Bab 34

1.4K 125 5
                                    

Jezebel masih tidak yakin. Dia merasa sangat familiar akan kedatangan perempuan itu. Tapi jika dilihat secara fisik, sudah jelas-jelas mereka berbeda.

Mata kecoklatan juga rambut pendek berwarna hitam. Tampak seperti berandal kecil yang tidak terurus.

"Wanitaku lebih cantik," gumam Jezebel yang terlepas dari mulutnya, sehingga seluruh orang pun mendengarnya.

Aasha mengerjap terkejut mendengar ucapan Jezebel. Sepertinya samaran dia berhasil, tapi apa memang Jezebel selalu terang-terangan memuji kecantikan tunangannyaa dimana-mana?

Sejenak Aasha merasa sedikit menyesal, "Maafkan aku, Jezebel. Aku berjanji setelah selesai aku akan mengembalikan Aasha-mu."

Bagaimanapun yang sekarang merasuki tubuh Aasha adalah jiwa lain. Dia tidak bisa mengakui dirinya sebagai Aasha sampai saat ini.

"Itu sudah jelas. Seorang penyihir jalanan bagaimana bisa disamakan?" Maximus menambahkan sambil menatap Aasha rendah.

Aasha memutar bola matanya malas, "Saya datang kemari bukan menerima cacian dari kalian."

"Lantas bergabung menuju hutan Reigra? Nona, sebaiknya anda mengurungkan niat itu sebelum anda siap untuk mati." Allison dengan mulut tajamnya berusaha mendorong Aasha semakin jauh. Keberadaannya saat ini benar-benar di remehkan.

Dan,  siap untuk mati? Aasha saja telah merasakan bagaimana perasaan diambang kematian hanya untuk mendapatkan kekuatan setara dengan dewi. Yang mereka katakan nyaris membuat Aasha ingin memberikan kutukan kepada mereka.

Tapi dia tidak boleh melawan apapun saat ini. Dia juga membutuhkan kekuatan fisik untuk memasuki hutan Reigra.

"Aku bisa merasakan ada dua pengguna ikatan roh disini." Aasha mengulurkan tangannya sambil tersenyum simpul, "Kalian bisa mencoba mengukur sebesar apa sihirku, lalu pertimbangkan,"

Disini, Aasha hanya berharap bukan Jezebel yang maju dan menyentuh sihirnya. Bukan waktu yang tepat untuk bertemu Scart, urusannya akan semakin panjang.

Ketika Jezebel hampir mendekat, Maximus menarik tangan Aasha dan merasakan sihirnya.

Aasha sengaja menunjukan sedikit sihirnya, setidaknya ukuran yang tidak lebih dan tidak kurang sebagai penyihir yang akan membasmi monster bermutasi.

Ketika Maximus berupaya merasakan kekuatan Aasha, sihir mereka terikat dan Aasha menemukan mahluk asing di dalamnya.

Pedang hitam yang telah dirasuki arwah kegelapan. Aeleu, senjata dewa perang yang telah membunuh puluhan tyran serakah.

"Ah... Aku membaca kehidupan lamamu,"

"Kau- bukan penyihir-"

Aasha hanya memberi ikatan sihir itu peringatan kecil untuk berpura-pura tidak melihat siapa dihadapannya. Sihir yang sempat melawan Aasha menjadi melemah, tetapi Maximus tidak akan menyadarinya.

Maximus melepaskan tangan Aasha, mengelap tangannya ke jubah miliknya sebelum menoleh ke arah Jezebel.

"Tidak buruk. Terlebih sihirnya stabil, kurasa bisa sedikit membantu." lapornya.

Jezebel menatap Aasha sesaat sebelum akhirnya mengangguk pelan. Dia begitu saja setuju hanya dengan beberapa alasan. Padahal sebelumnya dia terlihat sangat marah seakan benar-benar ingin membunuhnya.

"Kita akan berangkat subuh di gerbang. Siapkan kudamu sendiri. Kami tidak akan menunggu jika kau telat.."

Perkataannya sangat ketus dan tidak bersahabat, berbeda bagaimana dia memperlakukan Aasha setiap bertemu. Aasha tidak lupa dengan semua itu, sikap manja pria yang terlihat menyebalkan saat ini.

Ralphae mendekat dan berbisik, "Kau yakin itu calon suamimu? Dia terlihat seperti bajingan sekarang."

Aasha pun setuju dengan perkataan Ralphae. Rencana pertama untuk bergabung telah selesai, tapi sepertinya untuk perjalanan kedepannya tidak akan mudah. Ditambah mereka harus banyak bersabar terhadap pria-pria tukang meremehkan ini.

"Baiklah, kami akan per-"

"Siapa namamu tadi?" tanya Jezebel, menginterupsi dengan nada tidak bersahabat.

Aasha meliriknya malas, "Ash."

Jezebel menggeleng, "Mirip seperti nama tunanganku. Ganti saja."

Orang gila- sungguh, apa dia benar-benar selalu kurang ajar dihadapan orang yang baru ditemuinya? Amarah Aasha hampir habis. Apa harus dia akui saja dirinya Aasha untuk membuat pria itu kembali merengek dihadapannya?!

"Terserah saja bagaimana kau mau memanggilku." tak acuh Aasha, berjalan pergi bersama Ralphae yang mengikutinya dari belakang.

●●●

Hanya tinggal satu jam sebelum pergantian hari. Aasha baru mengetahui kekuatannya bisa menghidupkan kembali roh yang telah lama mati.

Karena ledakan sihir, Ralphae tanpa sengaja terkena sihir dasyat tersebut dan berubah menjadi manusia seperti saat kehidupannya.

Tapi menurut Leuric, kebangkitan yang dimiliki Ralphae dikarenakan dia memiliki dosa yang masih dapat ditoleransi atau karena seluruh dosa dikehidupan sebelumnya sudah ditebus sebagai ikatan roh.

Ralphae tidak menunjukan perasaan senang dan tidak senang ketika dihidupkan kembali. Diapun tidak berkutip ketika Leuric membicarakan tentang dosa di kehidupan sebelumnya.

Aasha merasa itu adalah privasi dia. Semua memiliki masa lalu kelam sendiri, dan beberapa dari mereka masih belum menerima secara ikhlas sehingga membangun penyakit pada diri mereka sendiri. Meminta mereka cerita karena rasa ingin tahu hanya akan menambah luka mereka. Dalam kondisi seperti ini memang cara terbaik supaya masa lalu di selesaiakan oleh orang itu sendiri.

Dan terakhir, ya, Ralphae sangat marah setelah mendengar Aasha dapat memiliki kekuatan artefak, dan segala kehidupan buruk keluarga Calíope yang menjadikan dirinya wadah.

Tapi, sampai saat ini Aasha masih tidak mengerti dendam apa yang dimiliki antara Ralphae dan Leuric. Mereka berada dalam artefak yang sama meskipun kedudukan mereka berbeda, mungkin percekcokan itu terjadi di dalam artefak?

Beralih ke topik selanjutnya, rencana mereka menuju hutan Reigra.

Aasha memberikan belati yang dia beli kepada Ralphae. Rupanya itu bukan sekedar belati biasa, tetapi kembar seirama. Karena di pangkal belatinya memiliki belahan yang bila di tarik kedua sisinya akan muncul belati lain yang membagi belati utuh.

"Meskipun aku tidak pernah belajar memakai belati, tetapi dahulu aku pernah mempelajari pedang selama 6 bulan. Jangan khawatirkan aku." ucap Ralphae.

Tidak buruk, setidaknya dia memiliki dasar memegang senjata.

Aasha akan tetap berperilaku seperti penyihir biasa dalam kekuatan yang cukup. Dan Leuric juga tetap menjadi peri artefak tersembunyi. Keberadaannya yang jelas pasti menganggu hutan Reigra dan seluruh penghuninya, alangkah baik Leuric tetap di sembunyikan.

Terakhir, Aasha harus menyiapkan pertemuan dengan salah satu tokoh misterius yang cukup ganjil kehadirannya.

Dia kesatria yang sempat berkhianat kepada tokoh utama pria dan dibuang ke hutan Reigra, namun beberapa saat kemudian dia menyelamatkan Elise yang hampir mati keracunan.

Margien Gama.

Dia tokoh yang cukup dipaksakan kehadirannya. Padahal sudah dibuang ke hutan Reigra, hutan berisi mahluk pembunuh, tapi bisa datang membawa bisa ular bermutasi sebagai penangkal racun Elise.

Sepertinya, dia bukan kesatria biasa. Atau bisa dibilang saat ini,

"Manusia penghuni hutan Reigra."

Rewrite Villain Love Story [SLOW UPDATE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang