Chapter 32

477 18 2
                                    

Chapter 32

Romi POV

==

Aku tidak pernah mengerti dengan sikap Viola yang terkadang aneh. Seperti sekarang, semenjak kami dari kafe bertemu Jihan dan Emre, dia menjadi lebih banyak diam dan marah-marah dengan tidak ada alasan yang jelas.

Sudah seringkali aku bertanya, tetapi jawabannya tetap. Dan jawaban itu tidak membuatku puas. Sikapnya benar-benar membuatku pusing. Pekerjaan di kantorku menjadi rumit hanya karena pikiranku tidak fokus.

terpaksa aku harus pulang dengan alasan aku mendadak sakit demam. Sebenarnya, aku tidak pernah sakit seperti itu jadi wajar jika Fery khawatir padaku. Dia langsung saja mengiyakan perintahku selama aku libur dua hari mendatang. Aku tidak ingin bekerja sebelum masalahku dengan istriku selesai.

Tidak akan bisa untukku, berlama-lama diacuhkan oleh Viola. Sudah dua minggu dari berkunjung ke kafe, dia selalu mengacuhkanku. Membuatku tidak dapat menahan rasa penasaran yang selama ini membuatku pusing.

Sampai pada mobil, segera aku melajukan mobilku dengan kecepatan sedang. Pikiranku terus tertuju pada Viola. Takut-takut masalah ini akan merusak hubungan kami. Aku tidak ingin kehilangan dia.

"Shit! Kenapa harus macet di situasi seperti ini!" kesalku saat mobilku terjebak macet. Kebiasaan buruk ibu kota.

Aku mengambil ponsel, melirik siapa yang tengah mengirim pesan. Mataku bergerak layaknya membaca dalam hati. Membuat tubuhku seketika menegang.

Unknown Number: Arion bersama denganku, dia baik-baik saja. Aku merawat dia layaknya anakku. Jadi, tidak usah khawatir dengan keadaan dan keberadaannya. Dia akan tumbuh dengan baik.

Segera aku menelfon nomor yang tidak aku kenal. Beberapa detik kemudian, suara operatorlah yang menjawab. Membuatku emosi dan sengaja memukul kemudi.

"Sebenarnya dia siapa, apa maunya? Ini benar-benar gila."

Saat suara klakson mobil di belakang menggema, aku tersadar dan segera melajukan mobilku. jalanan sudah tidak macet. Membuatku melajukan cepat dan ingin mengabarkannya pada Viola. Walaupun aku sudah tahu nanti apa yang terjadi, tetapi, dia itu ibunya.

Satu jam perjalanan, lumayan cepat. Menepikan mobiku di depan teras lalu masuk ke dalam rumah. Mencari keberadaan Viola yang biasanya pada jam segini dia sedang berada di ruang perpustakaan. Membaca buku-buku yang sudah dia beli.

Saat memasuki perpustakaan kecil milik Viola, aku melihat dia sedang duduk di belakang jendela. Dia mengetahui keberadaanku lalu aku melihat dia tersenyum.

"Pulang lebih awal?" tanya Viola, dia melepas kaca mata bacanya.

Aku mengangguk, menarik kursi di depannya lalu duduk. "Aku ingin membicarakan masalah belakangan ini."

Raut wajah Viola berubah, membuatku menaikkan alis. Dia menunduk seperti menahan malu. "Maaf soal sikapku belakangan ini, seperti anak kecil, ya?"

"Hampir. Tolong ceritakan padaku."

Viola menarik nafas dalam-dalam. Lalu, dia menatapku. "Aku tidak apa-apa, hanya saja aku sedang...," ucapannya terhenti. Lalu dia mengalihkan pandangannya dariku. "...Pms. Maaf ya?"

Aku mendesah lega, dia membuatku gila hanya karena dia pms. Masalah wanita yang tidak aku ketahui dengan paham. "Oh iya, lalu ada berita buruk atau baik buat kita aku tidak tahu."

"Apa?"

Membuang nafas dengan kasar, lalu aku mengambil ponsel yang berada dalam saku jas. Memberikannya pada Viola. Dengan hati-hati aku menyuruhnya membuka pesan terakhir dari nomor tidak di kenal.

Wajahnya berubah pucat pasi, dia menutup mulutnya solah tidak percaya. Aku lihat air bening menetes dari mata indahnya. Membuatku beranjak dari duduk dan beralih berdiri di belakangnya. Memeluknya dan menenangkannya. Aku tidak ingin dia sedih lagi, setelah aku tahu dia banyak tersenyum.

"Ini siapa? Siapa dia? Kenapa dia menginginkan anak kita Romi?" ucapnya dengan suara serak.

Aku kembali memeluk Viola, dia mengerung dalam dekapanku. "Aku tidak tahu, yang terpenting kita sudah tahu keberadaan Arion kalau dia baik-baik saja. Kita tidak perlu khawatir, setidaknya satu masalah hilang. Aku akan terus mencari lokasi nomor ini."

"Kita harus laporkan kepada polisi, semoga bisa dilacak.Walaupun kelihatannya dia baik, tetapi aku masih tidak rela dia mengasuh Arion. Aku ibunya Romi, aku ibunya bukan dia."

"Iya aku tahu sayang, biarkan ini menjadi urusan pihak yang berwajib ya?"

Viola hanya diam, dia larut dalam tangisnya. Aku menyuruhnya kembali ke dalam kamar dan istirahat. Tidak tega melihat dia menangis terus.

--

Unknown Number: Izinkan aku mengasuh anakmu.

Lagi-lagi nomor yang berbeda, dia sepertinya ingin sekali mengasuh Arion. Sehingga membuatku berpikir, kira-kira siapa dalang di balik semua ini. Kami memang tidak mempunyai musuh, jadi membuatku lebih sulit mengira siapa yang melakukan ini.

Novi, apakah gadis itu menculik Arion? Tetapi untuk apa? Dia tidak mungkin akan menjaga Arion dengan baik seperti kata penculik tersebut. Karena, dia seorang wanita malam. Dan imposible juga dia menculik Arion.

Hari cutiku masih tersisa satu hari, sehingga aku tidak perlu pusing untuk memikirkan pekerjaanku. Semua sudah ditangani oleh Feri. Aku merebahkan tubuhku di kasur, memandangi wajah tenang Viola yang sedang tertidur.

Semenjak dia mengetahui pesan yang dikirimkan kemarin, dia lebih banyak diam walaupun tidak mengacuhkanku. Hanya saja dia ingin menangis tetapi bukan di depanku. Aku benar-benar kasihan dengan hidupnya. Walaupun aku juga bisa merasakan bagaimana anakku hilang. Aku, sama sepertinya, masih belum merelakan.

"Selamat malam sayang, mimpi yang indah. Aku akan selalu di sampingmu." Aku memeluk Viola, mendesakkan kepalanya lebih dalam di dadaku. Dia seperti setengah sadar dan membalas pelukanku.

"Tidurlah Romi, ini sudah larut malam," lirihnya. Dia tidak membuka matanya. Membuatku ingin sekali mencium mata sipitnya itu.

Seketika itu juga, kantuk menyerangku dan aku mulai tertidur. Merasakan mimpi datang menghampiriku. Mimpi yang selalu aku alami setelah hilangnya Arion. Membuatku ingin sekali terbangun saat itu juga.

"Tolong, lepaskan anakku. Jangan kamu bawa dia," itu suaraku di dalam mimpi. Aku melihat seseorang membawa bayi Arion.

Wajahnya tidak aku kenali, dan ini yang membuatku kesal. "Dia akan bersamaku, karena kamu sudah bersamanya."

"Apa maksudmu? Tolong berikan anakku!"

"Kamu akan memilikinya jika dia sudah besar, temukan aku dan bawa dia kembali padamu. Jika kamu belum bisa menemukanku, jangan harap Arion akan kembali ke pangkuanmu."

Tubuhku menegang, seketika itu juga dia dan bayi Arion menghilang. Membuatku lari tidak tentu arah. Semua yang kau lihat hanyalah putih, menyilaukan. Nafasku terengah, lelah berlari yang aku rasa sudah sangat jauh.

Tersentak, aku terbangun dari tidurku. Mengusap peluh yang keluar dari ujung kepalaku. Aku berkeringat hanya dengan mimpi yang selalu menghampiriku. Kulihat jam di nakas menunjukkan pukul tujuh pagi.

"Hanya mimpi, dan aku selelah ini?" Aku sulit mengambil nafas, rasanya mimpi itu seperti benar-benar terjadi.

Aku menengok ke samping, Viola masih tertidur. Membuatku ingat bahwa aku ingin mencium kedua matanya yang indah. Dua kecupan mendarat di matanya yang tertutup, tetapi dia hanya membalasku dengan sebuah gerakan kecil.

Dia lucu.

"Viola, mungkin aku tahu siapa orang yang sudah mengambil Arion dari kita. Tapi, aku tidak ingin memberi tahumu. Biar waktu yang menjawab benar atau tidaknya dugaanku."

-

TBC

Penggalan. semoga membantu.

26 Juli 2015

Fascinated (Dalam Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang