UTR 14

82.7K 9.5K 408
                                    

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Selamat membaca dan jangan lupa ibadah!

**

   Padahal Ryan belum sembuh total, namun lelaki itu tidak mau mundur dari rencana mengikuti kelas prenatal bersama Geladis. Sudah lelah dengan berdebatan kecil dengan Ryan, Geladis pun menyerah dengan keputusan Ryan boleh ikut ke kelas untuk ibu hamil itu.

   "Mungkin hari ini masih bincang-bincang dan berbagi ilmu pengetahuan seputar kehamilan, tidak banyak bergerak," ujar Ryan sembari memakai arloji di pergelangan tangan kanannya.

   "Terserah Mas." Geladis berlalu di belakang Ryan dengan acuh tidak acuh.

   Ryan dapat merasakan suasana hati Geladis yang tidak begitu baik, menghela napas panjang. Dari belakang, Ryan memeluk Geladis yang sedang melipat kerudung warna hijau muda yang tidak jadi ia pakai. Kepala Ryan bersandar di atas bahu tidak lebar Geladis, sedangkan tangannya terikat di bawah baby bump Geladis yang sudah terlihat walaupun belum besar.

   "Panas, Mas." Geladis mendorong, mau mengurai rengkuhan Ryan darinya.

   "Tidak sebelum kamu membuka kuncinya," tutur Ryan menyeringai sedikit.

   Yang Geladis tangkap, kunci yang dimaksud Ryan adalah jalinan tangan Ryan di bawah sana sehingga ia segera berusaha memisahkannya. Kenyataannya, itu sulit karena Ryan ternyata kencang sekali mengikatnya.

   "Tidak bisa, Mas," keluh Geladis yang masih berusaha melonggarkan antar jalinan tangan Ryan itu.

   "Bukan itu, Dek, kuncinya." Ryan mendadak membalik tubuh Geladis hingga mereka saling berhadapan kemudian melilit Geladis lagi, namun kali ini tangannya terjalin di belakang punggung Geladis.

   "Lalu, apa kuncinya?" tanya Geladis berekspresi polos.

   "Clue pertama, ada di wajah saya," beritahu Ryan.

   Perkataan Ryan mengirim sinyal pada Geladis yang seketika mencari sesuatu di wajah Ryan. Petunjuk yang kurang lengkap tentu tidak membuahkan hasil. Alhasil, mau tidak mau Geladis harus menanyakan petunjuk kedua.

   "Jumlah?"

   "Jumlah ada 2," jawab Ryan langsung.

   "Ada 2 ...." Geladis mengulang sembari menelisik wajah suaminya yang tampan itu.

   "Kalau sudah, lalu apa yang harus aku lakukan?" tanya Geladis selepas mengunci objek pada wajah Ryan.

   "Lakukan semaumu."

   Setelah Ryan berkata demikian, Geladis mengangkat tangannya dan mengarahkan jari telunjuk serta jari tengah yang membentuk huruf v ke depan mata Ryan. Sontak saja Ryan menjauhkan wajah darinya, dadanya bergemuruh panik dengan mata tidak lepas dari kedua jari Geladis.

   "Apa yang coba kamu lakukan?" tanya Ryan tidak habis pikir.

   Geladis tertawa melihat air muka Ryan. "Aku ingin membuka kunci, seperti kata Mas."

   "Tidak juga ditusuk mata Mas, Dek. Ya Allah ...." Penuturan Ryan mengundang gelak tawa Geladis.

   "Maksud Mas itu ini." Ryan menunjuk bibirnya.

   "Oh, Mas Ryan mau bibirnya yang ditusuk?" Pertanyaan melantur Geladis tidak ayal membuat Ryan harus banyak bersabar di samping Geladis yang asik tertawa.

   "Aku hanya bercanda, Mas ...," cicit Geladis balas memeluk Ryan. "Tapi aku juga tidak mau mencium bibir Mas Ryan," tambahnya.

   "Kenapa?"

Untuk Tuan RyanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang