11. Can You Belive

307 40 1
                                    

Sulit menentukan keputusan saat hati berkata 'ya' namun logika berkata 'tidak'

Saat Rhesa masuk ke dalam kelas setelah berada di ruang konseling, ia langsung mendapat tatapan sinis dari semua teman kelasnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Saat Rhesa masuk ke dalam kelas setelah berada di ruang konseling, ia langsung mendapat tatapan sinis dari semua teman kelasnya. Bahkan di atas bangkunya sudah terdapat tulisan dan kata-kata kasar yang mengira Rhesa mencuri ponsel. Gadis itu mencoba untuk tidak menangis menanggapi kata-kata kasar yang ditujukan untuknya.

Tetapi, ketika Rhesa mencoba menahannya, ia memegangi dadanya yang tiba-tiba merasakan sakit. Bahkan jam yang melingkar di pergelangan tangannya terus berbunyi yang menandakan jantungnya tidak berdetak dengan stabil. Tekanannya terlalu tinggi yang membuatnya begitu setres hingga penyakitnya seketika kambuh.

Tangan kanannya memegangi dada tepat jantungnya berada, dan tangan satunya lagi terus saja meremat ujung meja seraya menahan rasa yang begitu menyakitkan, namun tidak ada orang yang memperdulikannya. Semua masih marah dengan Rhesa karena mengira telah mencuri ponsel.
         
"Udah, ya. Lo pikir kita bakal kasian sama lo?!" cibir Liza. 
         
"Pulang aja sana!! Ngapain susah-susah sekolah!" Sahut Hera.
        
"Alasan! Kalo gak niat sekolah, pulang aja!" Jihan ikut menghujat.

Hera, gadis itu tiba-tiba berdiri tepat dihadapan Rhesa sambil melayangkan tatapan sinis, bahkan kedua tangannya dilipat di depan dada.

"Oh, jangan-jangan lo curi ponsel itu buat biaya pengobatan, ya?" sindir Hera, mengetahui biaya pengobatan penyakit jantung memang tidak sedikit. "Kenapa gak buka donasi aja? Kan lebih bagus, jadi gak harus nyuri dan dipermaluin." Hera masih menghujat.

Hujatan tadi membuat temannya tertawa. Dilihat dari cara mereka saling tos tangan, jelas sekali jika ada kepuasan tersendiri karena rencananya berhasil.

Tapi ini keterlaluan.

Rhesa mencoba menahan akan segala hujatan yang diberikannya. Dengan rasa sakit, rasanya ingin menangis karena tidak ada yang peduli dengannya. Kecuali Rizal yang baru saja mendekati Rhesa, ia memang sudah menduga jika hal buruk akan terjadi. Sungguh rasanya sudah sangat muak dengan kelakuan teman kelasnya.
         
"Rhesa? Lo gak pa-pa?" tanya Rizal.
        
"Eh, Rizal, jangan bilang kalo lo suka sama maling itu," sindir Jihan.
         
"Berengsek! Gue bukan sampah kaya kalian yang punya mata, tapi gak berguna!" sarkas Rizal.
       
"Apa? Maksud lo apa?!" tanya Jihan tidak mengerti.
         
Rizal tidak mempedulikan pertanyaan Jihan tadi, ia yang melihat Rhesa tiba-tiba pingsan membuatnya saat itu panik dan langsung menggendong tubuh Rhesa menuju UKS. Pria itu seakan tidak peduli bagaimana tanggapan teman-teman kelasnya saat membopong tubuh Rhesa keluar dari kelas.

Sesampainya mereka di Unit Kesehatan Sekolah, pria itu membaringkan Rhesa di atas ranjang secara perlahan, gadis itu masih belum sadarkan diri. Beberapa saat setelah Rhesa dibaringkan, seorang anggota PMR datang untuk melihat kondisi yang terjadi. Namun bukannya memeriksa, gadis itu malah menyarankan Rhesa untuk dirujuk ke rumah sakit.
   
"Kalo Rhesa kayak gini, gue nyaranin dia dibawa ke rumah sakit saja," usul Bela, si anggota PMR.

Detakan ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang