Chapter 33

376 20 1
                                    

Chapter 33

Viola POV

==

Teriknya matahari seperti membakar kulitku, terpaksa aku harus memakai taksi daripada ojek yang akan membuatku kepanasan. Hari ini, aku ingin membeli sesuatu untuk Romi karena di hari ini dia berulang tahun.

1 Juli.

Senyumku mengembang saat mengingat belakangan hari ini. Aku mengacuhkannya begitu saja, tidak tidur bersamanya, dan suka marah-marah. Dia mengira aku marah dan mudah sensitif karena sms dari si penculik tersebut. Tidak, aku tidak mempermasalahkan itu untuk ini. Walaupun aku masih ingin tahu siapa pengirim sms itu.

Taxi yang aku tumpangi berhenti di pelataran mall, lalu aku menyerahkan dua lembar uang untuk argo taxi. Aku keluar dan langsung saja menjelajahi gedung besar ini. Aku belum tahu kado apa yang cocok untuk Romi.

Dress putih selutut dengan stiletto putih yang aku pakai, membuat beberapa pasang mata melihatku tanpa berkedip. Aku akui dia terpesona padaku yang telah mempunyai satu anak. Mungkin yang mereka tahu aku masih, sendiri.

Karena tidak tahu harus membeli apa, akhirnya aku membeli kue tart kesukaan Romi dan membeli setelan jas berwarna abu-abu. Setelah itu, aku menyetop taxi dan kembali pulang. Karena, sebentar lagi Romi sudah pulang dari kantor.

Sampai dirumah, aku menyiapkan perayaan kecil-kecilan yang hanya dirayakan aku dan dia. Aku jadi ingat waktu dia membuat surprise di ulang tahunku yang ke duapuluh satu. Karena aku bukan orang yang romantis, jadi aku tidak dapat membuat yang seperti itu.

Aku membuka pintu utama saat bel menggema di seluruh sudut ruangan di rumahku. Saat pintu terbuka, tubuh Romi sudah berdiri di hadapanku. Aku menatap metanya yang menyiratkan kesedihan sekaligus kelelahan.

"Kamu kenapa? Sakit?" tanyaku saat dia menatapku dalam.

Dia menggeleng, namun segera dia menarik tubuhku hingga ke dalam dekapannya. "Jangan acuhkan aku terus Viola, aku tidak tahan dengan sikap dingin kamu."

Aku membalas pelukannya, mengelus punggungnya yang besar. "Kita masuk dulu ya?"

Setelah Romi mengangguk, aku menarik lembut tangan besar Romi. Membawanya ke dalam kamar yang sengaja sudah kumatikan lampunya. Dia terus menatapku, membuatku sedikit awkward.

"Sudah liatin akunya?" tanyaku saat sampai di depan pintu kamar. Lalu masuk lebih dulu daripada Romi.

Romi berdeham, dia mengalihkan pandangannya dariku dan langsung saja masuk kamar. "Viola, kenapa lampunya tidak dinyalakan seperti biasanya?"

Aku sudah menempatkan diri dimana meja dan kursi sudah aku hias sedemikian rupa. Saat Romi menyalakan lampu kamar, aku tersenyum ke arahnya. Dia sedikit terkejut dengan seisi kamar yang sudah bertaburan bunga dan dua kursi diantara meja bundar.

"Ini ... apaan Vio?" tanya Romi.

"Selamat ulang tahun, sayang. Maaf terlalu cewek ya?" Aku memeluknya, mencium kedua pipi bersihnya.

"Aku terkejut, tetapi terimakasih ya." Romi membalas kecupanku, lalu dia menarikku untuk duduk di kursi yang telah aku siapkan.

Aku memotong kue dan menyuapinya. "Maaf ya, akhir-akhir ini aku sering marah dan sensitif. Itu karena hari ini." Aku terkekeh, wajah Romi berubah serius. Terpaksa aku hentikan tawaku.

Dia mencengkeram tanganku, membuatku terpekik. Menarikku kasar dan menjatuhkanku ke atas tempat tidur. Smirk terbit dari bibirnya, membuatku susah menelan salivaku.

"Ap-apa-apaan ini Romi?" tanyaku dengan suara tercekat.

"Jadi, bagaimana kalau Arion punya adik?" senyumnya terbit, dia segera menciumku sehingga aku tidak dapat berkata apa-apa lagi.

Fascinated (Dalam Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang