Bab 25 : Mendamba Asa

2.2K 264 28
                                    

[Iya. Nanti aku kabari kalau sudah dapat balasan pesan dari Pak Ade. Soalnya hari ini orangnya libur]

Alis Mario bertaut. Sejak kapan Ganda punya nomor Pak Ade? Apa mungkin waktu ke rumah Pak Ade dulu dia sekalian minta nomornya? Tumben pinter. Dia bertanya sendiri di dalam hati, dan dijawabnya sendiri.

Mario baru sempat membaca balasan pesan Ganda agak siangan usai membereskan stok barang di gudang. Sengaja dia mengirim pesan melalui jalur pribadi, bukannya grup WhatsApp. Sebab, dia tidak ingin membuat Zainal khawatir, apalagi Ibnu yang mendamba drama itu. Kemudian, benaknya kembali tak keruan. Informasi di Warung Bu Sri mengingatkan bahwa nasibnya sendiri tidak lebih baik.

30 menit sebelum jam istirahat, Ganda mengiriminya pesan. Tempat janjian dengan Ade telah ditentukan. Di kantin basement.

Selepas menitipkan tokonya kepada Restu, Mario turun melalui tangga atm, kemudian berjalan lurus melewati parkir mobil. Sesampainya di kantin basement, cowok itu celingukan mendapati dengung obrolan memadati ruangan berbentuk persegi panjang.

Uap mi ayam terpilin bersama aroma lalapan dan asap rokok, menepak penciumannya. Perutnya mendadak keroncongan. Mulutnya kecut karena seharian belum merokok. Dia juga baru ingat tidak jadi sarapan di Warung Bu Sri karena gas habis.

Tampak Ganda melambai dari sisi dalam kantin. Cepat-cepat Mario melangkah setelah tahu Dirga juga ikut bergabung.

"Katanya nggak mau ikut?" cecar Mario sembari menepuk bahu Dirga, sebelum duduk di sebelahnya.

"Aku yang paksa," Ganda menukas.

"Oh." Mario terkekeh. "Aku pesan makan dulu, ya. Lapar." Dia menoleh ke Ade. "Pak Ade sudah makan?"

Ade yang sedang berpakaian bebas, menggeleng atas tawaran Mario. Dia menunjukkan rokok dan kopi hitamnya sebagai kode.

Begitu pesanan makanan datang, mereka nikmatinya sembari mengobrol ringan. Ade menyeruput kopi hitam dan menikmati sesi merokoknya. Ganda lah yang akhirnya membuka obrolan, menceritakan kembali kejadian yang menimpa Zainal dini hari tadi.

"Apa ada yang aneh dengan Zainal setelah kejadian?" Ade bertanya hati-hati.

Mario mempercepat kunyahannya sebelum membalas, "Ada."

Dirga menggeleng kecil, memberi kode supaya diam.

Namun, Mario tidak menggubris. "Zainal terlalu santai buat orang yang baru ketemu hantu yang menakutkan," keraguan singgah sebelum menyelesaikan kalimatnya. "Wojogeni, kan, namanya?"

Spontan, Ade menggeleng dan Dirga melebarkan bola matanya. Mario menyadari kesalahannya dan memberi kode tendangan kecil di bawah meja untuk Ganda supaya membantunya. Ganda tidak merespons.

"Wojogeni itu menarik, bukan menakutkan," Ade meralat. Dirga sepakat.

"Apa kalian tahu asal-usulnya?" Ade melemparkan pertanyaan.

Ketiganya menggeleng kompak.

"Nggak ada yang tahu asal usul makhluk itu. Tapi saya bisa pastikan, makhluk itu sakti. Dia bisa mengabulkan permintaan apa pun."

"Makhluk menyeramkan itu... eh, maksud saya makhluk menarik itu bisa mengabulkan permintaan?" tanya Ganda, lebih ke arah jeri daripada kagum.

Ade manggut-manggut.

Mengingat usia Ade belum setua Suyitno, besar kemungkinan dia belum pernah bertemu Wojogeni. Atau, sudah? Dirga membatin.

Karena penasaran, Dirga akhirnya buka suara, "Pak Ade sepertinya tahu banyak soal Wojogeni. Apa pernah bertemu dengannya?"

Rumah Tusuk SateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang