Aasha hanya memiliki waktu yang singkat, tapi jika dia melakukannya secara terburu-buru tidak akan berakhir menjadi ide yang bagus.
Tepat seusai ia menghabiskan waktu dengan Aaron selama setengah hari, Aasha segera meminta Melda untuk melakukan pekerjaan rahasia yaitu mencari tahu seluruh informasi mengenai Akademi Xeeland.
Meski belum dikatakan cukup lama mengenalnya, tapi Melda selalu tulus melakukan tugasnya di sisi Aasha. Bahkan gerak-gerik yang dikeluarkan, serta aura yang terpancarnya sangat baik. Aasha tidak memiliki alasan lain mengapa ia tidak bisa mempercayainya.
Selagi menunggu Melda kembali, Aasha berdiam diri di kamarnya hingga larut malam.
Dia memikirkan mimpi yang perlahan memperjelas. Kata-kata Scart menggema di dalam telinganya seperti gendang yang terpukul. Membuatnya merasa cemas dan juga terganggu.
Tidak lama kemudian, Ralphae datang. Dia menyilangkan kedua tangannya di dada, melayang di langit-langit sambil menunjukan raut wajah kusam dan marah.
Aasha meliriknya sekilas seusai memegangi kepalanya, "Apa yang kau lihat?"
"Jangan menyembunyikannya dariku. Apa sekarang kau sedang bekerja sama dengan Scart?" Ralphae bertanya, menahan nada menekan kepada Aasha untuk bersabar.
"Auh, Apa kau tidak tahu?" Tanya Aasha kebingungan.
Ralphae memutar bola matanya. Dia menghembus kasar sehingga membuat kertas-kertas di atas meja berterbangan, lalu berdiri menapakkan kedua kakinya di depan Aasha dengan posisi tangan yang belum berubah.
"Tentu saja. Roh itu menekan diriku di dalam sebuah kendi gelap ketika merasuki mimpimu. Apa dia berfikir aku tertidur disana? Tidak! Aku sepenuhnya sadar dalam kesesakkan itu!" Ucap Ralphae kencang, mengeluarkan separuh amarahnya.
Aasha memang tidak berniat untuk menjadikannya sebagai rahasia antara dirinya dan Scart. Tapi karena Ralphae sudah terlihat berapi-api dari tatapan matanya, Aasha memutuskan untuk menceritakan isi mimpi yang diketahuinya kepada Ralphae. Tidak bagus juga dia sebagai roh ikatannya tidak mengetahui apapun.
Mengira amarah Ralphae mereda, api di matanya semakin besar dan panas. Dia sangat marah kepada Aasha, namun juga membatasi besarnya aura kemarahan pada dirinya dari Aasha.
"Kota Dwert?! Pegunungan Dwent?! Apa dia berencana menuju pegunungan Reigra dan membawamu ikut campur?!"
Dengan wajah sedikit takut, Aasha bertanya ragu, "Apa maksudmu pegunungan Reigra..?"
"Tempat itu sangat berbahaya, karena dahulu pernah terjadi sebuah bencana dan membuat daerah itu dipenuhi keanehan. Tidak ada yang tahu apa saja yang berada di dalamnya, yang pasti untuk tidak ada manusia sepertimu yang dapat keluar dengan selamat dari tempat itu." Perjelas Ralphae tanpa melihat Aasha.
Dia terlihat jalan kesana kemari tanpa arah. Memasang wajah penuh berfikir sambil memainkan jari jemarinya dengan gelisah.
"Aku tidak membayangkan jika Scart juga tertarik mencari artefak itu.."
Ralphae tidak terlihat sengaja mengatakan hal itu. Namun gumamannya sangat jelas terdengar oleh Aasha.
"Artefak.. Apa itu artefak yang sama seperti yang kau inginkan?" Ucap Aasha, membuat Ralphae tersentak beberapa saat.
Reaksi yang dibuat Ralphae bisa diartikan pertanyaan Aasha barusan ada benarnya.
Akan tetapi, bukankah ekpresi Ralphae sangat bertolak belakang? Seharusnya dia terlihat senang karena takdir telah membuka jalur mudah untuk menemukan keinginannya, tapi sejak tadi wajahnya tidak jauh dari kata marah dan emosi. Seakan dia sangat tidak suka dan tidak setuju.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rewrite Villain Love Story [SLOW UPDATE]
Historical FictionAlasan Pangeran berubah menjadi jahat, disebabkan karena tokoh sampingan yang tiba-tiba saja meninggal dunia di awal bab dimulai. Jezebel Reeve Leighton, telah jatuh hati dengan saudari kembar sang tokoh utama sejak kecil. Namun sayangnya, wanita ya...