UTR 1

249K 16.7K 1K
                                    

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Terima kasih udah nyempetin waktunya untuk mampir di cerita pertama Keje. Ya, panggil aku Keje atau terserah kalian asal nggak yang mengandung unsur mengejek atau merendahkan😇🙏

Baik, singkat aja perkenalannya, semoga betah baca cerita Untuk Tuan Ryan sampai tamat! Dan jangan lupa tinggalin jejak berupa vote dan komentarnya. Silakan beri kritik beserta saran dengan bahasa yang sopan💫

Sebelum masuk ke cerita, Keje mau ngasih tahu di dalam cerita ini dikisahkan seorang perempuan yang nantinya menikah dalam keadaan hamil dengan lelaki yang menghamilinya. Pernikahan mereka SAH secara hukum dan agama sesuai mazhab Syafi'i (mazhab yang dianut mayoritas muslim di Indonesia, termasuk mazhab yang Keje anut) dengan tujuan menutup aib. Adanya perbedaan pendapat kemungkinan karena perbedaan aliran dan ajaran. Pada intinya, di mazhab Syafi'i pernikahan ini SAH dan jika sudah akad saat hamil, ketika bayinya sudah lahir tidak perlu melakukan akad lagi. Wallahu a'lam bishowab.

**

   "Boleh, ya, Pak? Saya hanya sebentar," bujuk seorang perempuan berpenampilan sangat sederhana di hadapan seorang pria berseragam penjaga rumah.

   Tampak jelas mata pria itu menyelidik pada perempuan itu, termasuk sorot curiga. Pasalnya, buat apa perempuan dengan pakaian longgar sederhana dan jilbab menutupi kepala sampai batas perutnya itu ingin menemui tuannya? Tuannya bukanlah orang sembarangan yang bisa bertemu dengan orang di luar jadwalnya. Mereka harus membuat janji terlebih dahulu untuk bisa melihatnya.

   "Saya tanya sekali lagi, anda sudah membuat janji dengan Tuan?" Penjaga itu menanyakan hal yang sama pada Geladis. Dari nadanya, terdengar kesabarannya sudah mulai menipis.

   Geladis dengan wajah polos menggeleng. Tahu dirinya akan segera diusir, Geladis kembali memohon, "Tolong, Pak. Ini sangat penting. Saya ingin bertemu sebentar saya dengan Tuan Ryan."

   "Maaf, Bu, tidak bisa-"

   "Pak, tolong .... Ini untuk masa depan saya dan ...." Geladis diam tapi tangannya reflek menyentuh perutnya yang jika dilihat sekilas tidak ada masalah, namun sebenarnya ada kehidupan di dalamnya. Penjaga itu tidak mengerti dan tetap mencoba menutup gerbang. Geladis gegas menahan gerbang besi dingin itu dengan kedua tangan kurus dan putih pucatnya. Wajahnya dipenuhi raut memelas dan letih.

   "Pak, saya mohon .... Saya hanya sebentar saja, Pak. Saya tidak akan melakukan hal-hal aneh. Saya hanya ingin bicara dengan Tuan Ryan." Geladis hampir menangis. Jangan salahkan Geladis. Sudah sepatutnya seorang wanita hamil memiliki perasaan yang sensitif.

   Penjaga itu menatap kedua mata Geladis yang berkaca-kaca pun merasa luluh hatinya. Dengan peringatan, ia berkata, "Waktumu 10 menit."

   Geladis merasakan beban di pundaknya banyak berkurang hanya dengan mendengarnya. Tidak luput ungkapan terima kasih ia berikan pada penjaga itu sebelum berjalan cepat memasuki halaman kediaman Nagara.

   Tempat itu sangatlah besar dan luas. Geladis melihat ke samping kanan dan kiri sepanjang langkahnya, takut-takut ia tersesat. Geladis sudah menduga hal ini. Dari awal mereka bertemu, di tempat itu, Geladis tahu dia bukan orang biasa. Dan benar saja, tidak lama banyak pemberitaan tentangnya di televisi. Hal ini juga memudahkan Geladis untuk bisa dengan cepat mendapat banyak informasi tentangnya.

   Samar-samar, telinga Geladis menangkap suara dari arah depan. Kepalanya yang tadinya tertoleh segera lurus menghadap depan untuk menemukan dua orang lelaki-satu semampai, sedangkan satunya lagi berpostur sedang-tengah berbincang sembari berjalan ke arahnya. Mereka jelas tidak tahu ada Geladis di sana.

Untuk Tuan RyanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang