Memikirkannya saja menimbulkan firasat aneh yang tumbuh dan sedikit menganggunya. Tapi dengan cepat Aasha menghilangkan seluruh beban di fikirannya, karena dia harus fokus menyelesaikan apa yang sudah dia mulai.
Dirinya berhenti di depan pintu kembar yang dibaliknya berada tempat perjamuan keluarga. Namun, sebelum pintu ini terbuka Aasha mengetuk jemarinya ke kursi dan dalam sekejap pelindung sihir dengan kekuatas dasyat menutupi seluruh kediaman, dan membuat waktu di dalam pelindung sihir menjadi terhenti.
Seluruh pelayan hingga tumbuhan berhenti bergerak layaknya patung namun masih dalam keadaan bernyawa.
Tatapan mata Melda nampak panik. Dirinya tidak bisa bergerak kecuali matanya. Dia dapat melirik, nona yang seharusnya lumpuh mendadak dapat menggerakkan kakinya bahkan berdiri dari kursi rodanya.
Seluruh tubuhnya mengalami getaran hebat dibalik lapisan yang membuat tubuhnya mematung. Hatinya menjerit ketakutan, seakan baru melihat mayat yang hidup kembali ketika Aasha menoleh dan menatap matanya.
Kedua mata mereka bertatapan. Bedanya kali ini, tatapan mata Aasha begitu dingin seperti ingin menghancurkan Melda dengan kedinginan tersebut. Sosok yang berbeda dari Aasha yang biasa Melda kenal. Bahkan bagi Melda, yang dihadapannya bukanlah nonanya melainkan monster musim dingin yang sesungguhnya.
Aasha melangkah mendekati pintu kembar tersebut yang segera hancur dihadapannya tanpa tersentuh. Sorot mata Aasha sedikit terkejut, melihat perempuan yang familiar dapat lolos dari sihir miliknya.
Dia terlihat sangat terkejut ketika Aaron dan Louis terjebak dalam sihir. Dan hampir tidak dapat bergerak ketika melihat seseorang dibalik pintu.
Iris mata biru yang mirip seperti milik Aaron terbuka lebar ketika melihat kedatangan Aasha. Rahangnya terbuka, tapi kesulitan untuk berucap sebegitu tersentak dirinya.
"Ternyata kau bisa lepas." ucap Aasha acuh.
"Aasha... Apa ini perbuatan... Mu? Semuanya?" langkahnya maju perlahan untuk memastikan.
"Selain aku, siapa memangnya?"
"Tidak mungkin." Kedua tangan Elise terkepal erat. Dia menatap Aasha lekat-lekat, kedua matanya sedikit berair di balik kelopak matanya.
Lalu dia berteriak, "Tidak mungkin Aasha!"
"Tidak mungkin– aku memiliki kekuatan artefak itu?" interupsi Aasha.
Elise sempat bungkam. Lebih tepatnya terkejut, mengapa Aasha mengetahui hal tersebut.
"Ya, Elise. Aku wadah paling tepat. Bukan kamu." ucap Aasha dengan tegas.
"Tidak..."
"Memang aku." balas Aasha kembali menegaskan.
Elise menatap kedua tangannya, gemercik sihir keluar dari tangannya. Hal yang membuat dia sangat senang awalnya, malah berbalik membuatnya frustasi karena ketidakadilan.
"Ayah melihatnya sendiri... Kekuatan ini muncul padaku, karena aku lebih kuat. Ayah bilang aku lebih mampu. Ayah bilang aku wadah terkuat yang pantas ditempati. Ayah bilang..."
Aasha mendekat dan menggenggam kedua tangan Elise, membuat sihir di tangan Elise lenyap berterbangan di udara bagaikan debu.
"Hilang..."
Elise begitu putus asa. Tanpa bersuara, dia menjatuhkan lututnya ke lantai. Masih menatap kedua tangannya yang kosong.
Aasha menekuk lututnya. Menyamakan dirinya dengan Elise. Meskipun dia tahu pengkhianatan apa yang dilakukan Elise, entah kenapa dia merasa mengerti alasan perbuatan Elise itu.
"Ayah bilang? Kau hanya terobsesi dengan segala semua pujiannya. Tapi Elise, laki-laki yang kau panggil sebagai ayah bukanlah orang baik,"
DEG. Elise menggeram, hatinya terasa panas karena tidak suka dengan perkataan Aasha barusan.
Aasha mengangkat tangannya, hendak menyentuh pundak Elise.
"Ayah itu–"
PLAK. Elise menampar tangan Aasha. Matanya menatap Aasha seperti kumparan api.
"Kau selalu mendapat segalanya dari ayah tanpa melakukan apapun, sementara aku harus berusaha keras untuk membuatnya melihatku. Apa sekarang kau sedang menghasutku untuk membenci ayah?" Rahangnya menegas. Dia melanjutkan bicaranya.
"Kau tau istilah paling tepat untuk dirimu saat ini? Munafik. Kau anak yang munafik dan kejam kepada takdirmu."
Mata penuh kebencian itu, serupa dengan deskripsi di dalam buku ketika Elise mulai bangkit dengan kedua kakinya sendiri ketika menjadi tokoh utamanya.
Dengan kata lain, Elise benar-benar menjadikan Aasha sebagai musuhnya.
Aasha menghela nafas perlahan. "Tidak ada harapan lagi." Dia berdiri dengan tegap, dan mengarahkan tangannya ke Elise lalu iris matanya berubah menjadi biru dan bersinar.
"Jika kau memang ingin menjadikanku musuh, maka terserah."
Kekuatan sihirnya menekan erat tubuh Elise sehingga ia tidak bisa bergerak. Berbeda dengan orang lainnya, Elise sempat memberontak. Karena tubuhnya tercipta dari artefak, dia masih memiliki sedikit kekuatan untuk melawan.
Tapi itu menjadi sia-sia. Karena Elise sekarang hanyalah wadah yang sudah tidak berguna, yang hanya sisa dari adonan yang telah matang.
"Aku hanya sempat berfikir untuk memaafkanmu karena mengira kita bisa bekerja sama. Tapi kau terlalu larut dalam obsesi kepada kasih sayang ayah."
Elise, "Yang salah adalah dirimu. Kau... Ingin menguasai segalanya kan?"
"Seharusnya kau beruntung! Ayah masih menerimamu walaupun sudah mengira kau adalah wadah tidak berguna! Tapi kau... Malah berkhianat!"
Sorot mata Aasha menurun ketika menatap Elise, "Siapa yang mengkhianati siapa?"
Elise terdiam. Dia sadar maksud ucapan itu, tapi tetap tidak bisa menerimanya dengan apa yang Aasha lakukan.
Aasha membentangkan tangannya, seluruh kekuatan dewi mengalir pada tubuhnya dan mengubah wujudnya seperti cahaya bulan biru. Seorang dewi muda yang memiliku ukiran keabadian di seluruh tubuhnya. Wujud mistis yang sudah disempurnakan.
Kekuatannya mengunci seluruh kediaman dalam genggamannya. Sesaat, ia melirik Elise yang menjadi saksi kekuataannya–untuk sementara.
"Elise, lihatlah orang jahat yang akan memperbaiki dunia ini."
Seorang dewi muda menggerakkan kekuatannya dengan rapalan atau doa yang dipanjatkan. Setelah seluruh kediaman dikunci, simbol keabadian di seluruh tubuhnya bersinar terang menandakan doa akan segera dimulai.
"Keluarga yang dipenuhi dosa tersembunyi, dan rahasia yang menyusahkan orang-orang tidak berdosa di sekitarnya.
Atas izin dewi dan segala kesaksian langit, hukuman di turunkan tanpa ditentukan batas penghabisan. Kematian sekali tidaklah hukuman yang tepat dan adil untuk seluruh arwah pendendam.
Oleh karena itu, seluruh keluarga Caliope akan merasakan bagaimana kematian dan pembalasan dendam pada malam hari di tiap tidur mereka, dan merasakan hidup kembali dengan kesedihan atas kematian salah satu putri mereka, lalu merasakan kembali pembalasan di malam hari."
Kedua tangan Aasha terkepal menyatu satu sama lain di depan uluh hatinya. Matanya terpejam beberapa saat, sebelum akhirnya dia berkata, "Amin."
Cahaya yang sangat besar terpancar dari tubuhnya hingga menerangi seluruh kediaman. Lalu, semua pun berubah.
Takut ngga nyaman kepanjangan jadi bagi 2 aja:)
KAMU SEDANG MEMBACA
Rewrite Villain Love Story [SLOW UPDATE]
Historical FictionAlasan Pangeran berubah menjadi jahat, disebabkan karena tokoh sampingan yang tiba-tiba saja meninggal dunia di awal bab dimulai. Jezebel Reeve Leighton, telah jatuh hati dengan saudari kembar sang tokoh utama sejak kecil. Namun sayangnya, wanita ya...