17. Help

281 37 2
                                    

Bukan balas dendam, hanya karma yang disengaja

Langit di bulan mei pagi itu terlihat cerah, dimana semua siswa dari semua jenjang sekolah berangkat ke sekolahanya untuk menempuh pendidikannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Langit di bulan mei pagi itu terlihat cerah, dimana semua siswa dari semua jenjang sekolah berangkat ke sekolahanya untuk menempuh pendidikannya. Pagi itu Rhesa baru saja melewati gerbang sekolah, ia berjalan dengan pandangannya menatap ke depan untuk menatap siswa-siswi sebayanya sedang sama-sama hendak memasuki kelas. Tidak terkecuali ketika sebuah motor sport milik Gasta baru saja terparkir, ia tidak sendiri karena di belakangnya ada siswi yang duduk di boncengan motornya. Gadis itu adalah Liza.

Rhesa tetap memperhatikan kedua orang itu, dimana mereka berinteraksi seakan mereka dekat, akrab sekali dengan tawaan yang tersirat di wajah keduanya. Rhesa pikir mereka memang berpacaran, ia saat itu kembali teringat dengan buket (yang Rizal buang di sungai) yang Gasta berikan kemarin sore. Rhesa mulai berpikir negatif jika Liza tau kemarin Gasta memberikannya bunga, ia khawatir jika nanti Liza dan teman-temannya akan merundungnya lagi karena hal itu sering terjadi di filem-filem yang pernah Rhesa tonton.

Lupakan tentang Liza ataupun Gasta! Ia memutuskan untuk mempercepat langkahnya menuju kelas sebelum bel masuk berbunyi.

Pelajaran berlangsung sekitar empat jam sebelum akhirnya bel istirahat berbunyi. Saat itu Diki sebagai guru Sejarah Indonesia mengucapkan salam penutup sebelum mengakhiri pelajarannya. Sebelum Diki keluar dari kelas, beliau teringat dengan pesan yang disampaikan oleh rekan kerjanya, Adnan. Pria yang usianya sudah setengah abad itu lantas berjalan mendekat ke arah bangku Rizal yang ada di pojok belakang dekat jendela.

"Oh iya, Rizal. Bapak dapet amanah dari pak Adnan. Kamu disuruh nemuin Pak Adnan di mejanya. Beliau sepertinya mau membahas lomba renang antar sekolah itu." kata Diki.

"Hmm, baik pak." balas Rizal disertai anggukan.

Diki kemudian pergi meninggalkan kelas setelah memberi informasi untuk Rizal. Rizal pun sama, ia beranjak dari duduknya dan pergi meninggalkan kelasnya untuk menemui Adnan seperti yang dikatakan tadi.

Di saat yang bersamaan tepatnya di luar kelas, Liza, Hera, Jihan, Dan Maura sedang berdiri seperti sedang memantau situasi. Mereka sejenak menatap Rizal yang baru saja keluar dari kelas, setelah Rizal lenyap dari pandangan keempat gadis tadi, Hera menggerakan kepalanya mengisyaratkan teman-temannya untuk segera masuk ke dalam kelas. Saat Liza, Hera, dan Jihan masuk, Maura menghembuskan napas sejenak sebelum ikut melakukan rencana yang temannya buat itu.

Keempat gadis tadi mengerumuni meja Rhesa saat ia baru saja memasukan alat-alat tulisnya. Rhesa menyerengit bingung dengan Hera dan kawan-kawan yang tiba-tiba mendatangi bangkunya.

"Ikut kita." kata Hera terdengar dingin.

"Kemana?" Rhesa tanya.

"Neraka." seloroh Jihan. "Cepet bawa dia!" tintah Jihan bersambung.

Tanpa aba-aba, Liza menarik tangan Rhesa dan diikuti yang lainnya. Mereka menyeret Rhesa hingga keluar dari kelas. Gadis itu seperti seorang tahanan yang hendak diesekusi, beberapa kali ia menjerit meminta mereka melepaskannya, namun mereka malah semakin cepat langkahnya mengarak Rhesa melewati koridor. Saat itu juga mereka menjadi pusat perhatian murid-murid lainnya yang berada di koridor.

Detakan ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang