52|Numb

1.4K 123 11
                                    

🥀Happy Reading🥀

Nichols menghela napas pelan ketika masuk ke dalam ruang rawat inap Guin melihat Beby ketiduran di sofa ruangan itu. Sejak dua jam lalu setelah Guin pindah ke ruang rawat inap, pacarnya itu kukuh menemani Guin, katanya takut Guin kenapa-kenapa. Nichols sangat kesal melihat Beby yang sebaik itu pada Guin setelah dijahati berulang kali.

Seharusnya dia bisa pulang dan tidur di rumah bukan di sofa rumah sakit, kalau bukan karena Beby ada di sini, dia tidak akan bermalam di rumah sakit ini, apalagi menemani Guin. Malas sekali. Nichols masih dendam terhadapnya.

Nichols mendekat ke arah Beby, cowok itu berjongkok di samping Beby, mengusap rambut Beby, dan memberikan kecupan singkat di kening pacarnya itu. "Selamat malam, Kutub," ujarnya pelan nyaris berbisik, agar tidak mengganggu tidur Beby. "Mimpiin aku ya."

Nichols berdiri, ketika melihat ke ranjang Guin dia berdecih. Guin masih belum sadar akibat pengaruh dari obat bius. "Gara-gara lo, gue tidur di sofa!" kesal Nichols tanpa suara sambil menunjuk Guin.

Nichols beralih kembali pada Beby yang tertidur, tersenyum manis pada cewek itu, lalu perlahan-lahan keluar dari ruangan itu tanpa suara. Nichols ingin mencari makanan dulu di minimarket rumah sakit, dia sangat lapar tengah malam begini.

Saat Nichols keluar dari ruangan Guin, dokter berkacamata sudah berdiri di depan ruangan. Itu pasti dokter Brata, walaupun dia memakai masker, Nichols tetap mengenalinya karena kacamatanya yang khas. Ditambah lagi ada name-tag di jasnya. Mudah sekali mengenalinya. Dokter itu langsung menundukkan kepalanya ketika melihat Nichols keluar dari dalam sana.

"Eh, dokter Brata, mau ngecek Guin?" tanya Nichols ramah, tak lupa senyuman lebar di berikan pada dokter Guin itu.

Dokter Brata mengangguk-anggukan kepalanya, dia terus menunduk sejak tadi. Nichols mengernyit bingung, tidak biasanya. Mengedikkan bahunya acuh. "Silahkan kalau mau ngecek, saya mau pergi dulu," pamit Nichols, lalu melangkah pergi.

Dokter berkacamata itu segera memasuki ruangan Guin. Dokter itu berhenti melangkah ketika melewati sofa yang ditiduri Beby, dibalik maskernya dia tersenyum lebar pada Beby. Dokter berkacamata itu kembali melangkah mendekati Guin, dan mengeluarkan sesuatu dari dalam sakunya.

***

Nichols terus melangkahkan kakinya menjauhi ruangan rawat inap menuju minimarket yang berada di lantai satu rumah sakit. Ketika dia sedang menunggu lift untuk turun ke lantai bawah, dan pintu lift terbuka Nichols langsung melotot tak percaya dengan apa yang dilihatnya.

"Dokter Brata!" ucap Nichols terkejut, laki-laki itu memperhatikan dokter Brata dari atas sampai bawah. Benar-benar dokter Brata, hanya saja tidak menggunakan kacamata dan jas. Lalu yang tadi siapa? Apa setan? Tapi tadi kakinya menginjakkan tanah, Nichols sangat yakin.

"Hai, temen Guin," sapa dokter Brata, dia berjalan keluar dari lift.

"Dokter baru naik ke lantai ini? Kacamata dokter ke mana? Jas dokter ke mana?" tanya Nichols tanpa jeda. Dia harus memastikan. Dokter tadi manusia atau bukan.

Dokter Brata mengangguk. "Kenapa? Saya baru naik buat ambil kacamata saya yang baru. Tadi ketika saya taruh kacamata saya di ruang ganti, mendadak hilang, jas saya juga gak ada. Sepertinya terbawa oleh dokter lain," ujar dokter Brata menjelaskan.

"Sialan!" umpat Nichols dan berlari menuju ruangan Guin. Yang tadi dia temuin pasti bukan dokter Brata. Lalu siapa? Tidak mungkin makhluk astral, jelas-jelas tadi kakinya menginjak tanah. Entah itu makhluk astral atau bukan dia harus segera ke sana.

Brak

"GUIN!" teriak Nichols heboh saat sampai di dalam ruang rawat inap wanita itu. Teriakan itu mampu membangunkan Beby dan Guin juga Guin yang langsung sadar.

NumbTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang