Chapter 28

476 20 5
                                    

Chapter 28

Author POV

==

Keheningan di sudut koridor ini membuat kegelisahan melanda. Detak jarum jam yang terpasang di atas pintu seakan menghitung setiap nafasnya yang keluar. Suaranya menggema di koridor ini. Membuatnya semakin gelisah.

Di balik pintu bercat abu-abu itu, ada seseorang yang sedang berjuang. Berjuang untuk dirinya dan untuk orang yang menyayanginya. Semua disini menunggu. Menunggu untuk suara sang malaikat yang terlahir di dunia. Tetapi, sudah dua jam lamanya masih saja tidak terdengar suara itu.

"Sudah aku duga, di usianya yang muda pasti sulit!" keluh Romi yang marah dengan keadaan. Dia berdiri gelisah menatap pintu, mengintip secelah dari kaca yang tertutup tirai.

"Dia orangnya kuat. Aku yakin dia bisa melewatinya," ucap Rezal. Dia lebih tenang daripada Romi. Walaupun ada kekhawatiran yang tersirat di raut wajahnya.

Tangan mungil milik gadis kecil itu menggenggam tangan besar milik Romi. Gadis itu tersenyum, membuat Romi ikut tersenyum.

"Semua akan baik-baik saja kak. Vanya yakin," ucap Vanya dengan keyakinan. Anak kecil itu pintar, dia mampu menenangkan Romi yang sedang gelisah.

Romi membungkuk, mengacak rambut adik tirinya itu. "Makasih Nya."

"Kita duduk ya? Kasihan kakak dari tadi berdiri, tidak capek?"

"Lelah sih iya, ya sudah kita duduk."

Vanya tersenyum saat dia berhasil membujuk Romi untuk istirahat. Membawa Romi kepada kedua orang tua angkatnya. Juga kepada orang tua Viola yang sama-sama menunggu. Mereka semua disini memang masih menunggu.

Hingga suara tangisan yang ditunggu terdengar, membuat Romi menyunggingkan senyumnya. Dia mengucapkan syukur beberapa kali pada Allah.

"Aku bilang, semua akan baik-baik saja 'kan kak?" Vanya memeluk Romi yang sedang menangis terharu.

"Iya Nya, kamu adik kakak yang pinter."

Diseusianya, Vanya termasuk anak kecil yang pintar. Jarang sekali anak tiga tahun mampu membujuk seseorang untuk lebih tenang. Terkadang, anak-anak di usianya lebih banyak usil dan acuh.

"Mungkin, orang tua kamu memang pintar Nya. Mereka sayangnya berpulang lebih cepat. Tetapi, kamu sudah mempunyai keluarga baru Nya. Jadi, Vanya jangan pernah merasa bukan dari keluarga ini ya?" ucap Romi.

"Kalian adalah keluarga Vanya," ujar Vanya seraya meneteskan satu air matanya.

Romi mendekati dokter yang keluar, setelah memastikan boleh menjenguk. Romi memasuki ruangan itu dan menemui istrinya juga buah hatinya. Saat memasuki ruangan serba putih dan bersih itu, senyum Romi mengembang. Dia melihat buah hatinya yang sedang tertidur di samping Viola.

"Hello, babe."

Viola menoleh, dia tersenyum kepada Romi dan meneteskan air matanya. "Akhirnya, aku bisa melewati ini," ucapnya dengan suara yang parau.

Romi memeluk Viola, menciumi dahi dan puncak kepalanya. "You're strong. I know it."

"For our children, babe." Viola mencium pipi mulus anaknya. "Dia laki-laki. Kita beruntung mempunyai anak laki-laki pertama."

Romi seperti mendapat hadiah terbesar, senyumnya semakin lebar. "Oh ya? Dia tampan sepertiku."

Viola tertawa, dia menoel pipi anaknya. "Namanya siapa?"

"Arion Abigail Devryan. Bagaimana?"

Merasa nama yang bagus, Viola tersenyum. "Welcome Arion, you're my prince."

Fascinated (Dalam Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang