UTR 17

71.3K 8.8K 922
                                    

Afwan lama update.

Di chapter ini berisi flashback yang terjadi di masa lalu.

Selamat membaca dan jangan lupakan ibadahmu, kawan.

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

**

   "Ryan!" panggil seorang lelaki di lorong ruang pertemuan.

   Ryan yang namanya baru disebutkan menghentikan tapak kakinya, tanpa berputar penuh hanya menggeser kaki kanannya ke belakang sehingga tubuhnya jadi miring menghadapi seorang lelaki bersetelan rapi seperti penampilan lelaki 27 tahun yang acap kali dipanggil 'Tuan Ryan' itu. Ketika keduanya sudah berdiri saling berhadapan, cukup sulit membedakan berapa banyak senti pada ketinggian mereka. Jika bukan karena setelan Ryan yang berwarna biru, sedangkan lelaki di hadapannya itu abu-abu, orang lain dengan jarak puluhan meter dari mereka sukar membedakan mana Tuan Ryan dan mana yang bukan.

   Lelaki di hadapan Ryan itu menyeringai. "Datanglah ke acara malam ini." Ajakannya lebih terkesan memerintah.

   "Maaf, saya sudah mengatakan tidak, maka ... tidak," cetus Ryan kukuh dengan pendiriannya.

   Lelaki berjas abu-abu—Wino Ayditya—meletakkan tangannya di bahu kiri Ryan. Tidak menekan, namun dapat terbilang membeban. Ryan melirik tangan bercincin giok hijau gelap di jari tengah itu melalui ekor mata dengan sorot tidak tertarik.

   "Kita mungkin sepantaran dan sama-sama memegang jabatan tertinggi di perusahaan kita, tapi bagaimanapun aku masih seniormu, Ryan. Tidak baik menolak undangan senior," papar Wino.

   "Lagipula, acaranya tidak akan ramai. Ini ... hanya diisi para direktur dan beberapa investor. Bukankah ini bagus untuk perusahaanmu yang masih baru? Aku akan mengenalkan beberapa investor kenalanku padamu." Wino cepat bicara lagi sebelum Ryan yang kedapatan sudah melonggarkan bibirnya yang terkatup rapat ingin bersuara dengan terpaksa menahan kalimatnya.

   Menemukan Ryan diam saja, Wino memperdalam seringaiannya. Ajakannya tampaknya akan sukses. Ryan yang terkenal tegas dengan segala keputusannya dan berpegang teguh pada pendiriannya kerap kali membuat para rivalnya mundur dengan sendirinya karena lelah membujuknya dengan cara halus.

   Ryan memang masih baru di dunia pebisnisan ini, namun kemunculannya cukup menggemparkan. Di awal kejayaannya dalam mengembangkan perusahaan teknologi, Ryan hampir berhasil membabat induk perusahaan serupa, memukul mundur mereka, dan sebagai gantinya perusahaannya kian mengudara semakin bertambahnya waktu. Sampai-sampai banyak stasiun televisi menampilkannya di layar kaca, tentang betapa cemerlangnya karir seorang direktur 27 tahun bernama Ryan Malik Nagara.

   "Kamu tidak perlu minum jika kamu tidak mau. Keputusan selalu di atas tanganmu. Kita cukup berbincang-bincang ringan saja," tambah Wino tidak mau melepaskan kesempatan yang ada—mendapatkan Ryan di acara pertemuan rutin para dewan direksi.

   Sebenarnya Ryan jatuh dalam dilema. Kenapa? Di satu sisi, Ryan bukanlah direktur yang suka menghadiri acara semacam itu—yang mengandung unsur pesta—sedangkan di sisi lain, Ryan butuh investor-investor itu untuk perusahaannya yang terbilang masih muda. Ia butuh dana untuk keberlangsungan bisnisnya. Tidak ada pilihan lain rasanya selain menerima tawaran Wino. Apakah Wino bisa dipercaya? Biar Ryan lihat sendiri nanti.

   "Biar saya pikirkan." Jawaban ketidakpastian Ryan cukup memberi sengatan kelegaan pada Wino. Satu tepukan terakhir mendarat di bahu Ryan sebelum Wino menurunkan tangannya dan memasukkannya ke saku celana bahannya.

Untuk Tuan RyanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang