UTR 34

33.6K 4.7K 1K
                                    

Kalau baca ini pas jam ibadah, utamakan ibadah dulu ya temen-temen. Selamat membaca!

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْم

**

   "Yah! Itu! Itu! Apa!" seru Ghafi menunjuk-nunjuk ke arah lapangan samping kantor kelurahan.

   Ryan dan Geladis kompak menoleh dan menemukan orang-orang sedang berkumpul di tengah tanah berumput hijau itu. Dari suaranya, tampaknya sedang diadakan perlombaan. Ramai dan sangat heboh yang didominasi oleh suara ibu-ibu.

   "Lomba apa itu?" tanya Geladis.

   Ryan tidak menjawab karena tidak tahu jawabannya, sehingga ia menghampiri salah seorang bapak-bapak yang sedang duduk-duduk di atas motor bututnya dan bertanya padanya.

   "Acara apa ini, Pak?"

   Bapak-bapak itu mengambil rokok dari bibirnya dan tersenyum ramah pada Ryan.

   "Acara lurah baru," jawab bapak itu dan Ryan mengangguk.

   Ryan kembali ke depan Geladis dengan jawaban yang telah diperolehnya. "Acara lurah baru. Sepertinya pelantikan lurah yang dimaksud Atuk dan ini sebagai perayaannya."

   Geladis mengangguk. Ia mengajak Ryan ke lapangan untuk melihat perlombaan yang sedang berlangsung. Keduanya bergandengan tangan, tampak sangat harmonis. Beberapa orang memperhatikan mereka dengan sorot penasaran dan asing. Tak heran lantaran Geladis memang baru pertama kali ke sana. Demikian dengan Ryan, orang-orang sepertinya telah lupa dengan cucu Sadam yang telah lama tak pulang.

   Geladis membalas senyum seorang wanita berhijab kuning tanpa sedikitpun canggung di wajahnya. Merasa disambut hangat terlepas pakaian Geladis dan Ryan serta anak mereka yang terlihat mahal, wanita itu memberanikan diri bertanya pada Geladis.

   "Baru pindah?"

   "Kami dari Jakarta datang untuk berkunjung saja," kata Geladis ramah. "Rumah Atuk Sadam," tambahnya memperjelas.

   Wanita awal 50 tahunan itu melebarkan mata dan membuka mulutnya, tampak tercerahkan.

   "Oh, Tuk Sadam! Wah, itu dekat sekali dengan rumahku!" Wanita itu bersemangat karena merasa dekat dengan orang-orang kaya itu. Mendengar kehebohan di samping, Ryan yang tadinya menyaksikan lomba balap karung yang menegangkan pun menoleh.

   "Kalian ini ... siapanya Tuk Sadam?"

   "Saya cucu ketiga Atuk Sadam." Ryan yang menjawab.

   "Cucu ketiga?" Wanita itu memasang raut berpikir. Ia menghapal siapa saja cucu-cucu Sadam di dalam kepalanya. "Nadha, Adam, ...."

   Ketika akhirnya mengingat siapa cucu ketiga Sadam, wanita itu melebarkan mata lagi, terkejut untuk kedua kalinya.

   "Ryan? Kamu Ryan?" tanya wanita itu tidak percaya akan apa yang dilihatnya.

   Ryan tersenyum dan mengangguk. "Iya, saya Ryan, putra Hanifa."

   Kehebohan wanita itu mengundang rasa penasaran orang-orang di dekat mereka. Alhasil, bapak-bapak dan ibu-ibu di dekat mereka segera merapat.

   "Dia Ryan. Kalian ingat cucu Tuk Sadam yang sering ditayangkan di acara berita di televisi?" kicau wanita itu menunjuk-nunjuk Ryan.

   Mendengar nama Ryan disebutkan, orang-orang itu kompak terkejut bersama lalu pergi mengerumuni Ryan. Dari sapaan sampai pertanyaan-pertanyaan untuk Ryan mereka keluarkan. Beberapa dari mereka ada juga yang menyalami Ryan selayaknya sedang bersalaman dengan Kepala Negara.

Untuk Tuan RyanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang