Chapter 30

416 20 2
                                    

Chapter 30

Viola POV

==

Sudah lebih dari satu bulan, Arion masih saja belum ditemukan. Aku takut bahwa dia tidak akan kembali. Dia bersama orang yang jahat atau baik? Semoga saja orang itu baik padanya, layaknya dia mengurus anaknya sendiri. Tetapi, kenapa orang itu tega menculik bayiku?

"Sudahlah Viola, jangan kamu menangis terus. Apa kamu tidak kasihan pada Vanya yang terusan menghiburmu sampai dia kelelahan seperti itu?"

Dia benar, memang aku terus-terusan menangis untuk ini. Dan Vanya dengan senang hati mau menghiburku walaupun hanya setitik harapan untuk aku bisa tersenyum.

Aku menatap wajah lucu milik Vanya, dengan muka lelah yang dia perlihatkan. "Baiklah, aku akan berhenti menangis."

"Jangan kamu pikirkan terus, kita masih bisa punya anak. Aku yakin, Arion akan dijaga baik-baik oleh orang tersebut."

"Iya jika masih bayi, kalau dia sudah besar lalu diperalat untuk mencari uang. Seperti pengemis, atau dicekok nikotin agar dia tertidur atau, atau—"

"Sssh, tidur saja ya. Kamu kelelahan." Romi memelukku, menenangkanku yang mulai tidak tentu arah untuk bicara.

Aku mengangguk, melepaskan diriku dari pelukan Romi dan tertidur di samping Vanya. Menarik selimut dan mengecup sekilas pipi Romi. "Aku tidur dulu ya, kamu juga tidur. Hujan seperti ini pasti nyaman untuk tidur."

Setelah Romi mengangguk, aku memejamkan mataku. Mendatangi alam bawah sadarku, aku harap bertemu Arion disana.

Satu-satunya harapanku.

--

Jihan: Datang ya di pesta pernikahan gue. Besok undangannya menyusul deh.

Viola: Congrats Jihan!

"Siapa yang kirim kamu pesan?"

Aku tersentak, suara berat Romi selalu membuatku terkjut disaat-saat seperti ini. "Jihan, kamu kira siapa?"

Romi ikut duduk di sampingku, menengok layar ponselku. "Dia mau nikah? Kapan?"

Beranjak dari dudukku, membuat Romi mengerutkan dahinya. "Undangannya menyusul. Oh iya, Vanya udah bangun belum? Aku masakin nasi goreng saja ya." Lalu aku berjalan menuju dapur.

"Aku ikut duduk kenapa kamu pergi? Jangan-jangan ada pesan lain dari laki-laki?"

Tidak aku jawab. Buat apa aku menjawab pertanyaan yang memang jawabannya tidak? Sibuk menyiapkan masakan, membuatku mengacuhkan Romi. Dia terus saja mengoceh dan membuat seisi dapur berisik. Apalagi saat dia mencari ponselku tidak ditemukannya, membuatnya seperti kebakaran rambut.

"Romi, kamu ini kenapa sih?" ucapku saat selesai menyelesaikan masakan.

Dia mendesah, menghempaskan tubuhnya di kursi makan. "Aku cemas kamu pesan-pesanan dengan laki-laki lain. Di umur kamu 'kan banyak laki-laki yang menggoda."

Tersenyum geli mendengar pernyataan dari Romi. "Kamu berhasil menghiburku, terimakasih sayang."

Seketika diam, Romi menatapku intens. "Akun sosial media kamu apa saja? Lalu foto-foto yang kamu unggah seperti apa? Postingan apa saja yang kamu unggah?"

Seketika itu juga aku menghentikan kegiatanku. Ini benar-benar berlebihan. Aku menarik nafas, lalu menatap Romi dalam-dalam. "Akun sosmed aku ya hanya twitter dan instagram. Memang kenapa? Kita juga sudah saling follow. Apa kamu tidak pernah membukanya? Ya ampun Romi, masalah ini di perpanjang?"

Fascinated (Dalam Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang