Chapter 29

510 21 4
                                    

Chapter 29

Viola POV

==

Merasa pusing, aku terbangun dari tidurku. Mengerjap beberapa kali karena terasa berat aku membuka mata akibat menangis. Kulihat Romi sedang tertidur di sofa.

"Arion? Arion!" kesadaran membuatku mengulang kejadian tadi. Aku mulai menangis, merasakan sesaknya dadaku menerima kenyataan pahit ini.

Terusik dengan suara tangisku, Romi terbangun dan segera mendekatiku. Dia membawaku ke dalam pelukannya. Semakin kencang tangisanku saat aku merasakan detak jantungnya yang sepertinya sama denganku.

"Dimana dia Rom, aku ingin dia disini. Dia masih bayi, masih merah kulitnya. Kenapa hilang...." Suara serakku semakin parau.

"Polisi dan pihak rumah sakit sedang mencarinya, kamu yang sabar ya."

Aku tahu Romi sama terpukulnya dengan aku, tetapi dia menahan emosinya untuk menjagaku agar lebih tenang. Tetapi ini membuatku lebih sedih karena dia membohongiku.

Pintu terbuka tiba-tiba, memperlihatkan dua polisi yang bertugas mencari keberadaan Arion yang hilang. Aku melepas pelukan Romi, menatap intens pada dua pihak tersebut.

"Permisi, Anda adalah orang tua bayi Arion yang hilang saat kebarakan di ruang bayi?"

Aku mengangguk, tatapanku memaksa dua orang itu berbicara.

"Seperti ini, kami sudah menyelidiki semua cctv yang berhubungan dengan koridor dan ruangan bayi. Tetapi, kami sulit menemukan kejanggalan. Karena semua orang berlarian di sekitar sana. Tidak ada yang kami curigai di cctv tersebut. Sepertinya, pencuri bayi anda sangatlah waspada."

Benar-benar menelan kepahitan, jantungku kembali berdegup, kali ini lebih kencang. Aku tidak tahu harus menerima kenyataan ini dengan lapang dada atau bagaimana. Kehilangan anak pertamanya, yang baru lahir dua hari yang lalu, itu yang membuatku menangis saat ini.

"Jadi, kalian menyerah? Kalian menyerah mencari bayi yang masih merah hilang entah kemana? Kebakaran itu karena apa?" emosiku memuncak, tidak dapat aku tahan lagi akibat alasan sang pihak berwajib ini.

"Kebakaran ini karena kelalaian dari salah satu pengunjung rumah sakit, dia menaruh putung rokok dan tidak tahu bahwa api rokok itu membakar tirai. Kami sudah mengatasi pelaku, dia akan dipenjara."

Aku menarik nafas, menghentikan tangisanku. "Lalu, kenapa bayi saya saja yang hilang? Tidak untuk bayi yang lain?"

"Ibu, maaf kalau itu kami masih menyelidiki kasus tersebut. Apa mungkin kalian mempunyai musuh?"

Romi menenangkanku, dia kini yang angkat bicara. Aku lebih baik diam daripada emosiku yang tidak akan membuahkan hasil. "Tetapi, tidak ada korban 'kan Pak? Bayi-bayi yang lain adakah yang terluka? Oh iya, masalah musuh kami tidak mempunyainya."

"Tidak ada korban pada musibah tersebut, tetapi ada beberapa bayi yang harus ditangani lebih intens karena menghirup asap api. Jadi, kalian tidak mempunyai musuh. Lalu, siapa yang kalian curigai?"

Romi dan aku terdiam, kami sama-sama berpikir. Tetapi, pikiran kami sedang tidak berujung. Akibatnya, dua pihak tersebut berpamitan dan menunggu info dari kami.

Aku terbaring lesu, menangispun tidak akan mengembalikan bayiku yang hilang. Aku sempat bersumpah serapah terhadap si pencuri yang tidak tahu apa motifnya menculik bayiku. Apa untungnya untuk dia? Lalu, kenapa bayiku yang dia curi padahal ada puluhan bayi di ruangan tersebut. Lagipula, keranjang bayi Arion jauh dari pintu masuk.

Pikiranku masih tidak menentu. Aku masih mengenang Arion yang dalam dekapanku. Dua hari yang lalu dia baru lahir dan sekarang hilang entah kemana. Satu yang aku tahu dari Arion, tanda lahir di leher dan mata biru terangnya yang bercahaya. Seperti milik Vanya dan Papa. Setidaknya, aku sudah mengetahui satu bukti jika Arion ditemukan.

Fascinated (Dalam Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang