UTR 18

73.2K 9K 1.4K
                                    

Selamat membaca dan jangan lupakan ibadahmu.

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

**

   "Assalamu'alaikum," salam Ryan dan Geladis bersamaan ketika keduanya sama-sama memasuki kediaman orang tua Ryan. Sudah cukup lama mereka tidak datang berkunjung. Biasanya Ryan rutin minimal satu minggu sekali, namun karena usia kandungan Geladis yang semakin bertambah dan perutnya yang semakin membesar, Ryan jadi lebih memprioritaskan untuk menjaga Geladis di rumah. Tidak terasa, kandungan Geladis sudah masuk bulan ke 6 saja.

   "Wa'alaikumsalam." Berbagai suara muncul menjawab salam, termasuk suara perempuan muda yang saat ini tengah duduk di samping Hanifah.

   Hanifah segera membantu Geladis menuju sofa dan memintanya duduk di sana, di samping Dara yang menatap bergantian wajah lalu perut buncit Geladis. Sudah lama juga Dara tidak melihat Geladis. Terakhir kali tentu ketika Ryan belum menikahi perempuan itu beberapa bulan yang lalu. Sehingga tidak mengherankan Dara bisa tidak menyangka Geladis sudah hamil dan bahkan perutnya sudah sebesar ini.

   "Mbak," sapa Geladis seramah mungkin pada Dara yang senantiasa mengamatinya secara terang-terangan.

   "Berapa bulan, Dis?" tanya Dara penasaran.

   "Seingatku, kalian baru menikah 2 bulan yang lalu," tambah Dara semakin menyudutkan Geladis.

   Geladis hanya mampu menunduk menyembunyikan wajah merahnya. Di sisi lain, Ryan yang masih dapat mendengar potongan ucapan Dara menempatkan diri di sofa seberang, berhadapan langsung dengan sofa Dara dan istrinya duduk. Melihat Geladis bungkam di sana, Ryan lekas mengambil alih situasi.

   "Memangnya kenapa jika kami baru menikah 2 bulan yang lalu?" Ryan ganti bertanya.

   "Aneh saja perutnya sudah sebesar itu,"  balas Dara gamblang.

   "Dara!" peringat Hanifah mendengar jawaban Dara yang tidak sopan.

   Memperoleh teguran dari Hanifah cukup membungkam bibir Dara. Walaupun masih menduga-duga, Dara tetap mengunci suaranya di saat yang lainnya mulai mengobrol santai.

   "Nak Geladis, kamu tahu, di belakang sekarang sudah ada halaman bermain dan ada banyak pohon mangga ditanam di sana," beritahu Hanifah menyorot senang pada Geladis.

   "Benarkah?" sahut Geladis bersemangat. Mendengar pohon buah selalu menarik minat Geladis dengan cara yang lucu. Geladis ingin memetik buahnya sendiri.

   Hanifah mengangguk. "Ya, halaman itu khusus untuk cucuku bermain nanti."

   Betapa semakin bahagianya Geladis mengetahui bahwa anaknya akan sangat disayang di sini, membuat tangannya lekas mengusap perutnya demi merasakan energi antusiasme dari janinnya.

   "Kamu ingin melihat?" Alih Ryan yang bertanya.

   "Boleh?" Geladis ingat Ryan tidak suka dirinya dekat-dekat dengan pohon buah, ia menjadi was-was.

   Ryan mengangguk halus lalu berdiri dan mengulurkan tangannya. Geladis meraih tangan besar itu yang kemudian membantunya bangun dari sofa. Ryan sigap melingkarkan tangan yang lain ke belakang Geladis, merangkulnya dengan protektif sembari menunjukkan jalan menuju halaman belakang. Orang-orang di ruang keluarga itu tidak lama bubar dari tempat itu. Agung pergi mengurus burung-burungnya, Hanifah ke dapur menyiapkan makan siang, dan Dara yang pergi ke arah halaman belakang.

   Benar kata Hanifah, ada tempat seperti yang disebutkannya tadi. Halaman itu cukup luas untuk menjadi tempat bermain anak-anak, juga pohon yang ditumbuhi buah-buahan masak menggugah selera berjajar di ujung. Geladis menatap wajah suaminya penuh mohon, memelas agar diijinkan lepas dari belenggunya.

Untuk Tuan RyanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang