Kunci buat lanjut baca UTR itu ibadah dulu. Siapa tau pas lagi enak-enak baca disamperin Malaikat
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم
**
"Lihat, Sayang. Ayahmu bangun!"
Seperti kata-kata Hanifa, lelaki yang 12 jam lalu keluar dari ruang operasi itu akhirnya membuka mata perlahan. Dokter memang mengatakan efek obat bius akan sepenuhnya hilang esok hari. Ketika kedua matanya terbuka seutuhnya, hal pertama yang dilihatnya adalah tampilan wajah seorang anak kecil yang jaraknya begitu dekat dengannya. Anak itu menatapnya penuh senyuman kemudian tertawa kecil, menampakkan gigi-gigi susunya yang putih.
"Ayah!"
Panggilan itu ... betapa hangatnya, betapa dirindukannya. Seketika sudut bibirnya terangkat sebagaimana ia tersenyum lemah pada sang anak.
"Anak saya," katanya lirih nan serak.
Hanifa yang mendengarnya menitikkan air mata lagi namun buru-buru diusapnya dan menghela napas. Mengetahui kabar bahwa operasi berjalan lancar dan putra serta menantunya selamat, Hanifa langsung bersujud syukur saat itu juga. Menumpahkan segala rasa terimakasihnya kepada Sang Kuasa melalui tangisan haru yang membuat tubuhnya gemetar di lantai.
"Operasinya lancar, alhamdulillah. Ryan, putramu sudah sangat merindukanmu." Wanita itu meletakkan Ghafi di dekat lelaki yang tengah terbaring di ranjang itu. Memberinya keleluasaan untuk mengusap kepala anak itu yang langsung memeluk sang ayah dengan membenamkan wajahnya di dada bidangnya. Tak pelak tingkahnya yang menggemaskan mengundang gelak tawa orang-orang dewasa di sana.
"Hm, peluk erat-erat ayahmu itu. Jangan sampai lepas, ya, Ghafi." Agung berkomentar dengan bercanda.
Ryan memejamkan mata seraya mengusap naik-turun punggung anaknya yang masih menempel di dadanya. Rasanya ia tidak hanya bangun dari koma, tapi seperti bangun dari kematian dan hidup kembali. Seperti menjalani tidur yang begitu panjang sampai-sampai pelukan semacam ini membuatnya merindu hebat.
"Ma."
Hanifa merapat ke ranjang dan merendahkan tubuhnya sedikit agar lebih dekat dengan Ryan lantaran suara putranya itu masih terdengar pelan.
"Ada apa, Nak?"
Lelaki dengan wajah masih pucat itu membuka mata kemudian menggerakkan iris cokelat gelapnya dari sisi ke sisi. Seperti ada yang dicari.
"Di mana ... istri saya?" tanyanya setelah tidak berhasil menemukannya.
Deg.
Kontan ruangan itu jatuh dalam keheningan mencekik. Mereka yang saat ini sedang berdiri saling melemparkan tatapan gelisah. Bingung bagaimana harus menjelaskan kepada Ryan bahwa istrinya sedang dirawat di kamar lain. Tentu mereka tidak bodoh dan tidak buta. Mereka dapat tahu bahwa Ryan tidak akan terima begitu saja kalau pendonor ginjal untuknya adalah istrinya sendiri.
Mendapati keluarganya terdiam seribu bahasa, dengan intelektual dan daya peka yang dimilikinya, ia menemukan sesuatu yang tidak benar. Tanpa mengganggu Ghafi yang masih bermain di lengannya, ia perlahan beranjak bangun. Hal itu membuat orang-orang di sana terkejut, termasuk Hanifa yang langsung menahannya di kedua bahu.
"Mau ke mana kamu?"
"Ryan mau mencari istri Ryan." Lelaki itu mencoba duduk dengan memegangi sisi perutnya yang berdenyut-denyut.
![](https://img.wattpad.com/cover/307124078-288-k636613.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Untuk Tuan Ryan
RomanceGeladis diambil kesuciannya oleh seorang lelaki tidak dikenalnya 4 bulan yang lalu dan kini tengah mengandung anak lelaki itu. Usut punya usut, lelaki asing itu ternyata seorang direktur utama sebuah perusahaan besar. ** Geladis Amaira sudah kehilan...