Bab 37 : Jejak Tersingkap Setitik

1.9K 216 15
                                    

Gadingasri. Tahun 2020.

Sejak memperoleh informasi dari penunggu wit asem, Dirga mencoba menetap di satu kota.

Sepanjang hari sejauh benaknya merakit kemungkinan, dia teringat pesan Mbah Putri sebelum maut menjemput. Melalui suara terbata-bata, beliau memberi sedikit petunjuk untuk menemukan Sami. Mbah Putri berusaha mencari sepupunya itu melalui penerawangan gaib maupun fisik. Dia banyak menemui makhluk tak kasat mata, orang pintar, atau remah informasi yang mungkin bisa menuntunnya kepada satu kepastian. Mungkin, makhluk tak bernama itu mau melepaskan Sami dari belenggu jika bisa menemukannya.

Pindah dari kota Batu, Dirga mulai menata hidupnya di kota kedua di Jawa Timur. Dia berusaha menutup informasi mengenai keberadaannya yang mampu melihat sesuatu yang seharusnya tidak dilihat oleh orang-orang. Sampai akhirnya bertemu Ade yang mampu mencium gelagatnya ketika tak sengaja bersinggungan dengan kejadian mistis.

Bagi Ade, bertemu seseorang yang bisa melihat hantu seperti bertemu teman lama. Kejadian lain terjalin seolah mempertegas hubungannya. Kala itu, teman satu kantornya bernama Uki meminta bantuan Ade. Dirga turut datang. Ada penunggu loteng yang selalu mengganggu seisi rumah. Pengusiran genderuwo pun terjadi. Dua kejadian itu semakin menarik perhatian Ade. Terlebih, Dirga memiliki bakat lain selain bisa melihat makhluk tak kasat mata.

***

Bergerak di bidang pemeliharaan gedung, Dirga dipercaya memegang gudang. Sembari mencari jejak yang kian mengabur, dia sibuk menata barang operasional di rak dengan stock card menempel pada tiang penyangganya. Selama bekerja bersama Waras dan Aji, bagian pembelian dan juga administrasi, dia tidak menemui kesulitan.

Berada di gudang sendirian membuatnya sering terkejut. Sekelebat bayangan muncul. Sebabnya, gudang berada di ujung rubanah berpenerangan minim, berada dalam satu kawasan dengan ruang genset berpenghuni satu orang setiap pergantian sif.

Suatu kali, seorang cleaning service sedang membersihkan selasar ruang genset. Dia berteriak-teriak setelah Dirga tahu sekelebat bayangan berekor panjang melaju dengan cepat.

Dirga berlari mendatangi asal suara. Cleaning service yang selalu menyapanya ramah, meraung dengan napas ngos-ngosan. Pandangan nyalangnya menambah kengerian siang itu. Beruntung Ade sigap membubarkan kerumunan, dan segera membuka komunikasi.

Tak lama, kembang tujuh rupa dan rokok kretek terhidang. Petugas kebersihan yang kesurupan mengunyah suguhan dengan nikmat. Rokok tersulut. Dia lalu bersila, berkata dengan logat kasar sambil sudut bibirnya menjepit rokok, mengembuskan asapnya lewat hidung.

"Koen sopo (kamu siapa)?"

"Nami kulo (nama saya) Ade. Mbah, naminipun sinten (namanya siapa)?"

"Ojo ganggu aku. Mariki aku arep ngalih nang negoroku. Koen ngerti nang endi negoro-ku (Jangan ganggu saya. Sebentar lagi saya mau pulang ke dunia saya. Kamu tahu dunia saya ada di mana)?"

Ade menggeleng, ikut duduk bersila.

"Dunyo-mu iki nggak enek apa-apane tinimbang Negoro-ku. Emas kabeh bangunane. Opo ae iso mbok duweni nek koen nang Negoro-ku, kecuali rokok ambek kembang iki (Duniamu ini tidak ada apa-apanya dibanding duniaku. Bersalut emas semua. Apa pun bisa kamu miliki kalau kamu ke duniaku, kecuali rokok dan bunga ini)." Anak buahnya seperti sedang menghidu udara, memejam.

"Sae sedoyo nggih (bagus semua ya), Mbah?"

Dia mengangguk lambat, masih memejam.

Saat itulah, tangan Ade meraih dahi anak buahnya itu. Kemudian, segera menyuarakan rapalan sembari mengarahkan pandangannya kepada Dirga.

Rumah Tusuk SateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang