38. Fear

259 24 0
                                        

Mengatakan 'seandainya' hanya akan membuatmu semakin menyesal

Rizal terus saja bolak-balik di depan ruang UGD sambil kedua tangannya diusap-usap mencoba menenangkan dirinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Rizal terus saja bolak-balik di depan ruang UGD sambil kedua tangannya diusap-usap mencoba menenangkan dirinya. Dari tadi perasaannya terus gegabah semenjak Rhesa dibawa masuk ke UGD karena tidak sadarkan diri di kelas tadi. Setiap detik ia melantunkan doa dalam hati agar sesuatu yang buruk terhadap Rhesa tidak terjadi, meski begitu pun tidak membuatnya semakin tenang. Perasaan cemas membuatnya mengira jika mungkin pengaruh dari anxiety.

Suara derap langkah kaki dari seseorang yang sedang berlari terdengar menggema di koridor. Saat menolehkan kepalanya, Rizal melihat Mina yang sedang berlari ke arahnya dengan raut wajah khawatir. Wanita paruh baya itu berhenti di depan Rizal dengan napas yang terengah-engah.

"Dimana anak saya?!" tanya Mina agak meninggikan nada bicaranya.

"Dia di dalam." balas Rizal.

Mina mengusap wajahnya frustasi, ia sangat khawatir dengan putri sulungnya. Baru minggu lalu gadis itu keluar dari rumah sakit, dan ia harus dibawa ke rumah sakit lagi. Perasaan menyesal pun tak terelakan lantaran tadi pagi ia mengizinkan Rhesa untuk pergi ke sekolah saat kondisinya tidak benar-benar stabil. Di tengah perasaan khawatir yang berkecamuk, pintu UGD terbuka dan menampakan Haris yang baru saja keluar sambil mengalungkan stetoskop dilehernya.

"Dokter, Rhesa gimana?!" tanya Mina masih dengan keadaan paniknya.

"Kondisinya memburuk lagi, bu. Saya sarankan dia rawat inap." balas Haris.

"Apa putri saya akan baik-baik saja?" Mina tanya lagi.

Haris menunduk dengan menggigiti bibir bawahnya sendiri. "Untuk sekarang saya tidak bisa mengatakannya dengan yakin. Tapi apa ibu sudah menemukan pendonor untuk menggantikan jantung Rhesa nanti? Maksud saya selama ini kita mencoba banyak cara untuk penyembuhan dan tidak ada hasilnya, dan cara terakhir adalah menemukan pendonor." jelas Haris.

Mina mendadak menjatuhkan dirinya di kursi lantaran dibuat lemas mendengar penjelasan Haris tadi. Ia menggerai rambutnya ke belakang dibuat kebingungan dengan situasi. Bukan pertama kalinya Haris mengatakan tentang cara transplantasi. Menemukan pendonor itu sangat sulit, bahkan jika perlu pun Mina bersedia untuk menyerahkan jantungnya sendiri untuk putrinya.

"Saya pamit buat mindahin Rhesa ke ruang rawat, ya. Assalamualaikum." pamit Haris.

Haris kemudian pergi meninggalkan tempat itu untuk mengurus perawatan Rhesa nanti. Di sana Rizal menatap iba Mina yang terlihat frustasi dengan kondisi yang menimpa putrinya. Remaja itu lantas mendekati Mina dan berdiri di depannya dengan kepala menunduk.

"Maafin aku, bu. Aku telat menghantar Rhesa ke sini." tutur Rizal.

"Jangan minta maaf. Makasih sudah anter Rhesa. Kamu lebih baik pulang saja."

"Tapi aku mau jaga—"

"Gak perlu!!" sentak Mina memotong ucapan Rizal tadi. "Harusnya hari ini dia gak sekolah, tapi dia bersi keras tetap bersekolah karena mau ketemu sama kamu! Mulai sekarang sebaiknya jangan pernah temui Rhesa, saya gak mau anak saya bertambah buruk lagi!!" imbuh Mina masih berang.

Detakan ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang