Utamakan ibadah dan baca Al-Qur'an!
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم
**
Dini hari, tepatnya pukul dua lebih empat puluh dua menit Geladis terbangun dalam keadaan sendirian di atas kasur, di dalam kamar. Ghafi tak ada lagi di sampingnya, begitupun dengan Ryan yang sisi tempat tidurnya terasa dingin ketika disentuh. Artinya, Ryan sudah lama meninggalkan tempat itu atau mungkin suaminya itu tidak pulang.
Buru-buru ia beranjak menuju kamar mandi dan menemukan ruangan berdinding lapis keramik itu tak berpenghuni. Meskipun demikian, aroma wangi sabun mandi yang tertinggal dan lantai basahnya tidak bisa menipunya. Dadanya seketika tentram dirasa. Ryan pulang, tapi tidak tidur di kamar.
Pertama-tama, ia pergi ke kamar Ghafi untuk memastikan buah hatinya itu ada di sana. Syukur-syukur Ryan juga ada di sana.
"Alhamdulillah," leganya tatkala menemukan si kecil pulas dalam posisi telungkup. Agar tidak mengganggu jalan napasnya, ia membalik tubuh sehat berisinya menjadi telentang kemudian menarik selimut sampai batas dada.
Lantaran masih belum menjumpai sang suami di sana, ia bermaksud mencari ke tempat lain. Ruang kerja yang ada di lantai dasar adalah hal pertama yang ia pikirkan saat ini. Bukan sekali dua kali saja Ryan tidur di sana ketika lelaki itu memiliki setumpuk pekerjaan yang belum selesai dikerjakan di kantor. Namun itu dulu, jauh sebelum Ghafi lahir. Apakah lelaki itu kembali ke kebiasaan buruknya yang dulu?
"Assalamualaikum." Ia mengetuk pelan pintu setelah mengucap salam.
Satu detik, dua detik, sampai detik kelima ia menunggu jawaban dari dalam. Namun, pintu kayu itu tak juga tampak akan terbuka. Setelah mencoba sekali lagi dan mendapat hasil yang sama, ia terpaksa membuka pintunya tanpa mendapat ijin dari sang pemilik otoritas.
"Assalamualaikum, aku masuk, Mas."
Betapa kagetnya ia dikala melihat lelaki penyandang status sebagai suaminya itu sedang bekerja di balik meja kerjanya. Di hadapannya kertas-kertas dan map-map tersusun tinggi membingkai sosoknya yang ada di antaranya. MacBook, iPad, dan ponsel turut memenuhi mejanya yang tak seberapa luas itu padahal sudah ada satu komputer lengkap dengan monitor di atasnya. Dapat dilihat betapa sibuknya suaminya itu sampai salam, ketukan, dan aksi membuka pintunya tidak sampai ke telinganya yang sensitif.
Perlahan-lahan ia melangkah mendekat agar lelaki itu tak sampai terkejut akan kedatangannya dan berakhir bubar ide-idenya.
Tap!
Kepala bersurai hitam legam dengan pangkasan pendek yang semula tertunduk dengan tatapan tertanam pada tulisan-tulisan rumit di dalam iPad-nya itu tiba-tiba terangkat. Geladis tidak merasa menginjak sesuatu pada lantai yang sudah sangat bersih itu sampai atensinya terambil olehnya.
Lelaki itu, suaminya yang tampan, Ryan mendorong ke atas kacamata bingkai hitamnya yang merosot dari tulang hidungnya yang tinggi, kemudian mengukir senyum kecil di ujung bibirnya. Entah bagaimana ceritanya ia yang seharusnya menegurnya yang bekerja tidak kenal waktu malah tersipu sampai lupa ingin melakukan apa ketika diberi senyuman semanis itu di bawah penerangan yang tak seberapa terang.
"Saya tidak mendengarmu masuk," kata lelaki itu seraya menekan kakinya ke lantai sehingga kursinya terdorong mundur dan memutarnya sedikit menghadap samping.
"Aku sudah salam padahal." Sang puan berkesah.
"Kemarilah." Lelaki itu mengundang.
Selengkung senyum lekas terbit di wajah polos perempuan itu sebelum pergi menghampiri sang suami dan duduk di pangkuannya. Kan benar! Aroma sabun pada tubuh panasnya persis seperti yang tercium olehnya di kamar mandi tadi.
![](https://img.wattpad.com/cover/307124078-288-k636613.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Untuk Tuan Ryan
RomanceGeladis diambil kesuciannya oleh seorang lelaki tidak dikenalnya 4 bulan yang lalu dan kini tengah mengandung anak lelaki itu. Usut punya usut, lelaki asing itu ternyata seorang direktur utama sebuah perusahaan besar. ** Geladis Amaira sudah kehilan...