UTR 21

68.6K 8.7K 1.3K
                                    

Afwan lambat update karena ada urusan di dunia nyata yang sulit Keje tinggalkan.

Ibadah dulu baru baca UTR. Selamat membaca!

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

**

   Bunyi denting kecil menandakan bahwa elevator sudah tiba di lantai yang dituju, lantai dasar. Geladis segera keluar dari dalam elevator yang baru selesai dibangun 1 minggu yang lalu. Ya, truk-truk pengangkut bahan bangunan dan para pekerja kontraktor itu bekerja untuk membuat ini. Tentu saja, Ryan sengaja merencanakannya untuk memudahkan mobilitas Geladis yang tengah hamil agar tidak perlu kesulitan naik-turun tangga.

   Sebenarnya Geladis lebih suka berada di dalam kamar. Apalagi semenjak kandungannya semakin besar dan semakin mudah lelah dirinya, Geladis pun menghabiskan waktu di dalam kamar untuk menambah hafalan juznya dan sesekali murajaah dengan Ryan ketika suaminya itu punya waktu luang.

   Untuk kali ini, tidak bisa dianggap terpaksa juga Geladis turun ke bawah karena sebelumnya Ryan memintanya untuk datang ke ruang tengah sebab ada yang harus ditemuinya. Setibanya di sana, Geladis melihat ada dua orang asing di matanya sedang duduk dan berbincang dengan Ryan.

   "Assalamu'alaikum," sapa Geladis sopan pada kedua orang itu.

   "Wa'alaikumsalam."

   Mendapati kedatangan istrinya, Ryan beranjak dari sofa dan membantu Geladis duduk di sisinya.

   "Ini istrimu, Ryan?" tanya pria berkacamata, suaranya lantang di usia senjanya.

   Ryan mengangguk dan tersenyum meyakinkan, "Iya, Tuan."

   "Dek, beliau Tuan Achmad Husein, mantan direktur utama perusahaan saya," papar Ryan pelan-pelan diangguki Geladis.

   "Lalu, dia Hawa Husein, putri Tuan Achmad." Kemudian alih perempuan bercadar di samping Achmad yang dikenalkan Ryan pada Geladis. Mendengar status perempuan itu yang ternyata putri mantan CEO perusahaan Ryan, tak ayal gelenyar tidak nyaman timbul di dalam dada Geladis. Meskipun demikian, ia masih tersenyum pada Hawa.

   "Aku tidak akan tahu kamu sudah beristri jika tidak berinisiatif datang ke sini, Ryan. Bahkan kamu juga tidak mengundangku. Anak ini," omel Achmad, setengah bergurau.

   Ryan melirik Geladis di sampingnya, meraih tangan kecil perempuan itu untuk ia genggam.

   "Saya sendiri tidak menyangka akan menikah secepat ini. Tuan Achmad bukannya masih di Kairo? Saya rasa, undangan saya tidak akan sampai ke Kairo." Ryan balas berkelakar. Jenis candaan orang tinggi yang sulit ditemukan kelucuannya. Meskipun demikian, Achmad tetap tertawa mendengarnya.

   "Kalau begini, kedatanganku ke mari sia-sia." Pria itu menampilkan ekspresi murung dan melirik putrinya yang duduk tepat di sampingnya.

   "Abi!" Untuk pertama kalinya suara Hawa terdengar. Bukan tipikal suara lemah lembut, namun jenis suara halus alami tidak dibuat-buat. Dari sana saja Geladis sudah bisa membayangkan betapa cantiknya wajah Hawa di sebalik cadar itu. Dan lagi-lagi perasaan getir bergejolak di hatinya.

   "Astagfirullah." Geladis lekas menyebut istigfar kala menyadari kesalahannya. Ia tidak boleh suuzan terhadap Hawa dan hubungannya dengan Ryan. Bukankah Ryan telah mengatakan dengan sejelas-jelasnya bahwa lelaki itu hanya mencintainya dan tidak akan memadunya? Lantas, untuk apa berpikir macam-macam?

   Ternyata suara selembut bisikan yang mengalir dari bibir Geladis masih sampai di rungu Ryan yang sontak menoleh dan mengamati wajah istrinya yang tampak ... sedih? Tangannya yang masih menggenggam tangan Geladis meremas kecil, tak ayal Geladis pun balas menengok padanya.

Untuk Tuan RyanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang