Bab 50 : Serasa Melandai

2.1K 217 34
                                    

RADAR PANJEN - Sebuah rumah di Jalan Bareng Tenes Gang IV A, Desa Puncak, Kecamatan Gadingasri, Kabupaten Cubluk, terbakar pada Senin 11 Oktober 2021.

Terbakarnya rumah tersebut terjadi sekitar pukul 18.30 WIB saat hujan deras turun di wilayah tersebut dan petir menyambar jaringan listrik yang memicu percikan api.

"Percikan api muncul setelah jaringan kabel listrik tersambar petir," kata Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Panjen, Wahyudi saat dikonfirmasi.

Wahyudi mengatakan, bangunan rumah warga yang terbakar memang cukup jauh dari sekitar sehingga api tidak sampai menjilat rumah di dekatnya.

"Kondisi rumahnya sendirian dan cukup jauh dari rumah tetangga sehingga hanya satu bangunan itu yang terbakar," sambungnya.

Dia menyebutkan, rumah yang terbakar adalah milik S (73 tahun) dan EJ (67 tahun), dihuni oleh 5 orang anak kos yaitu AD (23 tahun), IM (19 tahun), GA (25 tahun), MM (22 tahun), ZA (23 tahun), dan seorang tamu AM (62 tahun).

Untuk saat ini, para korban telah dilarikan ke rumah sakit. Lima orang meninggal dunia, dan tiga orang luka-luka serta masih dalam pemulihan.

"Kami juga berkoordinasi dengan Damkar, PLN, desa, RT/ RW, dan warga, serta mengevakuasi barang-barang yang masih bisa digunakan," pungkasnya.

***

Hari ketujuh setelah kejadian di rumah tusuk sate.

Enam hari Warung Bu Sri tutup dan baru buka hari ini. Itu pun karena banyak keluhan mampir ke WhatsApp, menanyakan kapan bisa makan mi lagi. Dasar kecanduan micin, begitulah balasan Sri di akhir pesan.

"Astagfirullah... eh, salah. Innalilahi wainailaihirojiun." Sejak tadi Sri mendadak religius. Kata-katanya sarat ayat quran. "Nggak nyangka Mas, kalau ada kejadian serem di gang ini." Dia menunjuk rumah tusuk sate melalui kaca warungnya. "Mas Tono sudah baca beritanya?"

Sengaja Sri memberi jeda supaya Tono―pelayan salah satu gerai makanan cepat saji yang beroperasional di mal, bertanya balik.

"Memangnya ada apa, Bu Sri?" tanya Tono sambil menyeruput kuah mi-nya. Pancingan Sri berhasil.

"Jadi, penghuni tetap di rumah kos itu ada tujuh orang. Yang selamat tiga. Yang meninggal lima."

Tono berpikir sejenak, berhitung dalam kepala. "Lha terus, yang satunya siapa?"

"Nah!"

Kedua ujung bibir Sri melengkung ke atas. Dia menggeser satu kursi paling dekat untuk mengobrol.

"Mungkin harusnya satu di antara tiga orang itu nggak selamat. Tapi karena waktu itu kebetulan ada tamu yang nggak bisa pulang karena hujan lebat, jadi kesialan itu pindah ke tamu tadi. Itu rumah sial," Sri melanjutkan perkataannya pelan.

"Rumah sial?"

"Sampean nggak tahu?"

"Saya kan bukan warga sini, Bu Sri."

"Benar juga." Sri tergelak dan menepak bahu Tono. "Selain sial, rumah itu juga angker. Bahkan sebelum pemilik yang meninggal kemarin itu tinggal, banyak cerita seram beredar. Tapi tambah seram setelah Pak Yit dan Bu Eti tinggal di situ. Soalnya, mereka nggak pernah diganggu. Kayak berteman sama penunggunya."

"Bisa jadi mereka satu komplotan," tebak Tono sambil menelan ludah.

Sri merinding. "Saya juga mikirnya begitu. Jangan-jangan, karena saking dekatnya, mereka mau menjadikan yang meninggal dunia itu temannya. Jadi penunggu rumah itu," bola matanya melebar. "Amit-amit jabang bayi."

Rumah Tusuk SateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang