Sudah beberapa jam berlalu ketika Aasha dan Jezebel melanjutkan perjalanan mereka.
Aasha mengira usai beristirahat semalam keadaan tubuhnya akan mulai membaik. Nyatanya, tidak ada perbaikan sedikitpun pada tubuhnya sehingga sesekali dia harus berhenti dan mulai berkultivasi untuk meringkankan rasa nyeri yang meradang pada tubuhnya.
NYUT! Denyutan yang terasa mengikis uluh hatinya kembali terjadi. Aasha meringkuk hingga menahan bobot tubuhnya dengan tangan lainnya di tanah.
"Se-bentar! Ukh, tolong beri aku... Istirahat..."
Jezebel membalikkan badannya, melirik Aasha yang berjongkok dan meringkuk kesakitan di belakangnya. Tanpa berkata apapun, Jezebel berjalan mendekati sebuah pohon yang sedikit lebih jauh dan bersandar disana.
Aasha menonggak dan melihat apa yang Jezebel lakukan. Orang itu bukannya pria pemarah seperti dalam novel? Dari sorot matanya sekarang seharusnya Jezebel sudah melihat Aasha sebagai cewe merepotkan. Tetapi sejak pagi pria itu tampak sabar menghadapinya.
Tidak tahu lah, Aasha tidak mau banyak berpikir. Sebaiknya dia segera memanfaatkan waktu ini sebelum Jezebel benar-benar akan meneriakinya. Siapa tahu diamnya selama ini sedang memendam seluruh amarahnya yang akan meledak kapan saja.
Pelindung sihir yang dibuat Aasha semakin tipis karena kekuatannya yang semakin melemah, bahkan saat ini untuk melakukan kultivasi sangat menyakitkan baginya. Sihir dalam ledakan itu seperti mengunci kekuatan suci artefak di dalam tubuhnya, sehingga sulit bagi Aasha untuk menggunakan kekuatannya.
"Jika terus seperti ini, aku hanya akan menjadi Aasha bertubuh lemah seperti dulu.."
Aasha terlalu memaksakan sisa sihirnya untuk mencari celah sihir asing yang bersemayam di tubuhnya. Sehingga akibatnya, sebagian organ dalamnya nyaris kehilangan fungsinya.
"AAKH!"
Tetesan darah berjatuhan menyentuh tanah, untuk yang kesekian kali usahanya gagal untuk melepaskan sihir asing itu.
Usaha Aasha tidak sepenuhnya sia-sia. Dia menjadi dapat mengenal sihir asing itu, beberapa diantaranya, sihir itu berasal dari artefak lain yang bertolak belakang tetapi tidak dapat membunuhnya.
Seperti halnya seorang anak puberitas yang jahil. Sihir itu akan memberi rasa sakit untuk menarik perhatian, lalu menghalangi sihir inti supaya dapat beradu curang dengan kekuatannya yang utuh.
Ucapan Leguine teringat oleh Aasha, "Sihir artefak melibatkan perjanjian dengan tumbal. Kurasa, seorang anak kecil bersemayam di sihir ini... Orang-orang jahat itu memang tidak punya hati!"
Dua buah telapak tangan mendadak menyentuh punggungnya. Sebelum Aasha sempat menoleh, suara Jezebel menggema di telinganya.
"Kau menutup titik vitalmu, aku tidak dapat menjangkaunya."
Aasha terkejut. Titik vital adalah saluran untuk menyalurkan sihir ke bagian organ utama. Untuk apa Jezebel berusaha meraihnya? Mengapa dia membantunya?
"Tunggu.. Ukh, apa yang kau lakukan? Aku bisa melakukannya sendiri.." lirih Aasha, dia tidak punya tenaga untuk mendorong Jezebel menjauhinya.
Jezebel mencengkram pundaknya untuk membuat Aasha terdiam.
"Lakukan saja."
Aasha tidak bisa menolak, saat ini kekuatannya melemah tidak bisa ditandingi milik Jezebel. Tetapi Aasha memiliki alasan lain untuk pertimbangan ini.
"Membuka titik vital sama saja membuka jati diriku sebagai Aasha. Meskipun inti sihir asli Aasha telah hancur, orang seteliti Jezebel pasti bisa membaca sepihannya."
Jezebel menepuk punggung Aasha ringan, "Apa yang kau tunggu? Apa kau ingin cepat mati?" sentaknya tidak sabaran.
Aasha memutar bola matanya malas. Dia mulai kembali fokus kepada titik pusatnya untuk membuka titik vitalnya secara perlahan-lahan, "Akan kubuka sedikit saja,"
Di belakang sana, Jezebel menarik napasnya dalam sebelum akhirnya memejamkan matanya dan fokus terhadap pengobatannya.
Alisnya berdenyut ketika sebuah aliran tidak kasat mata berputar pada inti sihirnya. Bibirnya sempat bergetar penuh keraguan, "Aku sedikit kurang yakin. Sudah lama aku tidak memakai sihir ini,"
Aasha tampak gelisah di depan sana sehingga berkeringat. Dia bisa merasakan kekuatan milik Jezebel mengalir pada tubuhnya. Kekuatan yang terasa tidak asing itu pasti hanya dimiliki satu orang dan Jezebel pasti belajar darinya. Entah apa jadinya ketika kekuatan itu dapat mengenai sihir perguruannya yang telah hancur di dalam tubuh Aasha.
Aasha hanya berharap itu tidak akan terjadi.
"Sudah kuduga, manusia sepertimu tidak akan memiliki inti sihir seperti ikatan roh untuk melindungi diri,"
Aasha mengerjapkan matanya terkejut, "Dia tidak merasakannya?"
"Tetapi kau malah terserang kekuatan dari artefak, ini menyedihkan." imbuh Jezebel, dia bangkit dari duduknya dan berdiri di hadapan Aasha dari kejauhan.
"Jangan khawatir, aku telah menutup jalur peradangan kekuatan artefak itu. Yah, memang anak nakal, sulit untuk berkompromi dengannya.."
Sesuai dugaan Aasha selama ini. Dia memang tidak merasakan sakit lagi, tetapi rasa kekuatan itu bersemanyam masih ada di dalam tubuhnya.
"Aneh. Jezebel bisa melakukannya dan aku tidak?"
Jezebel mengacak rambutnya kesal, "Kau tidak akan mengerti maksudmu. Intinya, aku memang tidak bisa menyembuhkannya, tetapi seseorang bisa jadi bersabarlah!"
Aasha melamun sehingga tidak sempat mendengarkan ucapan Jezebel yang lalu. Tidak tahu mengapa, ketika Aasha menoleh kepadanya Jezebel sudah membuang muka dengan telinga yang memerah gelap.
"Sepertinya dia memakai kekuatannya terlalu banyak.."
***
Sudah memasuki malam ke dua Jezebel dan Aasha beristirahat di hutan Reigra. Mereka melakukan hal yang tidak berbeda dari sebelumnya, mencari tanaman dan membangun perapian untuk beristirahat.
Jezebel terlihat sudah membiasakan dirinya, tidak dengan Aasha yang tidak bisa berhenti melamun sendiri.
Sebenarnya Jezebel sudah beberapa kali melihat Aasha yang tidak fokus itu. Tatapannya tampak kebingungan menatap jamur yang hampir terbakar.
Jezebel menggenggam tangan Aasha yang memegang tusuk jamur dan mengangkatnya ke atas menjauh dari api. Gerakan yang mendadak itu menyadarkan Aasha dari lamunannya.
"Jamur yang kita dapatkan terbatas. Jika ini hangus, maka tidak ada yang lain untukmu." tegur Jezebel.
Aasha tidak mengatakan apapun, wajahnya terlihat pucat dan tidak bersemangat, tatapan matanya juga seperti sedang memikirkan hal lain meskipun saat ini Jezebel telah berteriak padanya.
Melihat ekspresi Aasha yang seperti itu, entah mengapa memicu emosi Jezebel yang segera melempar tangan Aasha darinya. "Terserah kau saja!" cecarnya dengan acuhnya lalu berlalu menjauh.
Jezebel bersender pada dahan pohon dan menutup wajahnya dengan salah satu lengannya. Suasana hatinya semakin memburuk ketika ingatannya seakan memutarnya pada suatu waktu yang bersanding dari apa yang dia lihat barusan.
"Ekspresi itu.. Kenapa tidak ada bedanya dengan ekspresinya setiap aku menemuinya..?"
Jezebel berusaha untuk tidak memikirkan itu kembali. Tetapi keinginan batinnya memberontak sehingga amarahnya tersalurkan pada satu pukulan kuat menghantam dahan pohon, yang sedetik kemudian meninggalkan bekas retakan yang rapuh disana.
"Sangat menjijikan! Mengapa aku terus melihat Aasha di wajah penyihir itu?!"
*
Gess, sorry banget keterlambatan updatenya!
Salahkan pada sinyal yang buruk:( Jadi ngga bisa di lanjutin jadinya partnya pendek, huhu.
Tetap nantikan part selanjutnya yaa! 🌻
KAMU SEDANG MEMBACA
Rewrite Villain Love Story [SLOW UPDATE]
Historical FictionAlasan Pangeran berubah menjadi jahat, disebabkan karena tokoh sampingan yang tiba-tiba saja meninggal dunia di awal bab dimulai. Jezebel Reeve Leighton, telah jatuh hati dengan saudari kembar sang tokoh utama sejak kecil. Namun sayangnya, wanita ya...