بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم
**
Awalnya, segalanya baik-baik saja. Geladis hanya akan membuka pintu kamar buah hatinya ketika sesuatu terjadi pada perut bagian bawahnya. Kram perut paling menyakitkan yang pernah Geladis rasakan. Panas, melilit, dan seperti ditusuk-tusuk benda tajam. Energinya seakan-akan tersedot habis seketika sampai-sampai lututnya hampir menyerah untuk menopang berat tubuhnya dan membuat Geladis harus berpegangan pada kusen pintu.
"Lailahaillallah ...," lirihnya berkali-kali dengan bibir gemetar.
Air mata tak terbendung lagi di pelupuk matanya akan kehebatan perasaan menyakitkan ini. Dengan napas terputus-putus, kepalanya menunduk lantaran merasakan sesuatu mengalir di kakinya. Sesaat kemudian, Geladis benar-benar merosot ke lantai. Dengan tangan gemetar ditariknya ujung gamisnya sedikit dan detik itu juga ... hatinya hancur.
Darah.
Darah yang sangat banyak mengalir dari kakinya sampai menodai lantai.
"Nyonya!"
Suara langkah kaki terburu-buru terdengar dari belakang. Selanjutnya, Geladis tak lagi paham dengan apa yang Nisah katakan. Sakit di perutnya terlalu mendominasi untuk diabaikan. Yang pasti, beberapa detik setelahnya ada yang datang lagi.
"Astagfirullah, Dek!"
"M-Mas ... sakit ...." Tangannya meraih pakaian Ryan dan mencengkeramnya kuat-kuat.
Tanpa menunda-nunda waktu, Ryan langsung mengangkat tubuhnya ala bridal style setelah memerintahkan pada Nisah untuk menyiapkan kendaraan. Setelah memasukkann Geladis ke kursi penumpang, Ryan meminta Nisah untuk menjaga Ghafi sementara mereka pergi ke rumah sakit.
"Sakit, Mas ...."
Sepanjang perjalanan, Geladis tidak sekalipun melepaskan tangannya dari tangan Ryan yang juga menggenggamnya erat. Ia bahkan sampai lupa kalau Ryan juga tengah sakit, demam yang cukup tinggi. Namun, lelaki itu mengemudi dengan baik, menenangkannya, dan menjaganya seperti ia tidak sedang sakit.
"Aku takut ...," kata Geladis pelan.
"Saya di sini. Jangan takut." Ryan mengusap punggung tangan Geladis dengan ibu jarinya.
Geladis menggeleng dengan air mata mengalir dari kedua sudut matanya. Nalurinya tidak akan salah. Mungkin memang Geladis tak pernah mengalami, namun Geladis yakin ini-lah rasanya.
Perempuan itu kehilangan dia.
"Dia sudah tidak ada," ucapnya berulang-ulang ketika Ryan membawanya keluar dari dalam mobil.
Ryan tidak paham dan menolak mengerti. Lelaki itu membiarkan pihak UGD membawa cintanya masuk tanpa membawanya.
Sekian menit dilakukan tindakan oleh dokter dan perawat, dokter keluar dari ruangan itu. Geladis memejamkan mata, namun ia tidak sedang tidur. Sampai seseorang menyentuh tangannya dan menggenggamnya membuatnya kembali mengangkat kelopak matanya.
"Dia ...."
Lelaki itu mengangguk seraya menempelkan bibirnya pada punggung tangan sang puan.
"Dek."
Ketika perempuan pemilik panggilan itu melihatnya, Ryan melanjutkan. "Maaf. Ini salah saya. Saya seharusnya lebih memperhatikanmu. Saya ...."
Bibir itu terkatup rapat dengan mata turut memejam sebelum ucapannya rampung. Geladis tahu Ryan menahan diri untuk tidak menangis. Suaminya itu ingin terlihat lebih kuat darinya meskipun hatinya tidak kalah hancurnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Untuk Tuan Ryan
RomanceGeladis diambil kesuciannya oleh seorang lelaki tidak dikenalnya 4 bulan yang lalu dan kini tengah mengandung anak lelaki itu. Usut punya usut, lelaki asing itu ternyata seorang direktur utama sebuah perusahaan besar. ** Geladis Amaira sudah kehilan...