UTR 35

33K 4.8K 1.9K
                                    

Utamakan ibadahmu dan sempatkan baca UTR, jangan sampai kebalik!

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْم

**

   Seperti biasa, Geladis mengaji setelah salat Subuh, menambah hafalan Al-Qur'annya. Sementara itu, Ghafi masih pulas di kasur setelah sempat terbangun di tengah malam meminta susu. Menyikapi hal ini, Geladis menjadikan gangguan yang kerap dirasakan oleh para orang tua itu sebagai sebuah berkah karena ketika datang tangisan Ghafi di pergantian malam dan pagi, Geladis menjadikan waktu itu sebagai waktu baginya untuk menunaikan salat malam. Ryan sendiri juga setuju dengannya meskipun banyak aktivitas yang perlu dilakukan suaminya itu di pagi hari. Kurang istirahat dan tidur Ryan akali dengan jam tidur siang di kantor yang mana ia memiliki sebuah kamar tidur khusus untuknya di dalam ruang kerjanya.

   Allah memberi rezeki berupa anak yang membawa serta rejekinya untuk kedua orang tuanya. Tidak mungkin pemberian Allah tidak memiliki faedah melainkan hanya mendatangkan ujian. Tergantung bagaimana manusia menyikapi. Ujian pun bagi sebagian orang merupakan sebuah bentuk kasih sayang Tuhan kepada hamba-Nya. Termasuk anak. Ketika mereka yang mudah sekali mendapatkan jenis karunia Allah yang satu ini dan mengeluh tentang betapa sulit membesarkannya, di sisi lain ada pula para orang tua pejuang garis dua yang harus menunggu tahunan lamanya untuk mendapat kepercayaan Allah untuk memiliki seorang buah hati. Maka jangan persempit hati dengan keluhan-keluhan terhadap pemberian-Nya karena sebuah cobaan bagi satu orang bisa menjadi sebuah harapan besar bagi orang lain.

   "Geladis!" panggil Hanifa dari luar. Wanita itu seperti sedang buru-buru dan dalam kondisi tertekan sampai mengetuk pintu kamar dengan tidak pelan, bahkan hampir menggedor.

   Geladis segera menutup kitab sucinya dan meletakkannya di tempat semula kemudian beranjak membuka pintu sebelum pintu itu roboh dibuat Hanifa.

   "Iya, Ma?" tanya perempuan itu pelan.

   Melihat kerisauan di wajah sang mertua, sehingga ada campuran merah dan peluh-peluh di sekitar pelipisnya, jantung Geladis secara tak sadar berpacu cepat.

   "Bawa Ghafi, kita ke rumah sakit sekarang." Hanifa pergi setelah mengatakan itu.

   Perempuan yang masih bermukena itu mematung di tempat ketika mendengar kata rumah sakit disebutkan. Seakan-akan sebongkah batu besar baru ditelannya sampai dadanya terasa berat dan sesak. Pikirannya kacau setiap kali tempat untuk orang-orang sakit itu didengarnya, semacam trauma terhadapnya. Lantaran, hal indah apa yang terjadi di sana selain sebuah kelahiran? Sementara tidak ada yang akan melahirkan sehingga tak lain adalah sebaliknya, ada yang sakit atau lebih parah karena Hanifa saja sampai sekalut itu.

   Semoga bukan Mas Ryan, batin Geladis seraya melucuti mukena putihnya dan melipatnya agak kurang serapi biasanya. Ia terburu-buru. Seperti sedang dikejar waktu. Diambilnya Ghafi tanpa membangunkan si kecil lantas ia pergi ke depan untuk menaiki mobil SUV milik Ryan.

   "Mas Ryan di mana, Ma?"

   Di depan adalah Firdaus yang mengemudi, sementara di sampingnya adalah Sadam. Di belakang sendiri hanya ada Geladis dan Hanifa. Tidak heran kenapa ia bertanya demikian lantaran seharusnya suaminya itu sudah pulang dari masjid bersama Firdaus dan Sadam. Ayah mertuanya pun tidak ada menjadikan pikirannya semakin ke mana-mana.

   Hanifa menyeka air matanya. Hidungnya merah, tampaknya telah menangis untuk waktu yang lama.

   "Mas Ryan tidak apa-apa, 'kan?" Gatal rasanya jika tidak menanyakannya. Meskipun melihat kesedihan Hanifa membuatnya ingin ikut menitikkan air mata, namun sebisa mungkin ia menahannya sampai didapatinya jawaban atas pertanyaan-pertanyaannya.

Untuk Tuan RyanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang