UTR 5

107K 12.2K 911
                                    

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Jangan lupa baca sholawat!

**

   "Assalamu'alaikum!"

   "Wa'alaikumsalam ...," balas ketiga orang di ruang makan.

   Dari arah luar, Agung—ayah Ryan—terlihat berjalan memasuki rumah. Tidak hanya sendiri, Agung juga membawa seorang perempuan bersamanya. Perempuan di usia pertengahan 20, semampai, dan rambut cokelat yang terikat tinggi.

   "Masya Allah, Dara!" sebut Hanifa menyapa perempuan itu terlebih dahulu daripada suaminya.

   "Mama Han," balas Dara lalu menyalimi tangan Hanifa.

   "Dara kebetulan baru pulang dan memintaku membawanya ke sini," papar Agung pada istrinya.

   Di samping Ryan yang sedang duduk di salah satu kursi yang mengitari meja makan, Geladis mencondongkan tubuhnya guna mengintip sosok perempuan yang namanya baru disebut oleh Hanifa. Ryan menemukan Geladis curi-curi pandang pada Dara pun merilis senyuman simpul.

   "Dara, anak Pak Yaris." Ryan memberitahu Geladis yang angguk-angguk kepala.

   "Masya Allah, tinggi sekali," monolog Geladis terkagum akan tubuh Dara yang tinggi.

   "Saya suka perempuan kecil, imut," timpal Ryan mengagetkan Geladis. Entah kenapa, Geladis tersipu mendengarnya dan tidak berani lagi membalas tatapan Ryan padanya, kepalanya menunduk.

   "Ryan?" Agung sebenarnya sudah menduga bahwa Ryan ada di sini ketika melihat mobil milik putra semata wayangnya itu ada di halaman. Namun, keterkejutan Agung lebih tertuju pada perempuan di samping Ryan. Perempuan berkerudung dengan kepala merendah sampai sulit melihat wajahnya.

   "Papa." Ryan berdiri untuk memeluk pria nomor satu di hidupnya itu.

   "Lama kamu tidak ke sini, lupa sama orang tua?" Agung selalu seperti ini. Jika itu orang luar, sudah pasti mereka akan langsung tersulut emosi, merasa tersindir. Namun, Ryan tahu Agung tidak serius walaupun wajahnya garang dengan kumis tebal di bawah hidung mancungnya itu.

   "Ryan sibuk, Pah," balas Ryan sekenanya.

   "Kamu selalu sibuk, Yan," gerutu Agung seraya menepuk-nepuk punggung keras Ryan.

   "Ryan," panggil Dara yang lalu mencoba menyalami Ryan.

   Ryan menutup kedua telapak tangannya di depan dada, sontak menghentikan gerakan Dara. Dara kelabakan sendiri sebelum melakukan hal yang sama dan tersenyum kikuk. Dara lupa, sering sekali lupa kalau Ryan itu tidak tersentuh dan menyentuh.

   "Ini siapa?" tanya Agung melihat Geladis yang dirangkul oleh Hanifa.

   "Calon menantu kita, Pah." Hanifa tersenyum sumringah sembari memandang profil samping Geladis.

   "Dia Geladis, Pah. Calon istri Ryan," tambah Ryan, suaranya cukup keras dan jelas seperti sedang pamer ke dunia.

   "Masya Allah ...," sebut Agung merasa bahagia putranya yang gila kerja akhirnya mau menikah, bahkan memilih dan membawa calonnya sendiri ke rumah.

   Bagaimana Agung tidak bahagia? Sudah tidak terhitung berapa kali Agung menyarankan Ryan untuk segera berumah tangga dan berapa perempuan yang sudah Agung kenalkan pada Ryan. Semua nihil, semua Ryan tolak dengan alasan Ryan masih ingin bekerja. Desakan Agung sebenarnya setakat-takat karena Agung ingin segera mempunyai cucu. Agung sangat menyukai anak-anak dan ketika ditanya mana yang lebih ia sayang, Agung pasti menjawab ia lebih menyayangi Ryan kecil.

Untuk Tuan RyanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang