Beberapa kali arwah Irul muncul dan membuat Dirga terkejut. Selain pucat, ketidakramahan juga melekat di wajahnya yang tirus. Terlebih saat Ade berselisih jalan dengan Irul. Dirga hanya bisa menebak, ada yang tidak beres dengan arwah yang masih berkeliaran di dunia. Mengira-ngira lebih jauh lagi, sepertinya Irul ingin kembali ke alamnya, tetapi tidak bisa. Atau, Ade sengaja membelenggunya? Mendadak Dirga merinding memikirkan kemungkinan itu.
Kini, di ruang tamu Ade, Dirga segera duduk setelah dipersilakan. Pemilik rumah pamit ke belakang untuk membuatkannya minum. Meski sungkan, Dirga merasa kesempatan meminta minum bisa digunakannya untuk memeriksa rumah Ade.
Baru saja Dirga berdiri dari tempat duduk, Irul langsung menjulurkan telunjuknya ke salah satu pintu di ruang tengah, sedikit jauh dari dapur. Meski bingung karena Irul seperti bisa menebak niatnya, mau tidak mau Dirga mengangguk dan melangkah cepat. Karena tidak bisa memprediksi apakah arwah itu benar-benar membantu atau malah menjebloskannya ke dalam masalah, Dirga berkeyakinan bahwa tidak ada salahnya memercayainya.
Ketika Dirga menempelkan tangan di pintu yang ditunjuk Irul, benda itu tidak terkunci. Dia mendorongnya, kemudian mengintip melalui celah. Suasananya temaram. Sedikit ragu, dia mendorong pintu lebih lebar dan melangkah masuk, membiarkan pintu terbuka untuk mempermudah melarikan diri jika dirasa perlu.
Begitu masuk, aroma wewangian langsung menusuk penciuman. Dirga memicing, memusatkan perhatian. Jantungnya berdentam.
Sebuah meja persembahan terlihat.
Dirga mendekat, memperhatikan satu persatu peralatan dan juga perlengkapan di atas meja. Matanya terkunci pada mangkuk berpasir. Bibirnya gemetar.
Kenapa ada foto Pak Suyitno dan Bu Eti di sini? Dirga membatin sembari meneliti foto lain. Foto Zainal juga?
***
Terdengar suara lirih dari arah dapur. "Pak Dirga, maaf. Gas saya kebetulan habis. Minum air putih saja nggak apa-apa?"
Tidak ada jawaban.
"Pak Dirga!" panggil Ade kembali seraya mengeraskan suaranya dari arah dapur.
Lagi-lagi, tidak ada balasan.
Sembari menekan dispenser air, Ade memanggil kembali nama Dirga. Namun, tidak ada sahutan. Akhirnya setelah gelas minum penuh, Ade tergesa kembali ke ruang tamu.
Dari arah dapur, betapa lega perasaan Ade ketika melihat Dirga masih ada di ruang tamu. Dirga menunduk sambil memandangi ponselnya.
Pantas saja, lagi main hp. Ade melangkah dengan tenang.
"Pantesan ditanya nggak menyahut. Ternyata lagi main hp, tho," kata Ade lantang dari arah dapur.
Dirga mendongak, menekan kegugupannya. "Maaf. Ada apa, Pak?"
"Gas saya kebetulan habis. Jadi saya cuma bisa kasih air putih saja. Nggak apa-apa, ya, Pak?"
"Ng―" Betapa terkejutnya Dirga menyadari pintu kamar yang dimasukinya tadi belum menutup sempurna. Mungkin karena terburu-buru, dia tidak memperhatikannya. Ya Tuhan, bodoh sekali. Apalagi kurang beberapa langkah Ade bisa melihatnya. Ketegangan kembali merambati benaknya.
Tiba-tiba, seperti ada angin yang mendorong dari dalam kamar, pintu itu menutup perlahan.
"Terima kasih," ucapnya dalam hati. Kemudian, Dirga membalas Ade dengan tenang. "Nggak apa-apa, Pak. Maaf, merepotkan."
"Sama sekali nggak merepotkan. Silakan diminum."
Dirga menerima uluran gelas dengan wajah sungkan. "Terima kasih."
KAMU SEDANG MEMBACA
Rumah Tusuk Sate
Terror[Pemenang The Wattys 2023] Para penghuni menyebut satu rumah kos bertingkat yang berada di ujung jalan, dengan pohon mangga rindang berpenunggu dan pagar besi berderit sewaktu digeser sebagai Rumah Tusuk Sate. Ganda, Zainal, Ibnu, dan Mario mulai m...