UTR 24

77K 9.5K 1.6K
                                    

Selamat membaca, tebarkan cinta, dan jangan lupa ibadah💘

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

**

   Bulan demi bulan telah berlalu, luka Geladis sudah jauh-jauh membaik beserta perkembangan Ghafi yang memuaskan. Berkat usaha dan doa, Ghafi yang terlahir prematur dengan tubuh kecil pun mulai semakin besar dan berisi. Tak luput rutinitas Geladis memperdengarkan murotal serta tiap kali ada waktu senggang untuk membacakan ayat-ayat suci Al-Qur'an pada Ghafi yang demikian pula dilakukan Ryan semasa lelaki itu pulang dari kantor. Sebagaimana dua orang tua itu ingin anak mereka menjadi penghafal Al-Qur'an, oleh sebab itu mulai dibiasakan sedini mungkin. Itu yang Geladis peroleh dari kajian-kajian yang sempat ia datangi selama masa kehamilan.

   Seperti saat ini, di mana Geladis duduk dengan Ghafi di gendongannya di hadapan Ryan yang tengah melantunkan ayat demi ayat kalam Allah dengan suara enak didengar. Demi Allah, jika bukan karena campur tangan Allah azza wa jalla, seorang bayi sekecil Ghafi pasti tidak akan setenang ini mendengarkan bacaan Al-Qur'an. Pun setiap kali kalimat-kalimat tentang betapa agungnya Allah dan pujian-pujian terhadap-Nya mengalir dari bibir Ryan, Ghafi yang semula menangis bisa mendadak tenang sampai tertidur.

   "Shadaqallahul'azdim ...." Ryan menutup Al-Qur'an selepas menyelesaikan 1 jus.

   "Ke mari, biar saya yang gendong." Lelaki itu mengulurkan tangannya dan mengambil alih putranya dari lengan Geladis. Ghafi belum tidur karena sebelumnya sudah tidur lama sekali dan bangun sesekali merengek minta diajak bicara.

   "Masya Allah, anaknya Ayah sudah berat sekarang, ya?" Sembari berjalan menuju tempat tidur, Ryan mengajak Ghafi bicara terlepas bayi 4 bulan itu belum paham apa yang orang tuanya bicarakan. Di sisi lain Geladis merapikan sajadah dan mukena yang kemudian ia simpan di lemari.

   "Ghafi baru bangun, Mas. Jangan diajak tidur lagi. Nanti malam dia tidak mau tidur dan mengganggu istirahatmu," beritahu Geladis seraya menyusul Ryan duduk di tepi ranjang.

   Ryan tidak tahu kapan putranya tidur dan bangun karena benar-benar baru pulang dari kantor. Sayang sekali, padahal ia ingin menghabiskan banyak waktu dengan keluarga kecilnya, namun pekerjaannya seperti tidak memberinya peluang untuk itu. Hanya bisa mengambil hikmah dari itu semua. Jika ia tidak rajin bekerja, Geladis dan Ghafi harus makan apa? Toh, sudah tanggung jawabnya menafkahi mereka sebagai kepala keluarga.

   "Saya boleh mengajak Ghafi ke kantor saya?" tanya Ryan seraya memainkan tangan berisi Ghafi yang mencengkeram erat jari telunjuknya.

   "Kalau umur Ghafi sudah cukup, bawa saja," balas Geladis sabar. Suaminya ini, sudah kedua kalinya menanyakan hal yang sama. Kebelet ingin mengenalkan Ghafi ke para kolega dan pegawai di kantornya.

   Senyuman Ryan mengembang. Selain tidak tertarik menikah, sebelumnya ia juga tidak tertarik pada anak-anak. Siapa sangka ia malah mendapat anugerah perempuan penyempurna agamanya dan anak pelengkap keluarganya. Tidak salah jika Allah tahu yang terbaik untuk hamba-Nya.

   "Kamu tahu, Dek—" Perkataan Ryan terhenti tatkala didapatinya raut wajah redup Geladis. Seperti ada yang disembunyikan perempuan itu darinya sampai-sampai ekspresinya semurung itu.

   "Ada apa?" Ryan menangkup wajah Geladis dan mengangkatnya sampai pandangan mereka bertemu. Namun tidak lama Geladis lekas memutus kontak mata mereka dan alih melihat Ghafi.

   Hati Ryan mencelos. Tidak biasanya Geladis bertingkah demikian padanya jika bukan ada maksud tertentu. Karena tidak mau menatapnya balik, Ryan ganti meraih tangan istrinya itu dan meremasnya pelan. Nihil, Geladis tetap enggan melihatnya, bahkan barang melirik sekalipun.

Untuk Tuan RyanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang