25. Me So Afraid

266 27 5
                                    

Bersamamu seakan mencabut duri nestapa yang selalu menjadi benalu dalam hidupku

Bersamamu seakan mencabut duri nestapa yang selalu menjadi benalu dalam hidupku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Sore itu sebuah sedan hitam baru saja terparkir di perkarangan rumah Naya. Pengendara mobil itu pun segera bangkit keluar dari mobil dan berlari menuju rumah Naya. Dia adalah Hendra. Pria paruh baya itu berdiri di depan pintu untuk mengetuk pintu. Raut wajahnya begitu cemas setelah mendengar kabar jika Rizal baru saja keluar dari penjara karena telah mencoret-coret ruko dan fasilitas umum di jalanan.

"Naya! Buka pintunya, Naya!!" seru Hendra terus mengedor-gedor pintu.

Beberapa saat setelah ketukan keras itu, Naya datang dan membukakan pintu untuk Hendra. Baru saja Naya membukakan pintu, wanita itu langsung menampar pipi pria dihadapannya dengan sangat keras. Bahkan dilihat dari raut wajahnya, Naya benar-benar marah.

"Mau cari Rizal? Tapi lebih baik kamu pulang!" sergah Naya sebelum Hendra mengatakan maksud dan tujuannya datang. Tanpa bertanya pun, Naya sudah tahu alasan Hendra datang.

"Naya, aku minta maaf." mohon Hendra.

"Seharusnya setelah pulang dari rumah kamu, dia ke sini dan bukan malah ke tahanan! Berengsek kamu, ya!! Ayah macam apa kamu ini?!" tekan Naya terlihat emosi.

"Aku mau ketemu sama Rizal!" pinta Hendra.

Ucapan barusan berhasil membuat Naya menyunggingkan senyuman miring seraya mendecih pelan,  ia merasa lucu jika Hendra masih memiliki nyali kuat untuk bertemu anaknya di saat kondisinya sedang hancur karenanya.

"Sudah cukup kamu kirim dia ke rumah sakit jiwa selama 10 tahun, jangan sampai kamu buat dia masuk rumah sakit jiwa lagi! Gak semua anak punya mental yang kuat, Hendra!!" sungut Naya.

"Mana putraku!" sentak Hendra.

"Dia di kamar, jangan terlalu dekat, dia sedang rapuh. Aku beri kamu waktu kurang lima menit." ucap Naya akhirnya.

Wanita paruh baya itu lantas mengijinkan Hendra untuk masuk. Namun Hendra sedikit kesal dengan Naya yang memberinya waktu untuk bertemu dengan anaknya sendiri.

Karena Naya mengatakan jika Rizal ada di kamarnya, Hendra pun membuka pintu kamar tersebut. Dan di situ, Hendra mendapati Rizal yang sedang duduk termenung di dekat jendela dengan tatapan kosongnya. Remaja berusia 17 tahun itu membiarkan angin serta cahaya matahari sore mengarah ke wajah tampannya. Tatapan Rizal begitu dingin. Mirip sekali saat Hendra melihatnya di rumah sakit waktu itu.

"Rizal..." panggil Hendra.

Rizal menoleh saat namanya dipanggil. Dan ketika kepalanya berbalik, seketika Rizal melototkan matanya seakan–akan terkejut akan kehadiran ayahnya. Rizal bahkan menjatuhkan dirinya di kursi yang didudukinya tadi.

Melihat sikap Rizal yang begitu aneh, membuat Hendra khawatir dan langsung mendekati Rizal. Sedangkan Rizal memundurkan dirinya ke belakang seakan-akan tidak mau Hendra mendekatinya. Tatapannya pun begitu nyalang seperti seseorang yang melihat hantu dengan rupa yang sangat seram. Rizal saat itu bergidik ketakutan hingga dirinya bersembunyi di bawah meja belajar, kepanikan luar biasa mulai menjalar diseluruh pikirannya. Anxiety yang diidapnya mulai menunjukan gejala-gejalanya seperti serangan panik, debaran jantung lebih cepat dari kecepatan normal, juga keringat dingin yang bercucuran.

Detakan ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang