Chapter 21

528 27 10
                                    

Chapter 21

Viola POV

"Oh ayolah, kamu ini kenapa? Kamu sakit? Aku bingung. Apa aku perlu hubungin Rezal?" ucap Gradi padaku. Ya, aku ingin memanggilnya Gradi daripada nama itu yang membuatku kini menangis tanpa henti.

Aku hanya bisa menangis, menenggelamkan wajahku pada kedua telapak tanganku. Karena, aku sangat malu menangis di depan orang yang baru saja aku kenal. Melihat tiang listrik itu, membuat dadaku sesak.

Gradi berjalan menghampiriku, menyerahkan ponselku yang sedari tadi berbunyi. "Dari tadi bunyi terus, aku yakin ini penting."

Punggung tanganku menghapus air mataku, menahan suara isakanku agar tidak keluar. Setelah menatap layar ponsel, aku segera mengangkat panggilan itu. "Romi," ucapku dengan suara yang sedikit serak.

"Kamu menangis? Kamu kenapa?"

Saat aku melihat Gradi yang tengah duduk menatapku dengan tatapan kasihan, tiba-tiba saja aku ingin menangis lagi. Rasanya, tidak ada kemiripan tetapi nama yang tertera sangatlah sama. "Kamu, dimana?"

"Tenanglah, aku sudah berada di lobi."

Ya, aku tahu dia akan kemari menenangkanku walaupun aku belum memintanya. Dia akan meninggalkan pekerjaannya demi aku kalau mengingat aku sudah menangis. Punggungku bersandar pada sofa, ponsel masih setia menempel pada telinga kananku.

"Apa, itu suamimu?" tanya Gradi yang masih saja menatapku dengan kasihan. Bagaimana tidak, melihatku yang tiba-tiba menangis seperti anak kecil atau bisa dibilang dia takut aku kemasukan jin halus.

Aku mengangguk lemas. Tidak ingin menatapnya karena aku masih terisak walau air mataku sudah tidak menetes. Sepertinya habis.

Pintu ruangan terbuka lebar, menampakkan Romi yang tengah mengatur nafasnya. Dia mendekatiku dengan cepat, dan segera saja menarikku ke dalam pelukannya. Isakanku menjadi lagi. Memeluk erat tubuh yang selalu membuatku tenang akhir-akhir ini.

"Sssh, kamu kenapa?" Romi mengelus punggungku yang bergetar, membuatku sedikit lebih tenang. "Siapa, kamu?" aku yakin pertanyaan itu ditujukan pada Gradi.

"Oh, aku Bayu Gradista. Dia, menangis tiba-tiba di depanku. Aku saja tidak tahu kenapa, dia tidak mau menjawab," ucap Gradi yang seolah takut disalahkan.

Aku bisa merasakan detak jantung Romi yang menghentak di dadanya, juga tubuhnya yang mendadak kaku. Pasti dia tahu apa penyebabnya. "Sudah Viola, itu hanya nama. Kamu tidak perlu menangis kepada orang yang tidak tahu apa-apa," bisiknya.

"Tapi, kamu tahu 'kan? Kenangan itu datang begitu saja."

"Ya, aku tahu," ucap Romi. "Emm, Bayu, bisa kamu tinggalkan kami sebentar?"

Jangan panggil dia Bayu, aku mohon!

Terdapat keheningan. Lalu, suara Gradi terdengar. "Tetapi, jangan lama-lama karena pkerjaanku sangatlah menumpuk. Kamu tahu? Dia tidak dapat membantuku sama sekali, selain menandatangani."

"Aku bilang keluar!" bentak Romi.

"Itupun perintah Rezal. Oke-oke aku keluar."

Setelah mendengar pintu tertutup, Romi menegakkan badanku. Menatapku tajam seolah menyuruhku tidak mengingat orang itu.

"Dengar, dia tidak ada hubungannya dengan Bayu. Hanya nama Viola, nama. Kamu tidak perlu mempermasalahkannya."

Aku hanya diam, menunduk karena takut pada mata tajamnya.

Romi mendesah, dia menyenderkan punggungnya dengan paksa. "Sampai kapan kamu akan terus mengingatnya?" suara Romi terdengar parau. Apa, dia begitu sakit saat aku mengingat dia?

Fascinated (Dalam Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang