Aasha membuka matanya perlahan, keningnya seolah-olah berdenyut sesaat ketika ia terbangun. Tidak terasa dia telah tidur terlalu lama hingga sinar mentari keesokan harinya, terpancar memasuki kamarnya.
Dalam kamar itu tidak ada siapapun, hanya Aasha seorang diri. Karena merasa tubuhnya baik-baik saja, Aasha bangkit dari ranjangnya sekedar mengisi kebosanan.
"Terlalu lama tidur membuat punggungku sakit," keluh Aasha sambil merenggangkan punggungnya. Menarik kedua tangannya ke atas untuk mengendorkan otot ototnya yang kaku.
"Kau bukan Aasha. Katakan siapa dirimu?"
Suara itu mengejutkan Aasha. Dengan cepat, ia menoleh ke belakang dan tidak mendapati siapapun.
Aasha mengernyitkan keningnya, "Apa aku berhalusinasi?" Gumamnya singkat.
"Mahluk luar. Jiwa yang tersesat."
Suara-suara situ kembali muncul, seolah-olah menggema di sekitar telinganya. Namun tidak ada seorangpun disekitar Aasha. Hanya ada ia seorang di kamarnya yang luas.
Aasha terfikir sesuatu. "Ini dunia fiksi. Apapun bisa terjadi. Apakah yang barusan itu sihir telekomunikasi? Siapa? Dimana?!"
"Mahluk bodoh. Mengapa tubuh wanita bermartabat harus dirasuki jiwa ceroboh sepertimu?"
Aasha menoleh ke arah gordon putih. Disana ia melihat bayangan seseorang duduk di pinggiran jendela yang terbuka.
"Apa maksudmu jiwa ceroboh? Apa kau baru saja mengejekku?" Aasha menaikkan suaranya sebab merasa tidak terima.
"Apa kau sudah menyadarinya?"
Bayangan di pinggir jendela seperti terbang pergi dan menghilang. Auranya mengelilingi langit-langit kamar, dan berbau seperti musim semi.
"Kau-! Siapa kau sebenarnya?!"
Tiba-tiba dedaunan kering dari luar berterbangan tertiup angin kencang memasuki kamar. Daun-daun orange itu memutar seperti tornado di depan Aasha, setelah itu membentuk sesosok mahluk yang berubah secara ajaib menjadi wanita.
Wanita itu berdiri tegap menatap Aasha dengan mata yang tajam, bulu mata lentik, dan telinga runcing hingga ke belakang. Bibirnya panjang hampir memenuhi pipi, tersenyum kecut menatap Aasha remeh.
"Yang harus bertanya adalah aku. Mengapa jiwa sepertimu bisa berada disini?"
Aasha membelalakkan matanya. Mulutnya hampir tidak dapat mengucap sepatah apapun saking terkejutnya.
Dia tidak menyangka sesuatu yang fiktif seperti ini terjadi di depan matanya sendiri. Selama ini dia hanya dapat membayangkan dari kata-kata, tapi kini, terpampang jelas di depan matanya, sihir alam semesta lain yang tidak dapat diartikan secara logis.
Wanita itu tidak berhenti menatap Aasha dengan raut kusam.
Aasha menjadi tidak nyaman dan sedikit takut. "Ke-Kenapa kau menatapku.. Apa yang kau inginkan.."
Jemari tangan runcingnya menyentuh sisi wajah Aasha hingga belakang telinga. Aasha tidak dapat bergerak, seolah-olah kakinya di rekatkan di lantai sehingga tidak dapat pergi kemana-mana dari wanita itu.
"Dewi mengatakan padaku takdir Aasha adalah mati beberapa hari yang lalu. Tapi kulit ini, terasa segar dan hidup."
Aasha mengigit bibir bawahnya ragu, 'Apa yang harus kulakukan setelah ini..'
"'Apa..'? Tentu saja kau harus menjawab siapa dirimu. Asal kau tahu, kehadiranmu telah merusak lingkaran takdir." Wanita itu berucap tegas di depan Aasha. Matanya berubah menjadi merah, dan suasana disekelilingnya panas seperti gurun dan dingin seperti badai salju.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rewrite Villain Love Story [SLOW UPDATE]
Historical FictionAlasan Pangeran berubah menjadi jahat, disebabkan karena tokoh sampingan yang tiba-tiba saja meninggal dunia di awal bab dimulai. Jezebel Reeve Leighton, telah jatuh hati dengan saudari kembar sang tokoh utama sejak kecil. Namun sayangnya, wanita ya...