UTR 40

33.2K 4.6K 2.7K
                                    

Ayo ibadah dulu bagi yang belum!

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم

**

   Taman bermain. Hampir setiap akhir pekan Geladis tidak pernah absen membawa Ghafi ke lahan bermain itu dengan tujuan agar Ghafi lebih mengenal alam, melatih fisik motorik dan kemampuan bersosialisasinya. Di samping itu, dampak positif juga diperoleh Geladis karena ia jadi mempunyai beberapa teman dan kenalan yang juga membawa anak mereka ke sana.

   Menjadi ibu rumah tangga bukan hanya tak mudah, tapi juga rasa jenuh sering kali melanda. Melihat perabot dan dinding-dinding yang sama sepanjang waktu, siapa yang tak bosan? Dan Geladis kerap mengakali kebosanannya dengan mengajak Ghafi keluar. Siang hari terik sekalipun? Iya, siang hari terik sekalipun.

   "Sentuh pelan-pelan, Nak," pesan Geladis pada Ghafi yang ingin menyentuh perut buncit seorang perempuan hamil yang baru-baru ini dikenalnya bernama Hilda.

   Tangan kecil Ghafi bergerak pelan sekali dengan sedikit gemetar lantaran mendapat perintah seperti itu dari bundanya. Ia benar-benar memikirkan dan memasukkannya ke dalam hati. Ghafi boleh sangat dekat dengan Ryan, namun yang bisa mengendalikannya tetap Geladis. Anak itu sebenarnya lebih ke cari perhatian ke ayahnya yang super sibuk.

   Setelah menghabiskan detik demi detik yang berarti, Ghafi akhirnya menyentuh perut Hilda. Pupil cokelat gelap anak itu membesar menyiratkan kekaguman. Geladis dan Hilda terkekeh melihat tingkahnya yang lucu.

   "Ini adek kecil, ya, Nak." Geladis mengusap puncak kepala sang anak pelan.

   "Dek eci?"
   (Adek kecil?)

   "Iya, Sayang."

   "Buna, dek eci apa alam?"
   (Bunda, adek kecilnya kenapa di dalam?)

   "Adek kecilnya di dalam karena sedang tidur. Nanti kalau sudah bangun dia keluar," kata Geladis dengan sabar.

   "Anun, Na! Anun dek eci!"
   (Bangunkan, Nda! Bangunkan adek kecilnya!)

   Sontak Geladis terkejut kemudian berjongkok mensejajarkan tingginya dengan Ghafi.

   "Adek kecilnya belum bisa bangun, ya. Dia masih kecil sekali, Ghafi," terangnya perlahan pada sang putra yang tampak masih tak terima.

   Hilda tertawa melihat tingkah Ghafi dan Geladis yang harus sabar-sabar menjelaskan perlahan pada anak itu. Terlebih Ghafi yang aktif sekali bicara meskipun belum jelas. Betapa ramainya rumah mereka setiap harinya. Memiliki satu anak saja yakni Ghafi sepertinya cukup.

   "Apan anun? Api mau main nan dek eci, Buna." Ghafi mencebikkan bibir mungilnya.
   (Kapan bangun? Ghafi mau bermain dengan adek kecil, Bunda)

   "Nanti, ya. Nanti kita ke rumah Tante Hilda ketika adek kecilnya sudah bangun." Geladis membujuknya seraya membelai punggung kecil itu.

   "Sekarang, kita beli es krim saja." Sebelum Ghafi rewel lagi, Geladis lekas menggandeng tangannya dan membawanya pergi ke penjual es krim pinggir jalan setelah berpamitan dengan Hilda.

   Seharusnya Ghafi tidak makan es krim hari ini karena 2 hari yang lalu ia telah mendapatkan jatah es krim untuk minggu ini. Namun Geladis kepalang pusing harus mengalihkannya dari persoalan anak di kandungan Hilda dengan apa lagi. Bermain juga si kecil sudah bosan lantaran hari ini sedikit yang datang ke taman.

Untuk Tuan RyanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang