Ada kalanya kita akan mengucapkan selamat tinggal pada kesedihan, dan ucap selamat datang untuk kebahagiaan
Sepulangnya Maura dari rooftop tadi, dirinya segera melangkahkan kaki menuju bangku yang terletak di tengah taman sekolah. Tempat yang biasa Liza dan teman-temannya nongkrong ketika jam istirahat. Maura mendudukan dirinya untuk bergabung dengan Liza, Hera, dan Jihan yang sedang mengobrol hal–hal random. Mereka juga membahas tentang keberhasilan rencananya yang membuat Rhesa dituduh mengambil ponsel. Jujur saja Maura merasa teman-temannya sudah melewati batas karena sudah mencemarkan nama baik Rhesa karena ulahnya."Kita keterlaluan gak sih?" ucap Maura tiba-tiba.
"Keterlaluan gimana?" tanya Liza.
"Ya gitu deh. Kalo boleh saran, mendingan kalian jujur aja," usul Maura.
"Jujur gimana?! Lo kalo ngomong yang jelas, deh!" ketus Hera saat Maura terus berbicara basa-basi.
"Ya...jujur aja kalo Rhesa emang gak salah. Jujur kalo emang kita yang nyembunyiin ponsel," balas Maura.
Hera menyatukan kedua alisnya lantaran kesal dengan ucapan Maura tadi. Dirinya lantas langsung memukul meja dengan sangat keras hingga teman-temannya yang berada di dekatnya tersentak kaget. Bahkan pipinya Jihan tercoret ketika sedang memakai lips stick.
"Maura! Lo gila, ya!? Kalo kita ngaku, kita malah yang dibenci satu kelas, bahkan satu sekolah! Lo mau itu terjadi?" kata Hera.
"Tapi memang karena kita Rhesa jadi kaya gitu." sanggah Maura.
"Ya, itu urusan dia. Bukan urusan kita!" ketus Jihan.
"Lagian, ngapain lo tiba-tiba kasihan sama cewe itu? Bukannya lo juga sama? Lo juga jahat sama dia." imbuh Liza.
"Memang sih, tapi kalo masalah kaya gini, bukannya udah keterlaluan? Kita udah melewati batas. Kayaknya udah gak ada lagi yang percaya sama dia. Bahkan kemarin gue lihat, ibunya gak percaya lagi sama dia." kata Maura. Ia tiba-tiba berbicara seolah ia mulai sadar dengan kesalahannya.
"Dia sendiri yang salah! Dia yang keterlaluan! Dia yang kelewatan! Gara-gara dia, gue dihukum selama satu bulan buat bersihin perpustakaan! Gue putus sama Rayan!" pekik Hera, menyebut nama pacarnya.
"Apa kalian beneran gak bakal ngasih tau kebenarannya? Kasihan Rhesa," sahut Maura.
"Siapa peduli?" balas Liza.
"Liz, bukannya dulu lo dan Rhesa berteman? Kenapa sekarang lo jahat banget sama dia?" kata Maura.
Mendengar apa yang telah dikatakan Maura tadi, Liza langsung berdiri dari duduknya. Gadis itu menatap Maura dengan tatapan marah karna ia tidak suka jika ada yang membahas tentang dirinya dan Rhesa yang pernah berteman dekat dulu. Liza yang kesal dengan Maura lantas berbalik badan untuk meninggalkan tempat bangku taman. Namun baru saja Liza beberapa langkah berjalan meninggalkan teman-temannya, ia mendapati Gasta yang berdiri seakan menghadang Liza untuk melintas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Detakan ✔
Fiksi Remaja"Aku yang banyak menelan kenyataan pahit hanya mengharapkan masa depan indah menanti, bahkan sampai di ujung malam terakhir mimpiku. Dimanapun aku berada, jantungku berdetak karenamu."