Keadaan yang gelap di dalam kamar biasanya membantu Dirga lelap, tetapi tidak malam ini. Pikirannya melayang, padahal fisiknya minta diistirahatkan. Begitu Dirga mengumpulkan keping-keping petunjuk yang berserakan, pusing menyerang.
Setelah pulang dan memeriksa keadaan Ibnu yang terlelap di kamarnya, Dirga kembali ke kamarnya sendiri dengan pikiran bercabang. Dia sedikit paham kenapa makhluk itu tidak seharusnya diusir, apalagi diundang kembali. Bagian terburuknya adalah sampai sekarang dia belum bisa mendeteksi keberadaannya lagi, selain informasi bahwa Zainal masuk rumah sakit karenanya.
Seraya menerka-nerka, penampakan Wojogeni yang terlihat berumur ribuan tahun terus mengikat perhatiannya. Terlebih aromanya. Aroma kesturi. Pernah sekali dia menghidu aroma itu di rumah sakit.
***
Dirga berjumpa Wojogeni untuk kedua kalinya di depan pintu pagar rumah kos, ketika gesekan antara daun mangga terdengar. Karena tidak berminat berurusan dengan makhluk tak kasat mata yang terus mengikutinya sedari rumah sakit, cepat-cepat dia membaca rapalan pengusir dari Mbah Putri.
Kulhu durhah.
Sato moro sato mati, janma moro janma mati, setan moro setan mati, buta moro buta mati, antu mara antu mati, iblis mara iblis mati. Ngaliho sing adoh nek kelakuanmu olo. Ojo ganggu aku, ojo ganggu konco-koncoku. Nek awakmu ora iso nulungi uripku, mending mangkato.
Nyingkriho sing adoh, rupamu olo. Ngaliho sing adoh, kelakuanmu olo.
Sekali ucap, dia berhasil mengusirnya.
Ketika itu, jarak mereka hanya sejengkal, dengan wajah menyeramkan karena bola matanya merah, rambut tergerai, serta tungkai panjang tak sempurna. Gerakan tangannya patah-patah seperti ingin menggaruk apa pun di hadapannya. Semuanya terasa janggal ketika diingat-ingat. Dirga merasa ngeri hanya dengan menatap, apalagi berada satu napas dengan makhluk itu. Dia tegas menolak.
***
Mundur ke beberapa jam sebelum Wojogeni mengikuti Dirga sampai ke rumah kos tusuk sate....
Malam itu Dirga pulang larut. Bersama Agus, mereka membesuk Sander yang dirawat di rumah sakit. Keduanya berangkat menggunakan sepeda motor Agus.
Tiba di rumah sakit, Dirga merasa ada yang aneh. Rumah sakit terlihat remang, bahkan dari tempat parkir. Berjalan melalui koridor yang temaram, awalnya Dirga merasa ada yang aneh dengan IGD yang terhubung langsung dengan bangunan utama. Tiba-tiba, sepasang mata melongok dari balik pintu kaca, sampai-sampai dia membuang pandangan karena saking terkejutnya. Hal itu disadari oleh Agus. Dia bertanya curiga. Dirga membalas dengan gelengan.
"Rumah sakitnya angker?" tanya Agus setelah beberapa kali menangkap basah pandangan janggal Dirga. "Kamu tadi ngapain balik ke kantor segala? Kan nggak terlalu ngeri kalau kita bareng sama yang lain?"
Dirga akhirnya menyerah, memandang Agus yang segera menelan ludah. "Ada yang ngikutin kita dari masuk rumah sakit sampai sekarang," terangnya, pelan.
Agus menyesal bertanya. Untuk menetralisir keadaan, dia mempercepat langkahnya mengikuti Dirga yang juga menambah kecepatan berjalannya.
Seketika Agus merapatkan jarak. Dia lalu mengarahkan pandangan ke kanan-kiri dengan manik mata awas. Agus mencoba menggerakkan lidahnya yang tiba-tiba kelu. "Nggak lucu kalau niatmu mau nakut-nakutin."
"Kamu yang nanya," balas Dirga tak mau disalahkan.
Selesai berkata seperti itu, Agus merinding. Selain celingukan, tidak ada hal lain yang bisa dilakukannya. Sepertinya, Dirga enggan menyimpan ketakutannya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rumah Tusuk Sate
Horror[Pemenang The Wattys 2023] Para penghuni menyebut satu rumah kos bertingkat yang berada di ujung jalan, dengan pohon mangga rindang berpenunggu dan pagar besi berderit sewaktu digeser sebagai Rumah Tusuk Sate. Ganda, Zainal, Ibnu, dan Mario mulai m...