Bab 35

1.2K 111 10
                                    

Suara tapak kuda yang bergemuruh tidak senada terdengar berjalan mendekat. Ralphae menoleh dengan tatapan waspada. Lirikan penuh ancaman itu membuat kelima pria serempak menghentikan kudanya.

"Hey! Aku merasa tidak yakin bisa membaur dengan gadis pemarah itu. Bagaimana jika kau meninggalkannya saja?" sarkas Allison. Perkataannya telah menarik emosi Ralphae yang mencengkam erat belati yang tertancap di samping saku celananya.

Aasha menggenggam tangan Ralphae. Helaan nafas letih terdengar dari mulutnya, "Kita sudah sepakat berkali-kali. Bisakah kau bekerja sama, sebentar?"

Ralphae menangkis tangan Aasha. Dia memutar kembali pandangannya dengan acuh. "Bau para pria itu membuatku mual. Penuh dengan dusta, khianat, juga hasrat yang menjijikan."

Pada akhirnya semua akan berjalan sulit. Entah apa yang dipikirkan Ralphae mengenai para pria, lebih baik untuk menjaganya tetap jauh dari kelima pria itu.

"Kami tumbuh di kehidupan yang buruk. Tolong maklumi itu." ucap Aasha membela keberadaan mereka, yang sebenarnya tidak perlu karena kelima orang itu juga tidak peduli atau bahkan tidak berniat mengasihani mereka.

"Ingat, kita berada di kelompok yang berbeda. Urusi saja nyawa kalian sendiri."

Seharusnya Putra Warren memiliki tutur kata yang berwibawa. Tapi tampaknya Maximus telah terkontaminasi kehidupan bebas tanpa aturan bersama di bawah Jezebel, sehingga perkataannya barusan malah terdengar dengan bajingan kasar yang semena-mena. Aasha turut mengasihani Shanena yang mengurus seluruh keegoisan kakaknya itu.

Perjalanan mereka berhenti di sebuah jalan memasuki hutan yang cukup gelap di dalam sana. Di sisi jalan terdapat kulit pohon kering tersender di bebatuan besar. Perhatian mereka terambil alih oleh tulisan merah tua di atasnya.

Maxios menuruni kudanya, mengambil kulit pohon tersebut untuk melihat kata-kata yang tertulis dengan jelas. 

"Gerbang XVX. Semut berbagai ukuran yang kelaparan mencari daging dan darah. Kurasa ini tempatnya." duganya sebelum memberikan kulit pohon mengering itu kepada Maximus.

Maximus mengernyitkan keningnya, "Sepertinya ada hunter yang baru saja menjelajahi jalan ini dengan selamat. Darahnya masih terang meskipun sudah kering."

Panthom melirik ke arah Allison, "Kau tidak mendengar sesuatu tentang ini?"

Allison, "Itu sangat wajar. Jalan ini sering dijelajahi para hunter, katanya karena  kematian di jalan ini sangat minim. Tetapi tetap saja, mereka semua tidak ada yang pernah selesai sampai tengah hutan."

Bagi Aasha pernyataan hunter seperti itu sangatlah gila. Untuk apa mereka berusaha memasuki hutan kematian seperti ini meskipun tahu kematian yang terjadi sedikit, mati tetaplah mati bukan berarti mereka tidak menjadi bagian dari minim tersebut.

Jezebel pun berbicara, "Perdagangan gelap telah membuat orang-orang itu tidak waras, hanya potongan getah saja mereka sampai tidak peduli akan kematian."

Ralphae melongo di belakang sana. Kedua tangan bertepuk tanpa suara sambil melirik Aasha sebelum memberikan jempol besar, "Suamimu bisa berkata bijak juga."

Bagaimanapun Jezebel juga seorang pangeran yang memiliki pendidikan tinggi terutama tata krama, meskipun tidak semua dia tunjukan di kehidupan sehari-hari.

Maxios kembali meletakkan kulit pohon itu di tempatnya, dan mereka kembali melanjutkan perjalanan dengan melintasi dua pohon besar di antara jalan memasuki hutan. 

Seperti melewati sebuah portal penuh dengan sihir berat. Hawa pernapasan yang kecil membuat mereka merasa sesak untuk bernapas. Lalu, beberapa orang dengan kekuatan spiritual juga akan merasakan tekanan untuk jiwa mereka. Seperti sihir di dalam hutan bertolak belakang dengan kekuatan spiritual mereka.

Rewrite Villain Love Story [SLOW UPDATE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang