Chapter 22

486 25 4
                                    

Chapter 22

Viola POV

Semilir angin malam membuatku bergidik. Dinginnya menusuk sampai ketulang. Malam ini masih seperti malam kemarin. Aku masih marah dengan Romi. Dia tidak pulang semenjak malam itu. Sudah dua hari ini aku tidur; makan; bekerja sendiri. Tanpa ada dia di sampingku.

Mama dan Papa hanya mengetahui kalau Romi lembur. Baguslah, jadi masalah ini tidak akan rumit. Selama Romi pergi, aku mendapat pelukan dan kehangatan dari Teddy Bear besar pemberian Rezal. Dialah yang membuatku dapat tertidur nyenyak.

"Halo Teddy, siap untuk menenangkanku malam ini?"

Aku membawanya ke tempat tidur. "Ouh Teddy kamu sangatlah empuk!" racauku setelah melempar diriku ke atas Teddy Bear ini. Memang benar-benar empuk.

Pikiranku masih menuju pada hal yang tidak-tidak yang di lakukan oleh Romi. Semenjak pesan terakhir itu, dia tidak mencoba menelfonku atau mengirim pesan untukku. Untuk menjelaskan maksud dari sms itu.

Ketukan pintu membuyarkan lamunanku, membuatku menengok pada arah pintu. "Siapa?" Tanpa aku izinkan, pintu itu terbuka sendiri dan memperlihatkan Rezal yang tengah tersenyum.

"Belum tidur?"

"Ya, seperti apa yang kamu lihat."

Rezal mendekatiku, dia duduk di tepi ranjang. "Jadi, ini pengganti Romi?" tanya Rezal seraya tertawa kecil. Sebenarnya bukan bertanya, tetapi lebih tepat ke mengejek.

Aku berdecak sebal, bangkit dari tidurku dan memilih duduk. "Kamu tidak merasa kasihan sama kakakmu ini?" Aku memasang wajah cemberut. Membuat Romi mengacak rambut kusutku. "Kamu ih, jahat!"

Terdengar dehaman dari Rezal, membuatku fokus menatapnya. Wajahnya juga berubah serius. "Aku tadi bertemu dengan Romi, dia bersama." Rezal berdeham sekali lagi. "Novi."

Mataku membulat sempurna, terdapat cubitan kecil pada hatiku sehingga terasa sakit. Mataku terasa panas sehingga pandanganku mengabur. "Sesakit inikah rasanya cemburu? Apa dia lupa denganku yang berstatus istrinya saat ini?" racauku. Kedua tanganku menangkup wajahku, menutupi tangisanku.

Aku merasakan tubuhku ditarik oleh Rezal dan masuk dalam pelukannya. "Ini, masalah dalam rumah tangga kak. Kakak harus tabah dalam menghadapinya. Berdoalah setiap sehabis sholat, semoga saja Romi hanya bercanda."

"Bercanda tidak akan semenyakitkan ini Rezal!"

Punggungku diusapnya dengan lembut, cukup menenangkan. "Jangan menangis, aku tidak pernah melihat kakak sesakit ini."

Isakanku melambat, mendongak menatap dagunya. "Lalu, setelah kamu bertemu dia. Bagaimana?"

"Maafkan aku kak, aku memukulnya. Karena, kamu tahu. Dia sama saja menyakitiku. Dua bogeman berhasil lah membuatnya berdarah."

Tanganku memukul dadanya, membuat dia terbatuk. "Kamu tahu? Pukulanmu sangatlah keras dan kasar. Satu pukulan saja sudah menyakitkan. Tanganmu ini, sekeras baja. Kalau dia kenapa-kenapa bagaimana?"

"Yang khawatir. Aku ingin memberinya rasa sakit yang sama kak."

"Dia 'kan kakak ipar kamu. Kamu belum tahu Romi yang sebenarnya."

Rezal terdiam, lalu dia berdeham. "Dia juga diam saja, tidak membalasku?"

"Terserah kamu lah."

Sebenarnya, apa yang ada di pikiran Romi? Sehingga dia menyakiti perasaanku yang sudah jatuh padanya? Dan kenapa pelariannya selalu gadis yang aku benci? Apa mereka memang ada hubungan sesuatu? Ataukah mereka diam-diam main di belakangku? Ah pikiran ini selalu menghantuiku.

Merasa lelah, aku tertidur di samping Rezal yang dengan segannya menemaniku tidur untuk malam ini. Dia mampu membuatku tenang walaupun hanya sementara. Bagaimanapun, dia adalah saudaraku. Dialah yang sudah sangat mengerti perasaanku. Bisa dikatakan, kita mempunyai satu hati yang sama.

-

Jariku memijit alis untuk entah keberapa kalinya. Yang aku rasakan saat ini adalah pusing, dengan membaca semua berkas-berkas yang aku tidak tahu. Walaupun tugasku hanya untuk menandatangani saja. tetapi, aku juga perlu membaca isi dari berkas ini. Siapa tahu ada yang salah. Bukannya aku tidak percaya dengan Gradi.

"Neng Revi, pusing?"

Panggilan apa lagi ini? Setelah Non, Ndhuk, Mba, Dhe, Bu, Nek sekalian kalau dia mau aku pukul.

"Hmm." Hanya itu jawabanku, masih dalam jari yang memijit alis.

"Mukanya datar gitu mba?"

Nah 'kan.

Terdengar derapan langkah mendekat, kini Gradi sudah berdiri di depan meja. "Sudah waktunya makan siang, mau ikut ke kantin?"

Pandanganku beralih pada laki-laki tiang listrik ini. Perutku juga lapar, aku tidak makan sejak tadi pagi, bahkan kemarin sore. Aku mengangguk, membereskan berkas-berkas sebelum mengekor pada Gradi.

Aku membenarkan blazerku lalu berjalan pelan keluar dari ruangan. "Di, udah nikah?"

Gradi menekan tombol lift sehingga pintu terbuka. "Belum." Lalu kami masuk dan berdiri santai di dalam. "Kenapa, neng Revi?"

"Aku kira sudah. Soalnya, aku ingin menanyakan soal rumah tangga. Lebih tepatnya—"

"Masalah rumah tangga?"

Aku menatap Gradi heran, lalu menggaruk tengkukku yang tidak gatal. Gradi tersenyum, dia bersender pada dinding lift dan menyimpan kedua tangannya dalma saku. "Aku, cukup mengerti masalah itu."

"Oh, ya?"

Gradi mengangguk. "Yakin saja, masalah itu akan membaik. Jika kalian sama-sama cinta, pasti akan kembali. Tetapi, terkadang kita harus waspada soal masalah rumah tangga. Bisa-bisa tandas di tengah jalan karena tidak ada yang peduli."

"Kamu sok tahu."

Terdengar suara tawa Gradi. "Aku cukup tahu, Reviola."

Denting bel berbunyi, kami sampai pada lantai satu. Kantin berada di ujung koridor pada lift ini. "Di, pesankan aku jus jeruk saja ya. Aku, sedang tidak lapar," ucapku disela-sela kami berjalan. Namun, suara perutku membuatku kejujuran bahwa aku sedang lapar.

"Sepertinya kamu lapar, Revi."

"Nasi goreng saja lah, telinga kamu pandai sekali ya?" Aku memilih tempat duduk. Setelah duduk, aku mengecek ponselku. Siapa tahu ada pesan dari operator. Dan benar saja, ada satu pesan dari... Romi.

Romi Devryan-Jerk-: Aku ingin bertemu denganmu. Nanti malam aku menjemputmu.

Bahkan, aku telah mengganti id contac nya.

Reviola Natasha-Mine-: Apa kamu lupa kita tinggal satu rumah? Kenapa harus menjemputku? Atau kamu mempunyai dua rumah? Aku tidak mau.

Aku mematikan ponselku, merasa kesal dengan semua perlakuan Romi. Dia, seperti bukan suamiku lagi.

-

TBC

Hai, selamat malam. Ini sangatlah pendek bukan? Wkk... Vomment please...

12 Juli 2015

Fascinated (Dalam Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang