Bab 35 : Memulai Mengais Jejak

1.8K 230 15
                                    

Werungotok. Tahun 2016.

Sepenggal kisah Mbah Sami yang menghilang dan keinginan Dirga memenuhi permintaan Mbah Putri sebelum wafat, tak terbantahkan lagi pentingnya. Dia merasa tergerak mencarinya. Sayangnya, dia hanya mendapat remah-remah petunjuk yang dari catatan Mbah Putri yang tersebar, dan membawanya ke tempat-tempat yang tidak pernah dia duga sebelumnya. Titik-titik tertinggal itu seperti tersamarkan. Jejaknya mengabur seolah hujan pertama kali membilas tanah di musim kemarau.

Dalam lamunan, Dirga sempat berpikir kemungkinan Mbah Sami tersesat dan tak menemukan jalan pulang, meski raga tidak lagi ada di dunia ini dan kenangan atas keberadaannya menipis setiap harinya. Bahkan mungkin, tinggal Dirga yang mengingatnya. Pesan Mbah Putri tiba-tiba terngiang.

Jangan lupakan leluhur. Anak-cucu harus tahu keberadaan mereka, atau mereka akan terlunta-lunta di alam sana.

Sampai saat itu, Dirga masih penasaran dengan sosok dari dunia lain yang menjadi dalang di balik peristiwa nahas tersebut. Dia berjanji jika menemukannya, Dirga akan membuat perhitungan.

Perlahan tapi pasti, Dirga mencoba menjabarkan mimpi-mimpinya, termasuk melalui rapalan untuk memanggil penunggu suatu tempat. Dia rajut satu demi satu petunjuk yang membentang. Terutama, informasi yang tertinggal di sekitar lokasi bengawan, rumpun bambu, perihal ke arah mana makhluk itu pergi, dengan jejak yang semakin mengabur karena hilang bersama riak yang mengalir tenang.

"Setahu saya, dia pergi ke arah timur setelah mendapatkan tumbalnya. Mengikuti satu jejak baru yang disukainya menuju hutan, dan dijadikannya tempat pemujaan di daerah timur, dan tidak sampai menyeberang samudra. Ada yang pernah bicara mengenai satu gerbang yang sangat dirindukan olehnya untuk tinggal, tapi entah gerbang apa itu. Dia ingin membukanya dengan cara menumbalkan banyak nyawa―"

"Di mana itu?" potong Dirga kepada salah satu penunggu sungai yang tak pernah pergi dari tempat tersebut. Wewe Gombel dengan rambut gimbal dan dadanya yang membusung hampir menyentuh bibir sungai.

"Saya sudah bilang tidak tahu," balasnya geram karena omongannya dipotong.

"Tapi katamu tadi dia pergi ke arah timur?" tanya Dirga sekali lagi untuk memastikan.

Wewe Gombel itu menggangguk dan menghilang setelah merasa letih terlalu lama menampakkan diri. Bahkan, ketika dia hanya berniat mengintai keberadaan Dirga, dia harus menahan diri untuk tidak menyerang karena auranya bak teror. Terlalu biru.

"Terima kasih," balas Dirga, sesaat setelah Wewe Gombel itu menghilang.

Sejak mendapatkan secuil informasi itu, Dirga yakin untuk mencari keberadaan mahluk tersebut dan juga Mbah Sami. Apa mungkin dia ke Surabaya, Madura, Probolinggo, atau Malang.

Rumah Tusuk SateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang