Chapter 4

1.1K 97 120
                                    

Hello, sudut pandangnya mulai akuan ya, jadi menyesuaikan ^^ Happy reading:)

======

[Viola POV]

Pagi ini, memang sengaja aku datang pagi untuk ke kampus. Alasannya ya karena tidak mau telat lagi. Juga karena ada dosen pengganti hari ini. Aku penasaran, seperti apa dosen baruku ini.

Aku duduk di bangkuku, lalu menengok ke belakang untuk melihat Jihan. Ck, dasar Jihan. Dia sedang tertidur dengan kepala yang disandarkan pada meja. Usil, aku mengejutkannya.

"Jihan!" Jihan bangun lalu menatapku dengan tatapan horor. Aku hanya meringis dan menaikkan jari tengah dan telunjukku karena dia tidak terkejut sama sekali. Kemudian Jihan segera membetulkan rambutnya yang sedikit berantakan.

"Eh dosen baru!" pekik Cici salah satu cewek genit di kelasku. Yang lain memang genit semua. Pengecualian untukku dan Jihan. Memang Cici tidak menyukai aku ya karena alasannya aku kecentilan. Padahal, siapa di sini yang kecentilan?

Aku menatap pintu kelasku yang terbuka, dan betapa terkejutnya aku melihat wajah yang muncul di balik pintu itu. Aku menelan salivaku yang benar-benar susah kutelan saat ini. Dia, Bayu Ferdiansyah yang kini memakai pakaian formalnya. Menambah ketampanannya berkali-kali lipat.

"Vio! Itu kan pangeran lo," bisik Jihan di belakangku. Aku menatap sosok pria yang sudah membuatku terpesona lagi dua hari ini. Mata elangnya yang sangat kurindukan, yang membuatku tunduk padanya. Kini, mata itu... menatapku!! Tuhan kuatkan diriku untuk menatapnya balik.

Samar-samar, dia tersenyum kepadaku, hal ini membuatku tersenyum malu. Lalu terlihat dia meletakkan tasnya di meja. "Selamat pagi. Saya Bayu Ferdiansyah, dosen pengganti dari Mr. Dedi. Kalian bisa panggil saya Mr. Bayu."

Suaranya membuat dada ini sesak. Teringat kejadian masa lalu.

"Mr. Bayu yang tampan, udah punya pacar?" tanya Cici yang genitnya minta ampun. Aku yang mendengarnya hanya mendengus kesal. Tidak, aku tidak cemburu. Aku mendengus kesal menatap Cici yang begitu mencari perhatian dari Bayuku! Astaga, apa yang aku katakan barusan?

"Sudah," jawabnya yang mendapat respon kecewa dari 'mereka' dan juga aku.

Aku meringis saat mendengar jawaban dari Bayu. Begitu sakitkah luka masa laluku? Hingga saat ini pun aku masih dapat merasakan bagaimana sakitnya.

-

Kelas sudah selesai lima menit yang lalu. Kini, aku sudah terduduk di bawah pohon di halaman belakang kampus. Kepalaku yang terasa berat membuatku terus memejamkan mataku. Hal yang menjadi pikiranku adalah Bayu. Laki-laki yang pernah menyakitiku dan kini mulai menyakitiku lagi untuk kedua kalinya. Astaga, apa benar aku tidak bisa melupakannya? Lalu, apa benar bahwa dia masih bersama Novi?

"Viola, sendirian?"

Aku terkesiap mendengar suara itu. Aku tahu itu suara siapa, aku hanya bisa menunduk.

"Ya, seperti yang kamu lihat," kataku. Aku gugup setengah mati di tempat. Tidak terasa, aku memainkan jari-jariku karena, ya kalian tahu lah keadaan aku sekarang.

Bayu menyenderkan tubuhnya pada punggung bangku yang sama aku duduki. Lalu kulihat tangannya berada di belakang punggungku. Tepatnya bersandar pada punggung bangku ini.

"Kita bertemu lagi 'kan? Wahh, aku tidak menyangka, kamu menjadi mahasiswiku sekarang," ujar Bayu. Aku hanya tersenyum. Lalu aku memberanikan diri untuk menatapnya.

"Kamu masih sama Novi 'kan?" tanyaku. Astaga! Apa yang aku lakukan tadi, kenapa kata-kata itu muncul saja dari mulutku ini. Aduh, ini bahaya.

"Tidak. Aku sudah putus. Aku 'kan sudah pernah bilang sama kamu." Dia tampak tersenyum kepadaku, aku hanya menyipitkan mataku, bingung.

"Lalu kekasihmu siapa?" tanyaku lagi dengan kebodohanku. Aku menyesali semua perkataanku tadi.

"Aku belum mempunyai kekasih, tapi aku rasa aku akan memilikinya." Dia mengerlingkan matanya ke arahku. Dia masih saja genit.

Aku menyumpahkan diriku bahwa kata-kata ini akan membuat pipiku memanas lagi karena menahan malu. "Siapa?" tanyaku. Benarkan, dasar.

Dia tertawa pelan. "Reviola Natasha. Mungkin kalau dianya masih mau denganku," jawabnya dan sempat membuatku terkejut. Tidak. Ini bukan sebuah pernyataan. Ini hanya gurauan kami saja. Dan aku tidak akan menyimpannya ke hati.

"Aku, aku harus pulang."

Aku segera meninggalkan tempat ketika wajahku mulai memerah. Berlama-lama dekat dengannya tidak baik untuk kesehatan jantungku. Aku lebih menyayangi jantungku daripada dia. Astaga, hari ini sepertinya menjadi hari yang buruk bagiku.

-

Setelah memarkirkan mobil di apartemen, aku segera menaiki lift menuju lantai apartemenku. Setelah mendengar bunyi 'ting' barulah pintu lift ini terbuka. Saat langkah kakiku mulai mendekati pintu apartemen, tiba-tiba pandanganku menangkap sosok laki-laki yang selama ini berusaha untuk kujauhi. Pertanyaanku, mengapa dia bisa ada di sini? Dan, dari mana dia tahu soal apartemenku?

"Viola," panggilnya dengan suaranya yang khas.

"Kamu? Dari mana kamu tahu aku tinggal di sini?" tanyaku dengan tatapan tajam.

"Aku berkunjung ke rumah kamu, tetapi hanya ada Rezal. Dia yang memberitahuku soal tempat tinggalmu," jawabnya dengan senyum tipis.

Ternyata anak itu sangat menyebalkan. Kenapa dia memberikan alamat apartemen ini kepada orang yang tidak kusuka? Aku hanya dapat membuang nafas kasar, menatap malas kepada laki-laki di depanku. "Maaf, aku tidak menerima tamu."

Romi tersenyum tipis seraya mengangguk pelan. Tangannya yang semula tersembunyi di balik saku celananya dia keluarkan. "Baiklah. Semoga harimu menyenangkan, Viola."

"Ya. Pasti akan menyenangkan tanpamu," cletukku seraya menutup pintu. Mengacuhkan Romi yang tampak baik-baik saja tetapi aku yakin dia sangat kecewa padaku.

-

Aku membasuh wajahku, menghilangkan kelelahan yang tercetak jelas pada kantung mataku. Kemudian kembali ke dalam kamar dan mendapati ponselku berbunyi. Segera aku mengambil ponselku dan mengangkat telepon dari nomor yang tidak aku simpan.

"Hai, Viola."

Tubuhku membeku mendengar suara yang keluar dari ponselku. Suara itu, masih sangat familiar bagiku. Aku meneguk salivaku, berkedip beberapa kali karena suara itu terus memanggilku. "Iya?"

"Maaf aku membuatmu terkejut. Aku mendapatkan nomor ini dari data mahasiswi milikmu."

Aku tertawa masam. "Ah tidak. Tidak apa-apa, kok."

"Ya sudah, sebaiknya aku tutup teleponnya. Aku juga banyak sekali pekerjaan yang diberikan oleh Mr. Dedi. Sudah dulu ya, Viola. Selamat malam."

"Iya."

Astaga, ada apa denganku? Kenapa aku begitu pendiam seperti ini?

TBC

=====

Bagaimana dengan chapter ini? Ada typo, eyd, atau kata-kata yang sulit dimengerti beritakan ya. Minta kritik saran juga disini. Thanks ^^

See You next chapter ^^

Bonus mulmed Romi disanaa :D

Fascinated (Dalam Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang