Bab 15 : Serumpun Seirama

2.7K 277 19
                                    

Jitak, tepak dan cubit mengenai lengan, pinggang, serta pantat Dirga. Sebagai pembuat onar, dia pantas mendapatkannya. Dirga hanya bisa menangkis sebelum kabur. Namun apes, Mario berhasil mencegah. Dia piting supaya Dirga tetap tinggal, sekaligus memicing supaya tidak melawan.

"Gabung sebentar sama anak-anak," paksa Mario.

"Aku mau istirahat." Dirga berusaha lepas. Tiga temannya yang lain memilih jadi penonton.

Mario berbisik guna menyudahi perlawanan Dirga, "Kalau nggak mau tenang, aku sebarkan fakta kalau kamu bisa lihat hantu," diakhiri kekehan.

Dirga mengendurkan perlawanan, menuruti keinginan Mario. Mereka duduk bersila dengan tenang. Diperhatikannya sekeliling, yang lain ikut bingung dengan pemandangan ganjil itu.

Setelah terkendali, Mario memberi kode kedipan kepada Ibnu untuk melanjutkan omongannya karena terpotong adegan melempar tas. "Intinya aku baru berani cerita soal hantu sekarang soalnya parno. Aku nggak bisa tidur, terus―"

"Bukannya ceritamu sudah ada di grup WhatsApp kapan hari?" potong Ganda. Zainal meletakkan jari telunjuknya di bibir. "Maaf," pungkas Ganda sungkan.

"Aku pengin pindah dari sini," lanjut Ibnu sambil menghela napas panjang. "Tapi nggak mungkin kalau lihat kondisi keuanganku. Kalian tahu sendiri aku masih di bawah garis kemiskinan."

"Kita cari solusi sama-sama supaya masalah ini bisa kelar," Ganda mencoba memberi penghiburan.

"Solusi apa? Jangan lama-lama, soalnya aku bisa gila."

Kecuali Ganda, semua orang melongo. "Intinya, kamu jadi pindah kos atau nggak? Mau kita bantu cari tempat kos baru yang lebih murah? Kalau aku, kemungkinan besar nggak pindah dulu. Aku mau beli hp. Mario juga nggak mungkin pindah soalnya bisnisnya lagi seret." Yang disebut namanya seperti terwakili. Dia mengangguk lambat. "Mungkin, Dirga atau Zainal mau ikut Ibnu pindah kos?"

Zainal lekas menggeleng. Tinggal Dirga yang belum menjawab. Karena merasa sudah dekat dengan petunjuk yang selama ini dikejarnya, otomatis pindah kos akan menghalangi niatnya untuk menyibak misteri yang erat kaitannya dengan permintaan terakhir Mbah Putri. Dirga ikut menggeleng.

"Atau, kalian mau dengar saranku dulu?" Zainal mengubah atensi kekecewaan Ibnu dan kesepakatan yang lain, berbalik kepadanya. "Ini mungkin terdengar ajaib, tapi bisa jadi jalan keluar."

"Memangnya apa saranmu?" Wajah Ibnu kini tampak pasrah.

Dengan gerakan telunjuk, Zainal meminta keempat temannya mendekat. Dia berkata lirih, "Aku ada kenalan. Mungkin, orangnya bisa bantu."

Mario menatap Dirga tajam. Pelan, telunjuk Dirga menempel pada pipi Mario dan mengembalikan tatapannya ke posisi semula.

"Paranormal?" Ibnu menebak.

"Dukun?" imbuh Ganda.

Dirga tidak berharap ada yang mengetahui kedoknya selain Mario, jadi dia memilih bertanya standar, "Siapa orangnya?"

Ujung bibir Mario melengkung ke atas seolah sedang menunggu kejutan diumumkan, dan hal itu membuat Dirga muak.

"Pak Ade," tandas Zainal.

"Supervisor Cleaning Service itu?" tanya Ganda dan Dirga kompak.

Sementara itu, Mario terlihat kecewa. "Aku kira kalian lagi ngomongin Dirga," tukasnya.

"Memangnya Dirga kenapa?" Ibnu sepertinya lebih tertarik mendengarkan perkataan Mario barusan.

"Dia juga bisa lihat hantu," ceplos Mario. "Kalian nggak tahu?"

Dirga mendengkus sembari beranjak. Dia sempat menginjak jempol kaki Mario sampai mengaduh untuk memberitahu keengganannya mengobrol lebih jauh. Dalam hati, dia ingin menunjukkan kepada Mario kalau perempuan berambut panjang itu masih ada di ambang pintu, di depan kamarnya. Akan tetapi, dia menahan diri karena tidak ingin kerepotan sendiri.

Rumah Tusuk SateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang