43|Numb

1.6K 169 45
                                    

🥀Happy Reading🥀

"Lo kenapa diem aja Nicolas Saputra?" tanya Delmar heran pada Nichols yang sedari tadi hanya diam.

"Nih makan krowson mami Ai," ujar Ellgar sambil memasukkan makanan terkenal Perancis itu ke mulut Nichols.

"Croissant," ujar Ray membenarkan.

"Ah bodoh, apalah namanya, yang penting enak."

Nichols menyingkirkan croissant yang disodorkan Ellgar. Kepalanya sedang mumet malah disuruh makan, malah tambah pusing. Makan tidak akan menghilangkan pusingnya.

"Mikirin Beby?" tebak Aillard.

Nichols hanya melirik sekilas, tidak menjawab pertanyaan Aillard sama sekali.

Aillard menghela napas pelan, tebakannya pasti benar. Nichols memang jarang bercerita tentang kehidupan pribadinya. Dia lebih suka menyimpannya sendiri. "Kalau lo udah gak mau lagi sama Beby, lepasin. Jangan lo gantung hubungan kalian. Beby udah berani buka hatinya lagi buat lo, jangan kecewain dia," ujar Aillard.

Ellgar mengacungkan jempolnya setuju dengan pendapat si sadboy itu. "Betul. Kasih penjelasan sama Beby sebelum lo diputusin sama dia. Cewek mana yang tahan lihat kelakuan cowoknya kayak lo," ujar Ellgar ikutan nimbrung.

"Lo pakek segala deket lagi dengan Guin, tanpa alasan yang jelas. Kalau gue jadi Beby pasti putusin lo sih, lo kagak jelas," ujar Delmar.

Nichols mengacak-acak rambutnya frustrasi, ucapan mereka malah membuatnya semakin pusing. Nichols berdiri dari duduknya. "Gue cabut," pungkasnya, lalu pergi dari rumah Aillard.

"Kayaknya mereka bakal putus," ujar Ray menyampaikan perasaannya.

Aillard langsung menggeleng. "Beby punya prinsip. Dia gak bakal maafin perselingkuhan."

"Nich, Nich, pakek acara deket dengan Guin lagi. Ribet kan urusannya." Delmar geleng-geleng kepala tak hasi pikir.

"Nich punya alasan," tutur Aillard.

Ketiga cowok itu sontak mengerubungi Aillard. "Apa?" tanya mereka kompak.

Aillard mengedikkan bahunya, dan beranjak pergi.

"WOY AI!"

***


"Abis dari rumah Beby lo?!"

Suara Guin langsung memasuki indra pendengaran Nichols saat pulang ke rumah. Kalau tahu Guin ada di rumahnya, lebih baik dia tidak pulang dari rumah Aillard tadi. Nichols lebih baik pusing mendengarkan ceramahan sahabatnya, dari pada pusing mendengar suara kuntilanak. Penyelasan memang selalu datang belakangan.

Guin menghela napas kasar karena Nichols tidak menjawab pertanyaannya. "Jawab!" desaknya, menatap Nichols tajam.

Nichols menghela napas pelan, berusaha untuk tidak emosi. "Rumah Ai."

"Kalau gak percaya telpon tante Aila sekarang," ujar Nichols saat melihat Guin menatapnya tak percaya.

"Ngapain aja lo di rumah Ai, sampe telpon gue gak lo angkat?" tanya Guin kesal sambil mengangkat ponselnya menunjukkan banyaknya riwayat panggilan yang tak diangkat oleh Nichols.

Nichols menghela napas kasar. "Gak bawa ponsel," jawabnya malas. Nichols memang sengaja meninggalkan ponselnya di rumah, biar Guin tak menghubunginya. "Gue mau istirahat, lo pulang aja," ujarnya.

"Sekali lagi lo abain telpon gue. Gue kirim ke Beby," ancam Guin.

"BERHENTI ANCAM GUE!" teriak Nichols di depan wajah Guin. "MAU LO APA SIH? GAK CUKUP NYURUH GUE INI-ITU SAMPE BUAT GUE JAUH DARI BEBY, HUH?"

NumbTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang