dikikis Adly hingga Airin merasa blank di tempatnya.

Kok nggak bisa gerak?

Harusnya gue gerak sekarang dan nampar Adly kalau dia macem-macem

Ini gue serius mo dikiss—

Sontak kelopak mata Airin segera terbuka ketika telinganya menangkap deru mobil yang memasuki garasi rumah. 

Ah, ya. Deru mobil orang tuanya.

Dan tentu saja mata yang terbuka itu terbelalak mendapati jaraknya dan Adly sangat - amat dekat.

"Heh, lo —"

"Muka lo kotor. Cuci muka sana sebelum ditanyain," lirih Adly dari jarak sedekat itu.

Gila. Bisa-bisanya dia ngomong dengan jarak sedekat ini. Ntar kena anjir!

"Dan jangan bilang soal kejadian tadi."

Airin belum juga beranjak, masih saja terkejut hingga Adly menarik kembali tubuhnya. Lebih tepatnya gadis itu masih mengerjap bingung atas perlakuan Adly barusan. Apa-apaan sih cowok ini? Ah, atau—gue aja yang mikirnya berlebihan?

Dan begitu saja Airin menetralkan kembali wajahnya, memposisikan tubuh sebaik mungkin. Langkah-langkah mendekati pintu mulai terdengar hingga dalam hitungan detik, Jean yang mengetahui anaknya dan Adly ada di rumah membuka pintu dengan riang gembira.

"Kita pulang!"

Airin dan Adly menoleh bersamaan ketika pintu terbuka menampilkan Jean dan Arista yang datang dengan sekantung buah-buahan.

"Papa? Katanya lembur?" tanya Airin.

"Lemburnya karena Mama ngajak nyalon, sweetie," jawab Arista dengan gemas. "Kalian jadi belajar? Kok masih pake seragam sekolah?"

"Oh itu ...,"

"Loh? Tangan Adly kenapa?" Arista terkejut melihat ada kotak obat di meja serta lengan Adly yang diperban. "Adly nggak apa-apa?"

"Itu—dia—"

"Jatuh," jawab Adly, melirik sekilas ke arah Airin seakan memintanya untuk diam saja.

"Ja—jatuh?" Nggak mungkin jatuh lukanya begitu.

"Airin nangis?" Kali ini Jean yang bertanya.

"Dia ketiduran di sekolah."

Setidaknya cerita yang itu benar—meskipun bukan alasan kenapa Airin menangis.

"Hah? Kok bisa Airin ketiduran?"

Airin yang masih linglung mau tak mau harus mengeluarkan kebohongan yang sama. 

"I—iya. Nggak ada yang nelepon sih jadi—Airin ketiduran di sekolah," jawab Airin sambil menggosok hidungnya.

"Papa kira kalian mau belajar bareng."

"Saya belum bisa ngajar." Adly melirik Jean. "Besok ada olimpiade."

"Wah! Adly besok ikut olimpiade?" Jean dan Arista berseru. "Mantap nih. Kita boleh datang 'kan? Mau datang dong buat support!"

Adly menatap dua orang dewasa itu bergantian, mengerjap lemah. "Nggak perlu."

Mendadak jawaban itu membuat mereka berubah murung.

Team ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang