29|Numb

2.2K 226 6
                                    

Tenang, masih aman kok dibaca bagi kalian yang berpuasa😁
Monggo lihat jawaban Beby

🥀Happy Reading🥀

"Jadi, apa lo terima gue, Beby Maurille Alexander?" tanya Nichols. Matanya menatap Beby penuh harap. Berharap Beby menerimanya walau mustahil. Nichols tahu Beby masih trauma terhadap masa lalunya. Tapi, dia tetap nekat menembak Beby. Dia nekat, ingin membuat Beby sembuh dari traumanya.

"Gue cinta sama lo, Beby. Gue janji gak akan nyakiti lo. Apa lo nerima gue?"

Beby menarik tangannya dari genggaman Nichols ketika mengingat momen yang sama beberapa tahun lalu seperti malam ini. Beby menggeleng dengan mata memerah, dia tidak ingin merasakan sakit lagi setelah menerima seseorang masuk ke dalam hatinya. Percaya dengan ucapan omong kosong, dan tersakiti lagi. Dia tidak ingin sakit hati lagi. Luka pengkhianatan kemaren masih belum sembuh. Dia belum siap rapuh untuk ketiga kalinya. Walau dia juga memiliki perasaan terhadap Nichols sejak awal Nichols mendekatinya. Beby benar-benar tidak siap terluka lagi.

Nichols kembali menggenggam tangan Beby sangat erat. "Gue bukan bokap dan mantan sialan lo itu!" tegas Nichols meyakinkan. Dia paham, akan ketakutan Beby.

Beby mengernyit mendengar perkataan Nichols, kenapa Nichols berbicara seperti itu? Apa Nichols tahu masa lalunya?

"Gue tahu lo gak percaya sama cinta lagi setelah apa yang terjadi. Tapi satu hal yang harus lo tahu. Gak semua laki-laki sama seperti bokap dan mantan lo. Gue bukan mantan dan bokap lo, By. Kita memang sejenis, tapi kita beda orang. Gue gak akan ngelakuin kesalahan kayak mantan dan bokap sialan lo itu. Percaya sama gue. Lo gak akan rapuh untuk ketiga kalinya. Gue akan jadi penguat lo, buat lo percaya lagi dengan cinta."

Sebulir air keluar dari sudut mata Beby, Beby tak mampu menahannya, air matanya semakin banyak turun membasahi pipinya. Ini pertama kalinya Beby menangis di hadapan Nichols. Sikap dingin dalam diri Beby langsung melemah ketika membahas masa lalunya.

Nichols menangkup wajah Beby lembut, mengusap air matanya. "Gue bener-bener cinta sama lo. Gue gak main-main sama lo. Percaya sama gue. Gue akan jadi penyangga buat lo yang rapuh dengan masa lalu lo. Gue tulus sama lo, By," ujar Nichols. 

Beby hanya diam, menatap mata Nichols dalam. Mata dan ucapannya terdengar sangat tulus. Apa Nichols benar-benar tulus dengannya? Apa dia harus membuka hatinya lagi untuk laki-laki? Beby benar-benar bimbang sekarang. Di satu sisi dia memliki perasaan dengan Nichols. Tapi, di sisi lain Beby masih takut. Beby masih trauma dengan apa yang terjadi. 

Beby menarik napas pelan, dan menghembuskannya pelan. "Gue juga punya perasaan buat lo. Tapi, gue takut lo kayak mereka. Yang awalnya manis, tapi pada akhirnya menyakiti. Gue gak bisa, Nich," ujar Beby serak. "Gue gak yakin masih bisa bernapas setelah lo kayak mereka."

Nichols mengusap pipi Beby pelan. "Gue gak akan kayak mereka. Percaya sama gue. Jika itu sampai terjadi. Gue siap dipanggil Tuhan. Gue gak akan nyakitin lo. Gue berani bersumpah, Beby Maurille Alexander. Gue benar-benar tulus sama lo."

Beby hanya diam dengan  isi otaknya yang saling berkelahi memikirkan ini semua.

Nichols tersenyum tipis. "Kalau lo belum bisa terima gue hari ini. Gue gak apa-apa. Gue akan nyatain perasaan gue tiap hari, biar lo bosen, dan terima gue," ujar Nichols. Dia tidak ingin Beby terbebani dengan pernyataannya. Masih ada hari esok. Nichols tidak ingin egois, dia paham trauma Beby. Walau dia tidak sabar menunggu jawaban Beby.

Beby melepaskan genggaman Nichols. Nichols berusaha tersenyum menguatkan dirinya sendiri. Beby menolaknya.

Beby menunduk dengan tangan yang saling bertatutan, menarik napas pelan, seraya memejamkan matanya. "Ik accepteer je," ujar Beby, mendongak menatap Nichols serius.
(Aku menerimamu)

NumbTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang