Bagian ini berisi 3000+ kata, bisa dicicil bacanya kalau bosan.
Utamakan ibadah, baca UTR belakangan. Selamat membaca!
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
**
Sesuai permintaan Geladis, Ryan benar-benar turun ke jalan untuk berjualan manisan mangga. Bedanya, Ryan kali ini memakai masker dan pakaian gelap agar tidak mencolok dilihat orang-orang. Bukannya Ryan malu, justru Ryan sedang berkamuflase agar tidak sampai masuk berita. Sebagaimana Ryan menyukai ketenangan, bukannya ketenaran.
Meskipun demikian, tampaknya mata para kaum hawa tidak bisa dibohongi. Nyatanya, mayoritas pembeli manisan mangganya adalah wanita yang mana juga kedapatan genit pada Ryan. Geladis di belakang sedari tadi hanya memperhatikan bagaimana ibu-ibu itu tidak henti-hentinya menatap Ryan yang tengah membungkus wadah manisan mangga ke dalam kresek putih.
"Ini, Bu. Terima kasih." Tak luput sedikit merendahkan kepala sebagai bentuk kesopanan yang Ryan berikan pada pembeli yang merupakan seorang wanita dengan perhiasan mencolok di lehernya.
"Sama-sama, Mas." Wanita itu menerima kresek yang baru saja diangsurkan oleh Ryan tanpa mengurangi eksistensi senyumannya yang lebar.
"Mas, boleh minta foto?" tanya wanita itu yang tidak kunjung pergi.
Ryan sedang menata susunan wadah manisan pun menaikkan pandangannya.
"Maaf, bagaimana?"
"Foto," ulang wanita itu.
"Foto." Ryan turut mengulang sembari berpikir. Foto macam apa yang diingini wanita ini? Setelah beberapa saat berpikir, Ryan mengangguk setuju dan wanita itu pun sumringah lantas menyerahkan ponselnya pada Ryan.
Ryan lekas membuka aplikasi kamera bawaan ponsel wanita itu kemudian mengarahkan lensanya pada wanita itu sendiri.
"Tolong mundur sedikit," perintah Ryan, tangannya mengibas-kibas sebagai isyarat.
Wanita yang sesungguhnya kebingungan itu tetap menuruti perkataan Ryan dengan mundur selangkah demi selangkah.
"1 ... 2 ...." Ryan menekan tombol tangkap gambar di tengah, memotret wanita berbaju merah cerah itu yang bahkan belum sempat bergaya.
Sebelum mengembalikan ponselnya, Ryan mengacungkan jari jempolnya memberitahu si wanita bahwa gambarnya bagus. Walaupun kecewa karena tidak seperti yang ia mau—foto berdua dengan Ryan—wanita itu tetap menerima ponselnya kembali.
"Apa besok masih berjualan di sini?" Wanita itu bertanya dengan hati-hati.
"Saya rasa, tidak," tukas Ryan menggelengkan kepala.
Raut sedih seketika muncul di wajah wanita itu. "Padahal aku ingin membawa putriku ke mari dan mengenalkannya denganmu. Putriku itu cantik dan pintar memasak," tutur wanita itu.
Mengerti maksud wanita itu ingin menjodohkannya dengan anaknya, Ryan melirik ke belakang, pada Geladis yang masih duduk di bawah bayang-bayang rindangnya pohon trembesi, ongkang-ongkang kaki seperti anak kecil. Geladis mendengar wanita itu, 'kan? Dan ia masih sesantai itu, bahkan tersenyum kecil padanya.
"Saya sudah beristri," beritahu Ryan percaya diri.
Wanita itu cukup terkejut, namun kembali membujuk Ryan, "Kalau begitu, jadikan dia istri keduamu."
"Saya tidak berpoligami sampai mati." Tidak segan Ryan membawa nama kematian yang sukses menakuti wanita itu yang bergegas pergi dari lapak jualan Ryan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Untuk Tuan Ryan
RomansaGeladis diambil kesuciannya oleh seorang lelaki tidak dikenalnya 4 bulan yang lalu dan kini tengah mengandung anak lelaki itu. Usut punya usut, lelaki asing itu ternyata seorang direktur utama sebuah perusahaan besar. ** Geladis Amaira sudah kehilan...