33. Still Going On

270 25 4
                                    

Tak akan kulupakan wajah seseorang yang pernah membuatku tersenyum kala pilu mendatangiku lagi dan lagi...

Jam tiga lewat tiga puluh menit sudah menujukan waktu untuk pulang sekolah. Di salah satu bangku yang ada di taman sekolah, Gasta sedang menutup matanya mencoba sabar menghadapi Aji dan Alyan yang terus berdebat, setelah ia pulang dari rumah sakit siang tadi perkelahian keduanya belum juga mereda. Awalnya ia memang terkejut jika kedua temannya menyukai adik perempuannya yang usianya selisih dua tahun. Di sana juga ada Chandra dan Jusuf yang mencoba menengahi perdebatan dua sahabat itu.

"Alyan! Gue kira persahabatan kita istimewa, lo ngekhianati kepercayaan gue." kata Aji.

"Ayolah Ji. Lo gak inget seribu kebaikan apa yang gue lakuin ke lo? Inget siapa yang ngerokin lo kalo masuk angin? Siapa yang pinjemin uang kalo lo lagi bokek? Siapa yang jagain pintu toilet kalo lo lagi jawab panggilan alam? Siapa yang susah-susah cari alasan ke guru kalo semisal lo lagi bolos? Inget masa-masa itu, Aji!" balas Alyan.

"Oh! Jadi lo gak ikhlas, hah?!" seru Aji.

"Udahlah!! Ngapain sih demen sama adik gue!! Lagian gue juga gak setuju kalo misal Liza punya cowo yang kaya kalian. Bisa-bisa adik gue gila kaya kalian." sahut Gasta.

"Diem, Gas! Gue lagi marah!" Aji.

Gasta merotasikan bola mata malas, ia lantas mengambil ranselnya dan bangkit dari duduknya.

"Chan, lo urus dua bocil ini ya." pinta Gasta pada Chandra.

"Iya, tenang aja. Bentar lagi gue ruqyah kok." balas Chandra.

Gasta lantas pergi meninggalkan teman-temannya. Pria itu berjalan keluar dari sekolahan, bisa digaris bawahi jika Gasta sudah tidak lagi memakai motor. Tadi pagi ia dan adiknya berangkat diantar oleh Manda atau ibunya. Saat pulang sekolah ia berniat untuk menumpang dengan Aji, tapi karena anak itu sedang sibuk dengan urusan dunianya jadi Gasta akan naik bus umum saja.

Setelah meninggalkan sekolah, pria itu menuju zebra cross untuk menuju halte di sebrang. Ketika berdiri di trotoar menunggu lampu pejalan kaki berubah berwarna hijau, ia mendapati Rizal yang sedang berdiri di sebrang yang juga akan melewati zebra cross. Decakan malas dari keduanya pun tak terelakan ketika saling menatap, sorot mata keduanya terlihat malas.

Hingga akhirnya lampu untuk pejalan kaki berubah berwarna hijau. Mereka berdua lantas melangkahkan kaki untuk menyebrang. Ketika keduanya saling beriringan, Rizal dengan sengaja menabrakan tubuhnya pada Gasta yang membuat Gasta nyaris saja terjatuh. Pria itu nampak kesal dan akhirnya berbalik badan untuk melakukan protes pada Rizal.

"Heh! Punya mata gak sih?" tanya Gasta.

Mendengar pertanyaan retoris tadi membuat Rizal juga berhenti dan berbalik menatap Gasta.

"Gue punya mata dua, gak lihat? Oh, jangan-jangan lo yang gak punya mata. Buta, ya?" balas Rizal.

"Lo yang nabrak gue, bangsat! Maksud lo apa?!"

"Menurut lo?" Rizal balik menanyai.

Gasta tentu bingung dan kesal karena lawan bicaranya itu ditanya tidak juga memberikan jawaban yang jelas.

"Lo ada masalah apa sih?" Gasta menanyai lagi, namun nada bicaranya lebih rendah dari yang tadi.

"Satu-satunya masalah yang gue benci itu lo yang gak puas rebut semua milik gue. Lo lagi main-main sama gue?"

Detakan ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang