Hari itu tidak pernah bisa dilupakan dalam ingatan Aasha. Syarat terakhir untuk memiliki kekuatan artefak, tanggung jawab terbesar yang harus ditanggung Aasha sampai akhir usianya. Yaitu pembalasan dendam dari para arwah yang mati karena tidak adil.
Arwah yang sudah tidak berwujud, hingga halusi kematian tragis orang-orang tidak bersalah. Mereka meringis atas rasa sakit dan juga derita, terus mengelilingi alam bawah sadar Aasha tanpa henti.
Kekuatan pertama yang dimiliki Aasha setelah memiliki kekuatan artefak, adalah ia dapat mendengar suara keluhan arwah yang berkeliaran bebas serta memiliki wewenang dalam mengatur kematian seseorang secara bersyarat.
Dia juga memiliki kuasa kuat terhadap sihir di bumi, tanpa timbal balik dari ukuran sihir yang dia miliki. Seakan-akan sihir tersebut sudah menjadi haknya tiada perjanjian yang melekat.
Tetapi, tetap saja Aasha harus mengikuti beberapa aturan yang berlaku. Jika sekalipun ia melakukan kesalahan, maka konsekuensinya harus setimpal dengan apa yang di dapatkannya selama menjadi "Dewi Muda" tersebut.
Aasha tidak lagi terkejut ataupun heran, karena dia sudah menduga bahwa sebutan Dewi hanyalah sebutan munafik di dunia ini. Orang jahat, egois, dan bengis yang dipuja karena keyakinan yang buta manusia-manusia yang tidak juga berbeda.
Aasha juga menerima seluruh tanggung jawab ini bukan atas keinginan pribadi. Semua telah terjadi sebelum ia berada di dunia ini, sebuah bibit di tanam padanya yang kapan sama bisa meledak akibat pemicu. Lalu juga, Aasha tidak bisa menyia-nyiakan takdir sebuah wadah yang sempurna ini. Oleh karena itu ia segera melangkahi lebih dulu tanpa orang ketahu.
Sekarang Aasha harus mempertahankan kewarasannya. Leuric memang hanya terlihat seperti kupu-kupu menawan yang berterangan mengelilinginya, tapi seluruh perkataannya adalah dusta yang berusaha menghasut tuannya menuju jalan hitam.
Leuric terbang mengelilinginya beberapa kali, lalu ia meludahkan serbuk yang menjadi debu di udara di hadapan Aasha.
"Pakaian yang sangat jelek. Ketika kau menjadi Dewi utama nanti, kau akan memiliki pakaian berkilauan dan tongkat kekuasaan yang sangat panjang!" seru Leuric, menunjukkan seberapa panjang tongkat yang ia bicarakan dengan gerakan tangan.
Aasha mendesah ringan. Sikap tidak sopan seperti itu terasa familiar. Anehnya, kenapa selalu saja ia memiliki rekan spirit yang berpegang teguh egonya sendiri ketimbang belajar maknanya sopan santun.
Tapi Aasha sudah bersumpah tidak akan mempersalahkan hal itu lagi. Asalkan ia memiliki pegangan terkuatnya, mau seburuk apa pun sopan santun bawahannya dia tidak akan peduli lagi.
Jika melihat seberapa lama langit petang menjadi gelap secara perlahan, seharusnya waktu untuk perjamuan malam keluarga sudah tidak lama lagi. Terutama jika Melda yang selalu konsisten terhadap waktu untuk menjemputnya, tidak lama pintu pun terketuk sesuai dugaan Aasha.
"Putri, sudah waktunya." ucap Melda sambil membungkuk untuk memberi hormat setelah membuka pintu.
Aasha melirik kehadiran Melda dari sudut matanya. Kedua alisnya tertekuk merasakan sesuatu tidak nyaman dari kedatangan Melda. Begitu juga Leuric, dia mencengkeram erat pundak Aasha dan bersembunyi di balik rambutnya.
"Mahluk itu memiliki bau busuk yang menempel di dirinya."
Beruntung wujud Leuric tidak bisa dilihat atau di dengar makhluk lain tanpa perizinan Aasha. Karena setiap suku kata yang keluar dari mulutnya tidak lain hanya cacian dan ejekan secara spontan.
Meskipun begitu, perkataan Leuric selalu memiliki arti. Peri sepertinya dapat mengenal aura dari tingkat aroma. Dan jika aroma yang tercium darinya begitu busuk sampai menimbulkan kewaspadaan, bisa dicurigai aura jahat tersebut bukan hanya dari manusia biasa tapi juga,
"Ilmu hitam." gumam Aasha.
Leuric memikirkan hal yang sama. Meskipun terkadang ilmu hitam dianggap tidak sepadan dengan kekuatan dewi, tapi dengan tingkat yang cukup tinggi ilmu hitam bisa menyamai bahkan dapat menjadi musuh terbesar bagi kekuatan dewi, atau disebut ilmu sihir sempurna. Tapi itu hampir tidak mungkin, karena ilmu hitam yang memiliki frekuensi tinggi menyamai kekuatan dewi hanyalah mitos di dunia sihir.
Aasha mengerutkan keningnya. Ia menggerakkan kecil jarinya untuk mengeluarkan sedikit kekuatannya untuk menghilangkan aura jahat di sekitar Melda. Tetapi, setelah sihirnya menyentuh aura tersebut, terjadi sengatan listrik yang terpantul kembali ke Aasha dan mengenai lengannya. Spontan Aasha meringis perlahan sambil memegangi tangannya.
Melda yang tersadar segera mendekati Aasha dengan khawatir.
"Putri! Ada apa-"
"Jangan menyentuhku!" gertak Aasha. Matanya menatap Melda penuh peringatan, sehingga membuat perempuan itu ketakutan dan segera mundur beberapa langkah untuk menjauh.
Sengatan barusan hanya menimbulkan sedikit kemerahan di tangan Aasha. Meskipun sihir hitam di sekitar Melda menghilang, tapi itu terjadi secara mendadak, sehingga membuatnya terkejut dan tidak bisa mengatur amarahnya.
Pada akhirnya seorang pelayan yang tanpa sengaja lewat mengganti posisi Melda untuk membawa Aasha menuju perjamuan, sementara Melda tetap melaksanakan tugasnya dengan berdiri sedikit jauh dari Aasha. Sejujurnya jika itu masih Melda, Aasha tidak masalah, dia hanya terlarut dalam emosi sebelumnya. Tapi Melda malah mengambil keputusannya sendiri karena tidak ingin Aasha tidak nyaman kepadanya.
"Dia cukup kompeten sebagai pelayan," Aasha mendengar gumaman Leuric yang beterbangan di samping telinganya.
Aasha tidak merasa perkataan Leuric salah. Tetapi Aasha tidak mau mengambil risiko dengan mempercayai manusia karena sumpah lisan mereka. Karena langkah yang diambilnya sendiri memiliki risiko besar, sudah seharusnya dia mempercayai rekan yang terikat oleh sumpah mutlak dan menjanjikan.
Aasha berbicara tanpa menoleh ke arah Melda, "Melda. Apa kau menemui seseorang sebelum menghampiriku?"
Melda yang sempat termenung menjadi terkejut. "Sa-Saya, Putri?"
"Tidak ada yang khusus.. Ha-Hanya beberapa pelayan." ucap Melda dengan gugup.
Aasha menghela nafas pelan. "Katakan kepadaku dengan jelas." ucap Aasha, terdengar sedikit lelah karena berbicara dengan Melda.
"Pelayan dapur.. Pelayan yang bertugas di perkebunan.. Dan, pelayan tuan besar.. Lalu,"
"Langris?" Tidak mengherankan lagi. Aasha memang sudah curiga ketika kejadian Panah Kristal Putih yang merupakan sihir penyerang yang dimiliki pengguna sihir hitam.
Hanya saja, saat itu banyak kejadian yang terjadi sehingga Aasha tidak terlalu memikirkannya. Dan juga Aasha jarang bertemu Langris, sehingga tidak ada bukti lain yang bisa ia dapatkan jika Langris sungguhan memiliki ilmu sihir hitam.
Aasha memejamkan matanya, menarik nafas dalam-dalam dan fokus terhadap satu tumpuan kekuatan di dalam tubuhnya. Perlahan beberapa sihirnya mengalir mencari aura sihir hitam di seluruh kediaman. Tapi tidak ada satu pun yang dia dapatkan, jejak maupun bercak tidak terdeteksi bahkan dengan kekuatannya saat ini.
"Sebenarnya sekuat apa sihir itu sampai aku tidak bisa mendeteksinya sedikit pun," gumam Aasha dalam hati dengan penuh keraguan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rewrite Villain Love Story [SLOW UPDATE]
Historical FictionAlasan Pangeran berubah menjadi jahat, disebabkan karena tokoh sampingan yang tiba-tiba saja meninggal dunia di awal bab dimulai. Jezebel Reeve Leighton, telah jatuh hati dengan saudari kembar sang tokoh utama sejak kecil. Namun sayangnya, wanita ya...