Chapter 31
Viola POV
==
Senyum masam terlihat dari raut wajah Romi. Dia menahan rasa sakit saat melihat pasangan suami istri yang tengah berucap janji. Aku mendekatinya, mengusap punggung tangannya dengan ibujariku.
"Kamu kenapa?" tanyaku seraya tersenyum.
Romi mengerjap, dia seperti melamun. "Melihat mereka, aku teringat janji suciku dulu padamu."
Aku tersentak, tidak akan terpikir bahwa Romi memikirkan hal ini. Aku memeluknya, merasakan tubuhnya menegang. "Memang ada apa dengan janjimu itu? Berjalan baik 'kan?"
"Aku pernah menyakitimu dulu," ucapnya lalu menunduk.
"Sudahlah, aku juga sering menyakitimu. Dalam hidup, jika tidak ada seperti ini bukan hidup namanya. Itulah cobaan yang diberikan oleh Tuhan untuk kita. Maka dari itu kita harus taat beribadah padaNya. Lima waktu jangan kita tinggalkan, akhiri dengan doa."
Romi tersenyum, dia menatapku dengan teduh. "Aku beruntung, mempunyai istri seperti kamu." Lalu, kecupan di keningku membuatku memejamkan mata sekejap.
Setelah kami memberi selamat kebahagiaan kepada Jihan, akhirnya kami pulang karena Romi mendadak ada meeting. Membuatku harus ikut dengannya.
"Aku naik taxi saja, nanti aku nunggu dimana?" tanyaku seraya memandangi wajah Romi yang tegas.
"Tidak. Kamu tunggu di ruanganku saja," jawabnya tanpa menengok ke arahku.
Aku hanya bisa mendengus kecil. Jika pikirannya sudah terpusat pada pekerjaan, aku pasti menjadi nomor dua. Sampai di kantor, Romi langsung saja masuk ke dalam kantor tanpa mengingatku yang masih di dalam mobil.
Membuka kenop pintu lalu berjalan pelan memasuki kantor suamiku. Dia sudah lama membangun perusahaan ini sendiri dan pastinya dengan bantuan Papa Faris.
"Permisi, ruangan Pak Romi sebelah mana ya?" tanyaku pada wanita penjaga lobi. Dia menatapku seperti mengintimidasi. Membuatku risih terhadap tatapannya.
"Lantai 16, lewat tangga darurat ya mba."
"Kenapa lewat tangga? 'Kan ada lift."
Wanita itu menunjukkan smirknya. "Lift tersebut khusus untuk pegawai, dan lift yang disana khusus untuk atasan."
Aku suami Romi. Lalu, posisiku disini apa? Apa aku harus menaiki tangga darurat? "Tapi, tidakkah bisa aku menaiki salah satu lift disana?"
"Tidak mba."
Aku memasang muka datar. "Lantai 16 itu tinggi, dan aku harus menaiki tangga darurat? Tidak. Apa kamu tidak tahu saya siapa?"
Wanita itu mengintimidasiku lagi, membuatku semakin menaikkan emosiku. "Ada perlu apa dengan Pak Romi?"
Ini orang, songong atau polos sih? "Saya, istri pak Romi. Dan saya ingin menuju ruangan Pak Romi secepatnya tanpa lewat tangga darurat!"
Jujur saja, aku malu untuk berbicara keras di depan pegawa Romi. Tetapi, dia membuatku kesal dan naik darah. Memang, tidak semua pegawa mengetahui bahwa Romi sudah menjadi Ayah.
"Saya tidak percaya."
"What the hell?" memang perkataan ini kurang sopan, tetapi lebih tidak sopan wanita yang membuatku seemosi ini.
Terpaksa aku menuju tangga darurat karena sangat marah kepada wanita yang sok cantik itu. Aku menaiki anak tangga demi anak tangga, saat satu lantai terlampaui, kakiku mulai pegal. Membuatku harus istirahat di salah satu anak tangga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fascinated (Dalam Revisi)
ChickLit[Completed] (Dalam Revisi) Cerita ini akan diedit ulang dengan bahasa, alur dan ejaan yang lebih baik. Mohon doanya agar cepat selesai dan bisa dinikmati 🙏 -- Cinta memang indah. Tapi, cinta tanpa kebahagiaan akan membuatmu berada di masa-masa suli...